Asia Alami Gelombang Panas, BMKG: di Indonesia Tidak Terjadi

Reading time: 3 menit
Sejumlah negara di Asia Selatan dilanda gelombang panas. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Sejak pekan lalu, hampir sebagian besar negara-negara di Asia Selatan masih terdampak gelombang panas atau heatwave. Kendati Indonesia mengalami cuaca panas terik beberapa waktu belakangan ini, tapi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memastikan Indonesia tak mengalami gelombang panas seperti di negara Asia lainnya.

Menurut BMKG, gelombang panas umumnya terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah dan tinggi. Tepatnya di belahan Bumi Bagian Utara maupun di belahan Bumi Bagian Selatan. Lalu wilayah geografisnya memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dengan luasan yang besar, atau wilayah kontinental atau sub-kontinental.

Sementara Indonesia terletak di wilayah ekuator, kondisinya geografis kepulauan yang di kelilingi perairan yang luas. 

Indikator lainnya, gelombang panas dalam ilmu cuaca dan iklim didefinisikan sebagai periode cuaca dengan kenaikan suhu panas yang tidak biasa. Kondisi ini berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih sesuai batasan Badan Meteorologi Dunia (WMO).

Tak hanya itu, saat gelombang panas, kenaikan suhu di suatu lokasi melebihi suhu maksimum harian, misalnya 5 derajat lebih panas dari rata-rata klimatologis suhu maksimum.

Bukan Gelombang Panas

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, fenomena udara panas yang terjadi belakangan di Indonesia jika ditinjau secara mendalam dengan sejumlah penjelasan di atas tidak termasuk dalam kategori gelombang panas.

Sementara itu, Badan Meteorologi di negara-negara Asia seperti Myanmar, Bangladesh, India, China, Thailand, hingga Laos telah melaporkan suhu panas lebih dari 40 derajat Celcius.

Badan Meteorologi China melaporkan lebih dari 100 stasiun cuaca di China mencatat suhu tertinggi sepanjang sejarah di bulan April ini. Senada, di Jepang suhu juga melonjak sangat panas. Demikian juga di Kumarkhali, kota di Distrik Kusthia, Bangladesh tercatat suhu maksimum harian mencapai 51,2 derajat Celcius pada 17 April 2023.

“Suhu panas bulan April di wilayah Asia secara klimatologis dipengaruhi oleh gerak semu matahari. Namun, lonjakan panas di wilayah sub-kontinen Asia Selatan, kawasan Indochina dan Asia Timur pada tahun 2023 ini termasuk yang paling signifikan lonjakannya,” kata Dwikorita dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (25/4).

Perubahan Iklim Pemicu Gelombang Panas

Para pakar iklim menyimpulkan, tren pemanasan global dan perubahan iklim yang terus terjadi hingga saat ini berkontribusi menjadikan gelombang panas semakin berpeluang terjadi lebih sering.

Cuaca terik juga terjadi di Indonesia dengan suhu maksimum harian mencapai 37,2 derajat Celcius. Suhu tertinggi juga tercatat di beberapa lokasi dengan kisaran suhu 34 hingga 36 derajat Celcius.

Suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun.

“Sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya,” ucap Dwikorita.

Secara indikator statistik suhu kejadian, lonjakan suhu maksimum mencapai 37,2 derajat Celcius melalui pengamatan stasiun BMKG di Ciputat hanya terjadi satu hari di tanggal 17 April 2023.

Sementara suhu tinggi tersebut sudah turun dan kini suhu maksimum teramati berada dalam kisaran 34 hingga 36°C di beberapa lokasi.

Variasi suhu maksimum 34 hingga 36 derajat Celcius untuk wilayah Indonesia masih dalam kisaran normal klimatologi daripada tahun-tahun sebelumnya. Secara klimatologis untuk Jakarta mengalami puncak suhu maksimum di bulan April, Mei, Juni.

Saat beraktivitas di luar ruang dan cuaca terik, gunakan tabir surya untuk lindungi kulit. Foto: Shutterstock

Musim Kemarau hingga Oktober

Prakirawan BMKG Iqbal Fathoni juga menyatakan suhu maksimum harian relatif cukup tinggi terjadi hingga musim kemarau berakhir (sekitar Oktober).

Saat ini sebagian besar wilayah Indonesia akan memasuki awal musim kemarau di mana tingkat perawanan akan cukup rendah pada siang hari. “Sehingga masyarakat diimbau tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas siang hari,” kata dia kepada Greeners, Selasa (25/4).

Kondisi suhu udara yang terik kerap kali dikaitkan dengan fluktuasi radiasi ultraviolet (UV) dari sinar matahari. “Perlu menjadi perhatian bahwa indeks UV ekstrem akan berbeda dalam tiap jam. Biasanya yang berbahaya berada pada kisaran pukul 12.00 hingga 13.00 waktu setempat,” ungkapnya.

Faktor cuaca lainnya seperti berkurangnya tutupan awan dan kelembapan udara dapat memberikan kontribusi lebih terhadap nilai indeks UV. Cuaca cerah-berawan pagi hingga siang hari berpotensi menyebabkan indeks UV pada kategori “very high” dan “extreme” di siang hari.

BMKG mengimbau masyarakat agar tak perlu panik menyikapi informasi UV harian tersebut. Masyarakat agar selalu memakai pelindung atau tabir surya saat melakukan aktivitas di luar ruangan.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top