63 Persen Anak Petani Tidak Ingin Menjadi Petani

Reading time: 2 menit
Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) menilai ketidaktertarikan generasi muda pada pertanian menunjukkan betapa sektor pertanian tidak memiliki daya tarik yang mampu mengalahkan sektor lainnya terutama industri. Foto: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dan Direktorat Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian Institut Pertanian Bogor melakukan riset dan kajian mengenai regenerasi petani dari empat sentra produksi pangan (padi dan hortikultura) yakni, Kediri, Tegal, Karawang, dan Bogor dengan responden keluarga petani padi dan hortikultura.

Hasilnya pun cukup mengejutkan, 54 persen responden anak petani hortikulutra mengaku tidak ingin menjadi petani. Sementara 63 persen anak petani padi mengaku tidak ingin menjadi petani. Menurut Said Abdullah, koordinator KRKP, ketidaktertarikan generasi muda pada pertanian ini menunjukkan betapa sektor pertanian tidak memiliki daya tarik yang mampu mengalahkan sektor lainnya terutama industri.

“Anak-anak muda mengaku lebih memilih menjadi buruh industri karena pendapatannya lebih pasti. Ini tentu tidak bisa dianggap main-main. Ini persoalan urgent yang harus diatasi jika ingin berdaulat pangan seperti yang dicita-citakan dalam Nawacita,” katanya seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Rabu (18/05).

Padahal, katanya, lambatnya laju regenerasi petani menjadi persoalan penting bagi sektor pertanian yang bisa mengancam cita-cita kedaulatan pangan pemerintah. KRKP menilai masalah ini tidak bisa diselesaikan oleh satu sektor saja karena persoalan pertanian dan petani adalah permasalahan lintas sektor dan multidisiplin.

Upaya regenerasi juga harus menjadi kerja kolektif semua pihak. Hal ini merujuk pada hasil kajian yang dilakukan KRKP yang didukung oleh Oxfam Indonesia awal tahun ini yang memetakan faktor-faktor yang berpengaruh pada minat untuk menjadi petani.

Menurut Said, faktor akses dan aset lahan, kepastian harga jual atau pendapatan, pengetahuan atau pendidikan tentang pertanian, dan ketersediaan infrastruktur pendukung menjadi faktor penting yang memengaruhi minat orang tua dan anak untuk menjadi petani.

“Faktor-faktor ini adalah kunci yang harus disentuh oleh pemerintah supaya minat generasi muda meningkat,” tambahnya.

Sementara itu, Suryo Wiyono, Peneliti Utama Pusat Kajian Strategis Kebijakan Pertanian sekaligus Kepala Departemen Proteksi Tanaman IPB, mengungkapkan bahwa persoalan regenerasi pertanian juga dimulai dari pendidikan.

Menurut Suryo, ketersediaan lembaga pendidikan khusus pertanian dengan kurikulum yang disesuaikan dengan perkembangan pertanian kekinian perlu diperkuat dan diperbanyak. Di sisi lain, pendidikan vokasi pada level pendidikan tinggi juga perlu diperkuat. Dengan demikian diharapkan semangat dan minat generasi muda untuk bertani kembali tumbuh.

“Sudah saatnya dilakukan pembenahan pada aspek pendidikan sehingga mampu membangkitkan semangat generasi muda untuk menjadi petani,” ujarnya.

Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan minat generasi muda, tegasnya, hendaknya dilakukan dengan tepat dan menjawab persoalan mendasar. Program dan kebijakan seperti reformasi agraria untuk meningkatkan akses dan aset petani, penguatan kebijakan harga jual (subsidi output) untuk kepastian pendapatan, pembenahan dunia pendidikan pertanian dan peningkatan sarana dan prasarana pertanian sangat mendesak untuk segera dilakukan.

“Kegagalan melakukan regenerasi petani, tak hanya akan mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan namun juga kelangsungan kehidupan pertanian dan petani itu sendiri. Upaya yang holistik haruslah dilakukan dan tak bisa lagi hanya basa basi jika benar ingin mewujudkan nawacita, berdaulat pangan,” pungkasnya.

Sebagai informasi, persoalan regenerasi petani tidak hanya muncul di level nasional namun juga global. Secara umum sektor pertanian mengalami penuaan (ageing) dan populasi petani terus berkurang. Petani di sub-Sahara Afrika rata-rata berusia 60 tahun dan di Amerika rata-rata berusia 55 tahun.

Sementara di Indonesia, berdasarkan data sensus pertanian 2013 diketahui 61,8 persen petani berusia di atas 45 tahun dan hanya 12,2 persen saja yang berusia di bawah 35 tahun. Khusus untuk petani tanaman pangan sebanyak 47,57 persen berusia diatas 50 tahun.

Penulis: Danny Kosasih

Top