KLHK: Anggaran Pengelolaan Sampah Daerah Masih Minim

Reading time: 2 menit
Butuh komitmen pengelolaan sampah daerah salah satunya dengan anggaran yang memadai. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Persoalan sampah di tanah air belum usai. Ironisnya, anggaran pengelolaan sampah di daerah pun minim. Besarannya rata-rata hanya 0,51 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ujang Solihin Sidik, menyatakan kurang lebih ada 30 persen sampah di daerah yang tak terkelola.

“Artinya tersebar ke mana-mana dan tak terkelola dengan baik,” katanya dalam seminar “Kolaborasi Pemerintah Daerah, Komunitas dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengurangan Sampah” di Jakarta, Selasa (31/1).

Lelaki yang akrab disapa Uso ini mengungkap anggaran pengelolaan sampah di 514 kabupaten/kota di pemerintahan daerah rata-rata hanya 0,51 persen dari total APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

“Ini sangat kecil. Padahal dari angka 3-4 persen saja dari total APBD itu cukup memadai untuk mengurusi sampah. Jadi ini tantangan terbesar bagaimana meningkatkan alokasi anggaran di kabupaten/kota yang jumlahnya 514,” ungkapnya.

Terlepas dari minimnya anggaran, Uso menyebut pentingnya komitmen pemerintah daerah untuk mengelola sampah. “Ada pemerintah daerah yang nilai anggarannya tinggi, tapi itu sangat bergantung dengan komitmen kepala daerahnya. Kalau komitmennya tinggi maka alokasi anggaran pengelolaan sampah itu relatif memadai daripada rata-rata,” imbuhnya.

Dalam hal ini, KLHK terus mendorong sejumlah instrumen agar kinerja pemda lebih baik, seperti pemberian penghargaan Adipura, instrumen pengawasan, hingga pemberian subsidi dan bantuan sarana prasarana agar kinerja pemda semakin baik.

Rekayasa Sosial Penting dalam Pengelolaan Sampah

Uso juga menyebut pentingnya aspek rekayasa sosial untuk mengoptimalkan pengelolaan sampah. Sekitar 60 % keberhasilan pengelolaan sampah berasal dari aspek rekayasa sosial ini. Bahkan lebih penting daripada rekayasa yang sifatnya teknologi.

“Itulah kenapa rekayasa sosial dengan melibatkan peneliti, akademisi, pemerintah daerah, hingga kolaborasi bersama komunitas peduli lingkungan dan organisasi agama itu penting,” kata dia.

Seminar Kolaborasi Pemerintah Daerah, Komunitas dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengurangan Sampah. Foto: Greeners/Ramadani Wahyu

Optimalisasi Sirkular Ekonomi

Salah satu upaya untuk mendorong pengelolaan sampah dilakukan lewat program PHINLA. Program global ini datang dari pemerintah Jerman yang melibatkan tiga negara lain yakni Filipina, Indonesia, dan Srilanka. Tujuannya, mengembangkan mata pencaharian bagi penduduk yang terkena dampak kemiskinan melalui sistem pengelolaan sampah multi-sektoral.

Koordinator Advokasi PHINLA Marcell Sinay mengatakan, PHINLA mewujudkan kolaborasi antar berbagai sektor, termasuk masyarakat dengan bank sampah. “Kita sadar bahwa pengelolaan sampah tak bisa satu pihak saja, maka kolaborasi ini sangat penting,” ujar dia.

Saat ini, program ini diimplementasikan di Jakarta dengan melibatkan sebanyak empat kelurahan dan dua kecamatan di Jakarta Utara dan Jakarta Timur.

Program yang telah tiga tahun ini menghasilkan progres yang signifikan. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya warga yang aktif memilah sampah. Bahkan, jumlah nasabah bank sampah meningkat selama tiga tahun program ini berjalan di sejumlah wilayah di DKI Jakarta.

Progres Signifikan

Selama kurang lebih tiga tahun, PHINLA telah berhasil meningkatkan jumlah warga yang melakukan pemilahan sampah dan bergabung menjadi nasabah bank sampah. Dari 822 nasabah di pertengahan tahun 2021, bertambah menjadi total 1.834 nasabah pada akhir tahun 2022.

Direktur Eksekutif Divers Clean Action (DCA) Swietenia Puspa Lestari mengutarakan keberhasilan PHINLA tidak lepas dari peran serta masyarakat dalam menggerakkan komunitas di sekitarnya. Mereka dapat ikut serta dalam usaha pengelolaan sampah dari tingkat rumah tangga.

Penulis: Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top