Anggrek Pensil Hampir Punah di Rumahnya Sendiri

Reading time: 2 menit

Bengkulu (Greeners) – Keindahan anggrek ini mampu menawan pemerintah dan masyarakat Inggris sehingga pada 1882 dinobatkan sebagai “Ratu Anggrek” dan mendapat hadiah “First Class Certificate”. Namun, di habitatnya Danau “Dendam Tak Sudah” sekitar dua kilometer dari pusat Kota Bengkulu, anggrek langka ini kian sulit ditemui.

Menurut Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Said Jauhari, Anggrek Pensil atau dikenal dengan nama latin Papilionanthe hookerina masuk dalam spesies terancam punah.

“Cagar Alam Dusun Besar atau lebih dikenal dengan Danau ‘Dendam Tak Sudah’ memang menjadi habitat asli anggrek pensil ini tapi semakin sulit ditemui,” katanya, Rabu.

Hasil penelusuran dalam lima tahun terakhir, katanya, flora itu tidak ditemukan lagi di habitat aslinya. Namun, keterangan dari sejumlah nelayan yang sehari-hari menjala ikan dengan peralatan tradisional di danau, mereka mengaku masih menemukan anggrek pensil di sekitar tumbuhan bakung yang banyak terdapat di danau itu.

“Kami belum pernah membuktikan keterangan itu karena memang medannya sulit harus masuk ke rawa,” tambahnya.

Said mengatakan pada dekade 1970-an, Anggrek Pensil di Danau Dendam Tak Sudah memasuki masa jayanya. Dokumentasi Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan populasi yang tinggi dari anggrek tersebut dan serentak memunculkan bunga pada masanya.

Namun, seperti spesies langka lainnya di tanah air, eksploitasi membuat populasi menyusut drastis dan sejak awal 1990-an, Anggrek Pensil mulai langka. Kondisi yang semakin terancam punah itu membuat BKSDA Bengkulu berupaya untuk melakukan perbanyakan dan melepasliarkan kembali ke danau pada 2007 dan 2008.

Saat itu, perbanyakan menggunakan stek batang anggrek sehingga membutuhkan banyak tanaman untuk keperluan perbanyakan. Jumlah anggrek yang tumbuh dan dilepas sekitar 32 batang, namun beberapa saat setelah dilepasliaskan atau di-restocking, tumbuhan itu tidak luput dari pencurian.

“Setelah dilepas dan kami melakukan monitoring, ada 13 batang yang hilang, jadi saat ini tersisa 19 batang,” katanya.

Populasi yang ada kembali diperbanyak pada tahun ini melalui metode kultur jaringan atau perbanyakan lewat sel tumbuhan. Keunggulan metode ini selain tidak membutuhkan inang yang banyak juga dapat menumbuhkan ribuan tanaman dari salah satu bagian tumbuhan.

“Kami mengambil bagian tunas dan dilakukan perbanyakan dengan kultur jaringan, saat ini sedang dalam proses penumbuhan,” katanya.

Said mengharapkan peran masyarakat untuk menjaga anggrek tersebut dari kepunahan. Gangguan terhadap kawasan Cagar Alam Dusun Besar yakni alih fungsi untuk kebun dan permukiman membuat spesies unik itu semakin terancam dari kelestarian.

“Anggrek Papillionanthe hookeriana menurut PP Nomor 77 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa termasuk jenis tumbuhan yang di lindungi,” katanya.

Selain endemik dalam Cagar Alam Dusun Besar, anggrek pensil juga dapat ditemui di Vietnam, Thailand, Malaysia dan Pulau Kalimantan. Anggrek ini pertama kali ditemukan oleh Lobb di Labuan Kalimantan. Nama Papillionanthe hookeriana diberikan sebagai penghormatan terhadap Sir William Jackson Hooker seorang mahaguru ahli botani yang pernah menjabat sebagai Direktur Kebun Raya Kew, Inggris. (G20)

Top