KLHK Gelar SWTS, Populasi Harimau Sumatera Diharapkan Meningkat

Reading time: 3 menit
harimau sumatra
Harimau sumatra. Foto: wikimedia common

Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama dengan mitra kerjanya melakukan pemantauan efektivitas konservasi harimau sumatera melalui kegiatan Sumatra Wide Tiger Survey (SWTS). Kegiatan yang dilakukan secara berkala dan sistematik ini bertujuan agar target peningkatan jumlah harimau sumatera sebanyak dua kali lipat pada 2022 dapat tercapai.

Koordinator SWTS Hariyono Wibisono mengatakan SWTS tahun 2018-2019 ini merupakan survei kedua, sebelumnya SWTS pertama sudah dilakukan tahun 2007-2009 dan menghasilkan data bahwa 72% wilayah di Indonesia masih dihuni harimau sumatera. Hariyono mengatakan bahwa data yang didapat sepuluh tahun lalu ini perlu ditinjau kembali untuk mengetahui efektivitas intervensi konservasi selama rentang waktu tersebut melalui kegiatan SWTS kedua.

“SWTS kedua ini merupakan kegiatan survei satwa liar terbesar di dunia dengan cakupan 712 petak survei seluas 12,9 juta ha. Sebelumnya SWTS pertama hanya 394 petak survei seluas 11 juta ha. Teknisnya, proporsi petak wilayah ini akan diuji terhadap faktor kunci misalnya gangguan manusia, hilangnya habitat, peralihan fungsi lahan, atau perambahan. Dengan cara ini pemerintah dan mitranya bisa mengalokasikan sumber dayanya (SDM dan atau dana) secara lebih efisien dan tepat sasaran,” ujar Hariyono kepada Greeners melalui telepon, Kamis, (14/03/2019).

harimau sumatra

Lokasi implementasi Sumatra Wide Tiger Survey (SWTS) periode 2018-2019.
Sumber: Harimau Kita

Selain itu, SWTS II ini membantu pemerintah dalam mengidentifikasi kesenjangan konservasi, merumuskan strategi konservasi yang efektif dan tindakan prioritas, dan mengarahkan dana pada kebutuhan prioritas untuk mempertahankan dan memulihkan populasi harimau sumatra secara keseluruhan. Hasil SWTS secara berkala akan menjadi tolak ukur implementasi dan pemenuhan target National Tiger Recovery Program (NTRP).

BACA JUGA: Tertangkap Kamera, Dua Generasi Keluarga Harimau Sumatera Berhasil Berkembang Biak

Menurut Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Tandya Tjahjana, habitat dan kantong populasi harimau banyak berkurang pada periode 1985 -2008 akibat adanya perubahan tutupan hutan dan perubahan fungsi. Selain itu, perburuan dan perdagangan ilegal serta terjadinya konflik manusia dengan harimau juga merupakan ancaman bagi kelestarian satwa dilindungi tersebut.

“Hasil kajian populasi dan habitat terbaru menunjukkan terdapat sekitar 604 ekor harimau yang hidup di alam liar. Harimau-harimau tersebut hidup di habitat yang tersisa di seluruh Sumatera. Inilah yang menjadi tantangan bagi kita semua dalam mempertahankan satu-satunya spesies harimau yang tersisa di Indonesia,” kata Tandya.

Kegiatan SWTS II ini melibatkan sektor privat, khususnya di bidang kehutanan, dalam upaya mendukung konservasi harimau sumatera di luar kawasan konservasi yang terintegrasi pada skala lanskap. Upaya ini dapat memberi peluang harimau sumatera untuk bertahan hidup lebih lama dan terhindar dari kepunahan. Kerjasama ini diwakili oleh Asosiasi Pengusahan Hutan Indonesia (APHI).

BACA JUGA: Analisis DNA Jadi Upaya Baru Penegakan Hukum dan Perlindungan Satwa Liar 

Terkait hal ini, Direktur Eksekutif APHI Purwadi Soeprihanto mengatakan 68,82 juta hektare atau 57% hutan di Indonesia merupakan kawasan Hutan Produksi. Untuk mendukung program SWTS ini, APHI memiliki program Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) yakni melakukan kegiatan konservasi di luar kawasan konservasi fauna dan satwa karena hampir 50% keberadaan harimau sumatera ada di wilayah konsesi.

“Jelajah areal harimau di kawasan konservasi 30%, berarti di luar konservasi ada 70% di mana pasti di hutan produksi. Artinya banyaknya satwa itu berada di hutan produksi. Hal ini yang harus kita jaga bahwa konservasi itu juga bisa dilakukan di hutan produksi melalui KEE ini,” ujar Purwadi.

Sebagai informasi, mitra kerja yang mendukung SWTS II ini tercatat ada 15 unit pelaksana teknis (UPT) KLHK, lebih dari 10 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), 21 LSM nasional dan internasional, 2 universitas, 2 perusahaan, dan 13 lembaga donor.

Penulis: Dewi Purningsih

Top