Akhirnya, Dua Pelaku Pembunuh Gajah Bunta Tertangkap

Reading time: 2 menit
gajah bunta
Dari kiri ke kanan: Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Ditjen KSDAE Drh. Indra Exploitasia, Ka BKSDA Aceh Sapto Aji Prabowo, Kapolres Aceh Timur AKBP Wahyu Kuncoro, Ka Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera Edward Sembiring, dan Kasubdit 1 Dittipidter Bareskrim Mabes Polri Kombes Adi Karya pada konferensi pers perkembangan kasus pembunuhan gajah Bunta di Mapolres Aceh Timur, Selasa (03/07/2018). Foto: Gakkum KLHK Wilayah Sumatera

Aceh (Greeners) – Kasus pembunuhan gajah Bunta akhirnya terungkap. Dua orang pelaku berhasil ditangkap dan telah ditetapkan sebagai tersangka sementara dua pelaku lainnya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan sedang dalam pengejaran.

Dalam siaran pers yang diterima oleh Greeners, keberhasilan penangkapan kedua pelaku disampaikan pada konferensi pers perkembangan kasus pembunuhan gajah Bunta di Mapolres Aceh Timur, Selasa (03/07/2018) malam.

“Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan gajah Bunta berinisial BW dan AL, merupakan penduduk di sekitar Conservation Respon Unit (CRU) Serbojadi Aceh Timur. Sedangkan dua orang lagi berinisial PT dan AR masih buron,” ujar Kapolres Aceh Timur AKBP Wahyu Kuncoro.

Para tersangka ini berhasil ditangkap pada 30 Juni 2018 dan kini ditempatkan di Rutan Polres Aceh Timur. Barang bukti yang diamankan diantaranya adalah sepeda motor yang digunakan pada saat pembunuhan, gading yang tertinggal maupun yang disembunyikan tersangka, baju yang digunakan saat kejadian oleh tersangka dan satu bilah parang.

BACA JUGA: Kematian Gajah Bunta di Aceh Akan Diusut Tuntas

Melengkapi keterangan AKBP Wahyu, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera Edward Sembiring mengatakan bahwa tersangka akan dijerat pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dengan pidana 5 tahun dan denda 200 juta rupiah.

“Sedangkan dua pelaku yang masih buron kami kejar terus dengan memaksimalkan intel dan juga informan yang ada di lapangan. Untuk pidana tidak ada penambahan untuk para buronan ini,” ujar Edward saat dihubungi Greeners.

Edward menyatakan kejahatan tumbuhan dan satwa liar (wildlife crime) seperti ini merupakan kejahatan serius karena bersifat terorganisir dan lintas negara. Hal ini dikarenakan gading gajah masih banyak diburu kolektor.

“Untuk itu upaya memerangi perburuan dan perdagangan tumbuhan dan satwa liar, termasuk gading gajah, harus terus secara serius dilakukan semua pihak,” tegas Edward.

BACA JUGA: Kejahatan Satwa Liar dan Tanggungjawab Korporasi dalam RKUHP

Seperti diketahui, gajah Bunta ditemukan mati pada tanggal 9 Juni 2018. Kematian gajah jinak yang ditempatkan di CRU Serbajadi, Aceh Timur ini menarik perhatian publik, baik nasional maupun internasional, karena tidak wajar dan salah satu gadingnya hilang.

KLHK berkewajiban terhadap penyelesaian kasus ini karena gajah merupakan satwa liar yang dilindungi UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Satwa dengan nama latin Elephas maximus merupakan satwa yang masuk dalam list appendix 1 CITES (konvensi tentang perdagangan satwa liar). Artinya, gajah tidak dapat diperdagangkan karena status konservasinya yang sudah terancam hampir punah.

Di Indonesia sendiri terdapat dua sub spesies gajah yaitu Elephas maximus sumatranus yang penyebarannya di Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung; dan Elephas maximus borneonsis atau gajah pigmy yang penyebarannya di Kalimantan Timur.

Menurut sensus gajah tahun 2016 yang dilakukan oleh Forum Gajah, jumlah populasi gajah di Indonesia sekitar 1724 ekor. Jumlah ini semakin berkurang karena tingginya kebutuhan ruang untuk hidup manusia.

Penulis: Dewi Purningsih

Top