Sarana Pengelolaan Sampah untuk DAS Citarum

Reading time: 3 menit
Sungai Citarum
Jumlah timbulan sampah yang masuk ke Daerah Aliran Sungai Citarum sebesar 500.000 ton per tahun atau sekitar 1.300 ton per hari (KLHK, 2018). Foto: shutterstock.com

Jakarta (Greeners) – Pencemaran Sungai Citarum hingga saat ini masih belum selesai. Daerah Subang dan Bekasi yang merupakan Daerah Aliran Sungai Citarum mendapat sarana pengelolaan sampah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Fasilitas tersebut akan digunakan untuk mengoptimalkan pengelolaan sampah sehingga tidak terjadi kebocoran ke aliran sungai terpanjang di Jawa Barat itu.

Wakil Menteri LHK Alue Dohong mengatakan pencemaran terjadi akibat tidak optimalnya penerapan pengelolaan sampah, pengangkutan yang tidak dilakukan setiap hari, kurangnya sarana dan prasarana pengelolaan sampah, hingga rendahnya kepedulian wisatawan maupun masyarakat di sekitar Sungai Citarum.

Kabupaten Subang menerima bantuan berupa satu unit Pusat Daur Ulang (PDU) dan dua motor sampah roda tiga. Sedangkan Kabupaten Bekasi mendapat satu Pusat Daur Ulang (PDU), satu Biodigester, dan tiga motor sampah roda tiga.

Baca juga: Proyek Food Estate Dinilai Tak Berdasar pada Krisis Pangan

“Kita memberikan bantuan sarana kepada pemerintah daerah untuk dapat mengelola sampah di sekitar DAS Citarum,” ujar Wakil Menteri Alue pada acara Peresmian DAS Citarum secara daring, Selasa, (16/06/2020).

Data KLHK 2018 mencatat bahwa jumlah timbulan sampah yang masuk ke DAS Citarum sebesar 500.000 ton per tahun atau sekitar 1.300 ton per hari. Kabupaten Subang baru mengurangi sampah sebesar 16,46 persen dan menangani sampah sebanyak 12,77 persen. Sementara upaya pengurangan sampah di Kabupaten Bekasi tercatat 10,67 persen dan 39,63 persen sisanya telah tertangani.

Wamen LHK Alue Dohong

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue saat acara Peresmian DAS Citarum secara daring, Selasa, (16/06/2020). Foto: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, meminta agar pemerintah daerah di Kabupaten Subang dan Bekasi bekerja lebih keras untuk mengurangi dan menangani sampah secara nasional. Peran aktif masyarakat yang tinggal di sepanjang Daerah Aliran Sungai Citarum, kata dia, juga perlu dilibatkan. “Kami berharap bantuan fasilitas pengelolaan sampah dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin guna mencapai target pengurangan sampah,” ujar Vivien.

Program Citarum Harum Belum Menjawab Akar Masalah

Untuk memulihkan sungai terpanjang di Jawa Barat tersebut, pemerintah membentuk program Citarum Harum pada Februari 2018. Presiden Joko Widodo kemudian menetapkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum. Namun, program tersebut dinilai belum efektif mengatasi pencemaran maupun banjir.

Tim Advokasi dan Hukum Wahana Lingkungan Hidup Sukabumi Jawa Barat, Wahyudi Iwang, berpendapat bahwa program Citarum Harum belum menjawab akar masalah. Ia mengatakan pencemaran industri dan sampah domestik masih mendominasi dan memengaruhi baku mutu air sungai. “Bahkan dampaknya menyebabkan bencana banjir bagi masyarakat yang berdekatan dengan sungai,” ucapnya.

Baca juga: Mikroplastik Merugikan Kesehatan Ekosistem Perairan Dangkal

Menurut Iwang, lubang pembuangan industri yang telah ditutup terlihat terbongkar kembali dan limbahnya digelontorkan ke sungai. Lemahnya penegakan hukum bagi pelaku, kata dia, menjadi salah satu masalah yang harus disikapi secara serius oleh satgas maupun Perhimpunan Kelompok (PKK) Kerja DAS Citarum di Jawa Barat.

“Pemerintah melalui badan yang menangani langsung kerusakan Citarum harus tegas menjalankan penegakan hukum bagi industri, perumahan, villa, hotel, dan pihak lain yang menyebabkan pencemaran sungai serta anak-anak sungai. Jika penegakan hukum masih lemah apalagi pandang bulu, target presiden menjadikan Citarum Harum akan sulit tercapai,” ujarnya.

Pemerintah juga menurunkan TNI sebagai pihak pertama yang memimpin kegiatan PKK DAS Citarum. Iwang mengatakan kegiatan pembersihan sudah tidak lagi dilakukan di sungai terkotor di dunia itu. Namun, terbatas di beberapa titik posko yang masih berfungsi dan hanya berupa pemantauan saja.

Penulis: Dewi Purningsih

Top