Emil Salim: Swasta Boleh Kelola Air di Indonesia

Reading time: 2 menit
Emil Salim. Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Pada awal bulan Juli 2015 lalu, pemerintah telah menghapus pasal yang mengatur tentang klausul investor luar negeri untuk tidak boleh terlibat dalam industri pengusahaan air dalam Rancangan Peraturan Perundangan Pengusahaan Sumber Daya Air (RPP PSDA). Aturan ini sendiri merupakan aturan pelaksana UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang kembali berlaku setelah UU Sumber Daya Air (SDA) No. 7 Tahun 2014 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada Februari 2015 lalu.

Menanggapi hal ini, Menteri Lingkungan Hidup pertama di era kabinet Pembangunan III tahun 1978- 1983, Profesor Emil Salim mengatakan bahwa mengenai pengelolaan air, siapapun bisa berperan termasuk pihak swasta. Sedangkan untuk pengelolaan sumber mata air sendiri harus dikelola oleh pemerintah.

“Ini harus dibedakan, banyak orang tidak mengerti antara pengelolaan sumber daya air dan pengelolaan air. Kalau untuk sumber daya air (mata air) pemerintah harus berkonsentrasi pada hal itu. Tapi, kalau untuk mengelola airnya, swasta sangat bisa dan boleh mengelolanya,” tegas Emil kepada Greeners di Jakarta, Kamis (08/07).

Mengenai keterlibatan pihak swasta baik asing maupun swasta dalam negeri yang ingin mengelola air di Indonesia, Emil berpendapat bahwa selama pihak swasta itu tidak menguasai sumber mata air, maka boleh saja mereka (swasta) melakukan pengelolaan air tersebut.

“Sumber mata air itu harus dilestarikan dan dikuasai oleh negara. Sumber air itu kan unik, tidak ada di sembarang tempat. Mata air itu tidak bisa dibikin, itu alami. Jadi jangan dikomersilkan apalagi untuk kebutuhan pribadi. Tetapi air yang mengalir kemudian, itu bisa di komersialkan atau diswastakan,” tukasnya.

Sebagai informasi, menurut hasil penelitian dari Amrta Institute, secara umum keterlibatan pihak swasta yang masuk dalam dua jenis industri air adalah Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) atau air perpipaan untuk sambungan ke rumah.

Di sektor AMDK, Indonesia memiliki potensi bisnis yang besar. Posisi Indonesia adalah negara nomor empat pengkonsumsi AMDK terbesar di dunia. Jika menggunakan acuan harga pasar merek AMDK “Aqua”, pada tahun 2014 omzet AMDK mencapai Rp 61,6 triliun.

Dominasi asing dalam bisnis AMDK, berdasarkan perhitungan yang konservatif, mencapai 76 persen. Keterlibatan swasta dalam negeri dalam bisnis AMDK hanya sekitar 24 persen. Sementara pemerintah hampir sepenuhnya tidak terlibat di sektor AMDK.

Berbeda dengan sektor AMDK, sektor SPAM masih sedikit dimasuki swasta. Berdasarkan jumlah sambungan, swasta baru berkontribusi sebesar 15,3 persen dari total sambungan. Layanan air perpipaan masih didominasi oleh perusahaan milik pemerintah (BUMN/BUMD). Bentuk skema kerja sama dengan swasta beraneka ragam, seperti konsesi, BOT, BOOT, dan sebagainya. Konsesi penuh diberlakukan di DKI Jakarta dan Batam.

Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan pemerintah telah merampungkan pembahasan Rancanang Peraturan Pemerintah Sumber Daya Air (SDA) untuk menggantikan UU SDA yang dicabut oleh Mahkamah Konstitusi.

Basuki menyebut dengan PP tersebut pihak swasta baik dalam negeri maupun asing masih diperbolehkan memanfaatkan sumber daya air. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah tentu akan memiliki saham dominan dari setiap pengelolaan air dan negara juga akan melakukan pengawasan lebih ketat terhadap swasta.

Penulis: Danny Kosasih

Top