Ecoton Temukan Ikan di Sungai Pulau Jawa Mengandung Mikroplastik

Reading time: 3 menit
Ikan yang mengandung mikroplastik membahayakan kesehatan manusia. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menemukan ikan di sungai Pulau Jawa mengandung mikroplastik. Hal ini terungkap dari riset yang Ecoton lakukan pada tiga sungai besar di Pulau Jawa pada Januari-Maret 2021. Tiga sungai tersebut yakni Brantas, Bengawan Solo dan Citarum.

Peneliti Ecoton Eka Chlara Budiarti mengatakan, selain sebagai bahan baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), air sungai di Jawa menjadi sumber irigasi. Dari fungsi itu, mampu memasok lebih dari 50 % stok pangan nasional.

“Namun saat ini ada ancaman serius berupa mikroplastik yang mencemari sungai-sungai di Pulau Jawa,” katanya dalam keterangannya kepada Greeners, baru-baru ini.

Dari hasil temuan tersebut, Ecoton mengidentifikasi lebih lanjut untuk memastikan kandungan mikroplastik pada ikan yang hidup di sejumlah lokasi tersebut. Beberapa sampel jenis ikan kemudian Ecoton ambil dan identifikasi di laboratorium miliknya. Hasilnya menunjukkan bahwa seluruh sampel ikan positif mengandung mikroplastik.

Chlara mengungkapkan, berdasarkan seluruh sampel ikan yang Ecoton telah teliti, di Sungai Brantas terdapat mikroplastik sebanyak 42 partikel per ikan. Kemudian untuk Sungai Bengawan Solo ada sebanyak 20 partikel per ikan, serta di Sungai Citarum yaitu 68 partikel per ikan.

Tak hanya sampai di situ, penelitian Ecoton juga berlanjut untuk mengidentifikasi ikan yang hidup di Kepulauan Seribu. Dalam penelitian pada akhir Agustus 2021, ada 11 jenis ikan hasil tangkapan nelayan teridentifikasi dan seluruhnya mengandung mikroplastik dengan rata-rata 167 partikel per ikan.

Ikan Mikroplastik Ancaman Bagi Kesehatan

Berdasarkan penelitian, ikan-ikan yang mengandung mikroplastik tidak layak konsumsi. Kandungan mikroplastik dalam tubuh ikan itu akan mengancam kesehatan manusia. Mikroplastik termasuk dalam kategori endocrine disruption chemical (EDC) yang merupakan bahan kimia pengganggu hormon.

“Kandungan kimia berbahaya EDC dalam mikroplastik mampu mengganggu hormon manusia. Mikroplastik juga mampu menjadi vektor bakteri patogen atau bakteri infeksius yang bisa menginfeksi jika tidak sengaja masuk ke dalam tubuh manusia,” papar Chlara.

Selain itu apabila mikroplastik ini masuk ke dalam tubuh manusia dapat terjadi iritasi pada saluran pencernaan maupun saluran pernafasan. Lebih menakutkan lagi dapat memicu tumbuhnya sel kanker pada tubuh.

“Potensinya yakni bisa secara fisik, kimiawi dan biologi. Secara fisik, mikroplastik akan masuk dalam tubuh kita dan mampu mengiritasi baik saluran pencernaan maupun saluran pernafasan. Jika terakumulasi banyak di dalam tubuh akan mengendap dan memicu terbentuknya jaringan sel kanker,” ungkapnya.

Chlara melanjutkan sementara secara kimiawi, mikroplastik ini dapat mengikat polutan atau senyawa berbahaya yang berada di sekitarnya. Sehingga apabila manusia konsumsi akan sangat berbahaya bagi tubuh.

“Potensi kedua yakni secara kimiawi, mikroplastik mampu mengikat polutan atau senyawa berbahaya di sekitarnya seperti pestisida, logam berat, detergen, persistent organic pollutants (POPs) dan sebagainya,” katanya.

Ecoton meriset ikan mengandung mikroplastik dari tiga sungai di Pulau Jawa. Foto: Ecoton

Perlu Aturan Kuat Kurangi Penggunaan Plastik

Melihat hasil penelitian tersebut, Chlara meminta kepada pemerintah untuk dapat mengendalikan polusi plastik. Ia juga berpesan agar masyarakat pun berhenti menggunakan segala macam produk sekali pakai yang terbuat dari plastik.

“Pemerintah harus mengendalikan polusi plastik dan masyarakat harus mulai menghentikan penggunaan plastik sekali pakai seperti sedotan, tas kresek, styrofoam, botol air minum sekali pakai dan sachet agar volume sampah plastik bisa berkurang,” tuturnya.

Founder Ecoton Prigi Arisandi mengungkapkan, alasan ikan-ikan tersebut mengandung mikroplastik yakni ada sebanyak 2,6 juta ton sampah plastik yang masyarakat buang dari daratan ke sungai hingga menuju laut lepas.

“Hal ini memperlihatkan laut merupakan “tempat sampah” terakhir dari pencemaran sungai. Sedangkan sungai adalah akses utama adanya sampah plastik di lautan lepas,” katanya saat Greeners hubungi dari Jakarta, Selasa (30/11).

Dengan temuan tersebut, Prigi juga menyampaikan pihaknya mendesak seluruh pemerintah provinsi di Pulau Jawa segera menerbitkan peraturan daerah yang dapat mengatur larangan penggunaan plastik ini.

“Di Jawa Timur baru Gresik yang punya peraturan daerah (perda) larangan plastik. Ecoton mendesak Pemerintah Provinsi di Jawa untuk segera membuat perda larangan atau pengurangan penggunaan plastik sekali pakai,” tandasnya.

Penulis : Fitri Annisa

Top