Dua Perusahaan Penyebab Kebakaran Hutan Dapat Dukungan Pihak Asing

Reading time: 3 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Friends of the Earth (FoE) Internasional baru-baru ini meluncurkan sebuah laporan yang menemukan adanya dukungan finansial dari investor Amerika Serikat dan Uni Eropa terhadap sejumlah perusahaan perkebunan yang menyebabkan kebakaran di Indonesia.

Laporan bertajuk Up in Smoke: Failures in Wilmar’s Promise to Clean Up the Palm Oil Business tersebut ditulis bersama oleh FoE Eropa, FoE Belanda (Milieudefensie), FoE Amerika dan WALHI (FoE Indonesia) berdasarkan pada penelitian terhadap lima perusahaan perkebunan sawit yang dimiliki oleh Bumitama dan Wilmar International di Indonesia.

“Dalam laporan tersebut memang menyatakan bahwa belum ada bukti yang menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut memulai kebakaran yang parah, namun mereka secara hukum bertanggung jawab atas kebakaran yang terjadi di perkebunan mereka,” ujar Arie Rompas, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Tengah -FoE Indonesia, dalam laporannya yang diterima Greeners, Jakarta, Kamis (10/12).

Meskipun kedua perusahaan tersebut telah mengadopsi kebijakan tidak membakar dan tidak mengeksploitasi gambut (no burning and no exploitation on peat) yang mereka buat sendiri, namun laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa kedua perusahaan tersebut telah secara sistematis melanggar hukum nasional dan internasional dengan mengembangkan kelapa sawit di lahan gambut, menghancurkan wilayah berkandungan karbon tinggi atau High Carbon Stock (HCS) dan membiarkan kebakaran terjadi di wilayah kerja mereka.

“Kebakaran di tahun 2015 menyebabkan masalah kesehatan dan lingkungan hidup bagi ratusan ribu orang di Indonesia dan negara-negara tetangga. Pada hari-hari tertentu bahkan emisi dari kebakaran lahan-hutan saja mencapai 97 persen dari total emisi Indonesia. Kami mendesak para pemimpin dunia yang berkumpul di Paris saat ini, untuk menuntut tanggung gugat perusahaan untuk menghentikan kebakaran di wilayah mereka,” tegasnya.

Selain itu, laporan ini juga membuktikan, dua perusahaan tersebut didanai oleh institusi finansial dari Inggris, Belanda, Perancis, dan Amerika Serikat, termasuk beberapa bank internasional utama, meski institusi-institusi keuangan tersebut masing-masing memiliki kebijakan terkait keberlanjutan lingkungan dan sosial.

Anne van Schaik, Pengkampanye dari FoE Eropa, menyatakan bahwa bank-bank dan Dana Pensiun di Inggris, Belanda, Perancis dan Amerika Serikat tetap memberikan pembiayaan secara langsung kepada Bumitama dan Wilmar.

“Laporan ini menunjukkan sekali lagi bahwa sektor industri sawit di Indonesia merupakan industri beresiko, karena komitmen sukarela perusahaan sangat mudah hilang dalam asap,” tuturnya.

Sedangkan pada level global, tambahnya, mesti ada solusi yang disepakati dalam negosiasi iklim di Paris yang bermanfaat bagi lingkungan hidup dan masyarakat di bumi. Anne menyarankan, institusi finansial yang berhubungan dengan Wilmar dan Bumitama harus menarik bantuan keuangan terhadap dua perusahaan ini, pemerintah Uni Eropa dan Amerika Serikat harus meregulasi institusi keuangan tersebut, serta aturan baru dan mengikat untuk korporasi transnasional dan institusi keuangan mesti dibuat.

“Bersamaan dengan berkumpulnya berbagai organisasi masyarakat sipil, pemerintahan dunia dan perusahaan di Paris dalam negosiasi iklim, grup Friends of the Earth menegaskan bahwa kita tidak bisa memercayai kebijakan-kebijakan yang bersifat sukarela (voluntary policy) dari perusahaan dan institusi pembiayaan. Friends of the Earth juga mendesak pemerintah Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk memberlakukan peraturan yang kuat dan mengikat secara hukum untuk menghentikan kebakaran,” pungkasnya.

Sebagai informasi, beberapa waktu sebelumnya, Walhi sempat menyatakan, berdasarkan hasil temuannya, terdapat jejak-jejak api korporasi usaha besar di sejumlah wilayah dengan dampak terparah yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.

Dalam temuan itu, Walhi menyebut sebanyak 27 perusahaan Wilmar Group berkontribusi besar atas terjadinya kebakaran hebat di empat provinsi yaitu Jambi, Sumsel, Riau, dan Kalteng. Sebagian besar titik api yang ditemukan berada dalam konsesi perusahaan, yaitu anak perusahaan dan pemasoknya, terutama hutan tanaman industri (HTI) sebanyak 5.669 titik api dan perkebunan kelapa sawit sebanyak 9.168 titik api.

Wilmar Group, holding perusahaan yang memiliki anak usaha yang bergerak di industri penghasil minyak mentah (CPO), menampik tudingan dari Walhi tersebut. Corporate Secretary Wilmar Group Johannes dalam keterangan resminya sangat menyesalkan jika ada pihak-pihak yang berusaha mencari keuntungan di tengah musibah kebakaran hutan di Indonesia.

“Kami tidak tahu dari mana data yang diperoleh Walhi mengenai 27 perusahaan perkebunan Wilmar yang dinyatakan paling banyak berkontribusi terhadap kebakaran lahan itu,” ujarnya seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya.

MP Tumanggor, Komisaris Wilmar Group juga sempat membeberkan data perusahaan yang dimiliki Wilmar Group di empat provinsi tersebut. Total ada 13 perusahaan; dengan rincian di Kalteng, ada tujuh perusahaan, yaitu PT Kerry Sawit, PT Mustika Sembuluh, PT Bumi Sawit Kencana, PT Sarana Titian Permata, PT Mentaya Sawit Mas, PT Kurnia Kencana Permai Sejati, dan PT Rimba Harapan Sakti.

Kemudian di kawasan Sumsel ada empat perusahaan perkebunan, yakni Agro Palindo Sakti, Buluh Cawang Plantation, Musi Banyuasin Indah, dan Tania Selatan, serta PT Murini Samsam dan PT Sinarsiak Dian Permai (kedua perusahaan ini berada di Riau).

“Wilmar Group merupakan perusahaan yang berkomitmen tinggi terhadap kelestarian sawit yang berkelanjutan. Hal tersebut dibuktikan dengan keikutsertaan Wilmar menandatangani semua syarat sawit lestari, seperti RSPO dan ISPO sehingga Wilmar termasuk lima perusahaan pemrakarsa sawit lestari,” tegasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top