WALHI Temukan Pembukaan Lahan Ilegal Seluas 34 Hektare di Pangkalan Bun

Reading time: 2 menit
walhi
Foto areal yang diambil tim WALHI di wilayah hutan rawa gambut di Pangkalan Bun memperlihatkan satu unit ekskavator merek Caterpillar berwarna kuning berada di tengah lahan gambut yang sudah dibuka. Foto: WALHI

Jakarta (Greeners) – Di tengah hiruk pikuk persiapan menyambut Pemilihan Umum 2019, kembali terjadi pembukaan lahan untuk industri ekstraktif di kawasan lindung hutan rawa gambut yang berada di Kilometer 15, jalan trans Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Lama, Kalimantan Tengah. Pembukaan lahan tanpa izin seluas 34 hektare yang diduga dilakukan oleh korporasi ini telah dilaporkan Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI) kepada pemerintah.

Direktur WALHI Kalimantan Tengah Dimas Novian Hartono menjelaskan bahwa pada tanggal 23 Oktober 2018 WALHI melaporkan dugaan pelanggaran pidana kehutanan ini ke berbagai Direktorat Jenderal (Dirjen) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Seperti Dirjen Pengelolaan Hutan dan Produk Lestari (PHPL), Dirjen Pengendalian dan Pencemaran Kerusakan Lingkungan (PPKL), Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE), Dirjen Penegakkan Hukum (Gakkum), Badan Restorasi Gambut (BRG), dan ditembuskan ke Gubernur serta Kepolisian Daerah Kalimantan tengah.

“Sayangnya, laporan kami hanya ditanggapi oleh BRG saja. Dalam hal ini KLHK sebagai pemerintah pusat yang berwenang tidak menggubris sama sekali laporan kami akan pembukaan lahan tanpa izin ini. Pelaporan dilakukan karena lokasi pembukaan lahan tanpa izin tersebut berada pada kawasan gambut yang merupakan wilayah Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Lamandau-Sungai Arut (KHG.62.01.02). Dengan fungsi lindung dimana memiliki kedalaman lebih dari tiga meter,” ujar Dimas di Kantor WALHI, Jakarta, Rabu (23/01/2019).

BACA JUGA: Walhi Anggap Restorasi Gambut Lamban, KLHK Terus Maksimalkan Pemulihan 

Dimas memaparkan, setelah melakukan pelaporan, tim dari BRG turun langsung ke lokasi guna melakukan verifikasi laporan pada tanggal 25 November 2018. Hasilnya, tim BRG menemukan pembukaan lahan dan pembuatan kanal di kiri jalan Pangkalan Bun – Kotawaringin Lama KM 15, Kelurahan Mendawai Seberang, Kecamatan Arut Selatan- Kabupaten Kotawaringin Barat seluas -/+ 34 ha dan tiga kanal utama dengan panjang 2 km, dan kanal sekunder sebanyak -/+ 109 kanal dengan rata-rata panjang 100 m.

“Di tengah-tengah kontestasi Pilpres 2019, kejadian ini jelas menandakan kalau pemerintah kita “kecolongan” dan tidak dijadikan pantauan utama urusan pembukaan lahan ini,” kata Dimas.

Selain itu, pada saat di lokasi tim BRG juga menemukan satu sarang orangutan. Berdasarkan informasi dari Seksi Konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Kalimantan Tengah lokasi tersebut merupakan wilayah habitat orangutan kalimantan. Sejak tahun 2015-2017 BKSDA dan mitranya telah melakukan penyelamatan dan translokasi orangutan kalimantan sebanyak 11 individu pada kawasan tersebut.

BACA JUGA: Perhutanan Sosial di Lahan Gambut Belum Maksimal 

Safrudin dari Save Our Borneo (SOB) Kalimantan, mengatakan bahwa berdasarkan dari hasil rekaman video yang dilakukan WALHI pada 4 Desember 2018, ditemukan dua orangutan berupa induk dan anak orang utan yang terlihat kurus. Kedua orangutan tersebut diduga stres akibat habitatnya yang rusak dan kekurangan makanan.

“Dari hasil ini, kemungkinan kami akan berkolaborasi dengan NGO lain untuk menyelamatkan orangutan tersebut kalau dalam bulan ini Gakkum KLHK tidak melakukan tindakan apapun untuk menghentikan aktivitas pembukaan lahan tersebut. Tapi yang kami takutkan ialah kalau kami me-rescue orang utan tersebut artinya kita membiarkan orang yang tidak bertanggungjawab ini menghancurkan wilayah tersebut. Oleh karenanya, semoga Gakkum bisa memproses laporan dan menghentikan aktivitas pembukaan lahan supaya tidak semakin meluas,” kata Safrudin.

Dari hasil verifikasi lapangan diduga telah terjadi tindak Pidana Kehutanan berupa “pembukaan lahan tanpa izin dari pejabat berwenang” melanggar Pasal 17 ayat (2) UU 18 tahun 2013 juncto pasal 92 ayat(1) UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan hutan. Selain itu, juga diduga telah terjadi pelanggaran terhadap UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Penulis: Dewi Purningsih

Top