AZWI: RDF Solusi Palsu Penanganan Sampah Perkotaan

Reading time: 3 menit
Kondisi TPA Jabon, Sidoarjo. Foto: Greeners/Ramadani Wahyu

Sidoarjo (Greeners) – Teknologi refuse derived fuel (RDF) bukan sebagai proyeksi mengatasi persoalan sampah di perkotaan. Namun, justru hanya sebagai bahan energi alternatif campuran batu bara. 

Oleh karena itu Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) bersama anggotanya Nol Sampah dan Ecoton menolak solusi palsu penanganan sampah perkotaan lewat RDF.

Peneliti Ecoton Eka Clara Budiarti menyatakan, batu bara maupun hasil alternatif batu bara energi sampah plastik sama-sama mengandung karbon.

“Makanya kenapa plastik menjadi bahan bakar, karena sama-sama ada karbonnya. Tapi kita melihat RDF proyeksinya bukan penyelesaian masalah TPA, tapi untuk energi terbarukan dengan sampah plastik,” kata dia baru-baru ini. 

RDF Bukan Pengelolaan Sampah Perkotaan yang Tepat

Ia menyebut, RDF bukan merupakan salah satu pengelolaan sampah perkotaan yang tepat karena sama-sama mengeluarkan emisi. Sementara Indonesia telah berkomitmen meratifikasi Paris Agreement untuk terus mengurangi emisi karbon. 

Saat ini, pemanfaatan hasil RDF seperti briket dan serbuk menyerupai batu bara kerap dimanfaatkan untuk bahan campuran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan pabrik semen. Namun, jika treatment pemanfaatannya tak tepat akan berdampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan. 

Hal ini berbeda dengan pemrosesan sampah menjadi energi di Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA) melalui satu rangkaian di satu tempat. Sementara pemrosesan sampah menjadi bahan baku alternatif batu bara melalui teknologi RDF di TPA, tapi pemanfaatannya di tempat berbeda, seperti pabrik semen dan PLTU. 

“Ini menjadi potensi permasalahan. Karena apakah bisa kita pastikan saat treatment menjadi energi sudah ada SOP yang tepat, seperti melalui pembakaran sesuai aturan,” jelas Clara. 

Jeli Kelola Sampah Perkotaan secara Termal 

Sementara Founder Nol Sampah Hermawan Some menyebut, pengolahan sampah secara termal merupakan proses pengolahan sampah yang melibatkan pembakaran bahan yang terkandung dalam sampah dan menghasilkan energi.

Pasal 3 Permen LHK Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan Kegiatan Pengolahan Sampah secara Termal menyebut pengolahan sampah secara termal hanya bisa untuk sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3), limbah B3, kaca, PVC, dan aluminium foil. 

“Saat ini sampah kita belum terpilah. Siapa yang bisa menjamin B3, vinyl, PVC, kaca dan aluminium foil ikut terbakar tidak menimbulkan racun?” kata dia.

Contoh briket hasil keluaran RDF. Foto: Greeners/Ramadani Wahyu

Pemantauan Baku Mutu Emisi 

Demikian pula dalam pasal 4 Permen LHK Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan Kegiatan Pengolahan Sampah secara Termal menyebut pengolahan sampah secara termal wajib melakukan pemantauan emisi

Hermawan menyebut pemantauan terhadap baku mutu emisi saat ini dinilai berisiko. Sebab, pengukuran dioksin dan furan selama ini hanya dilakukan lima tahun sekali. Jika melewati baku mutu di tahun ke satu berarti selama empat tahun kemudian masyarakat teracuni. 

“Padahal senyawa dioksin dan furan bersifat karsinogenik dan dapat memicu kanker yang mengancam tubuh,” kata dia.

Ia juga mengingatkan, jangan sampai produk RDF ini dimanfaatkan oleh pabrik-pabrik rumahan yang tak memiliki SOP untuk pemanfaatan RDF.

RDF TPA Jabon, Sidoarjo. Foto: Greeners/Ramadani Wahyu

RDF di TPA Jabon

Salah satu pembangunan RDF yakni di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Jabon, Sidoarjo. Sekitar 500 ton sampah masuk dari Kabupaten Sidoarjo setiap hari.

Setelah melalui proses sortir, sampah residu diproses melalui teknologi RDF untuk kemudian sebagai campuran bahan bakar batu bara. Terdapat dua jenis hasil dari teknologi RDF ini, yakni briket dan serbuk halus menyerupai batu bara. Produk inilah yang biasa menjadi permintaan PLTU, termasuk PLTU Paiton dan PLTU Tanjung Awar-Awar. 

Teknisi peralatan dan mesin di TPA Jabon Opi Wisnu Broto menyatakan, saat ini hasil RDF tersebut melalui proses uji coba ke beberapa PLTU di Jawa Timur, seperti PLTU Paiton dan PLTU Tanjung Awar-Awar. “Jumlahnya sekitar 80 ton masing-masing,” kata dia baru-baru ini. 

Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui kadar kandungan briket apakah telah memenuhi standar bahan bakar pengganti batu bara oleh PLTU.

Penulis: Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top