Energi Terbarukan Indonesia Masih Jauh dari Target

Reading time: 2 menit
energi terbarukan indonesia
Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Jakarta (Greeners) – Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) berpandangan jika perkembangan energi terbarukan di Indonesia masih jauh dari target. Pasalnya, ada beberapa target dan regulasi yang masih belum bisa tercapai, seperti pencapaian energi terbarukan (listrik dan non-listrik) sampai akhir 2018 baru mencapai 8% dari bauran energi nasional dari target 23% yang ditetapkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan di bawah target 16% dalam RPJMN 2015-2019. Selain itu RUU Migas dan RUU Minerba juga belum dituntaskan oleh DPR dan pemerintah.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa pemerintah masih mengejar target tersebut hingga saat ini. Target 23% energi paling banyak disumbang dari listrik dan bahan bakar cair.

“Untuk bahan bakar cair tentunya sudah ada B20 dan akan mengarah ke B30. Lalu, ke depannya ada wacana mengembangkan green diesel walaupun belum tahu green diesel itu seperti apa. Saya kira itu akan mendorong energi terbarukan bahan bakar. Tapi listrik perlu didorong karena masih tertinggal, kita target 35GW sampai tahun 2035,” ujar Fabby kepada Greeners.co usai acara “Outlook Energi dan Pertambangan Indonesia 2019” di Jakarta, Kamis (17/01/2019).

BACA JUGA: IESR: Prospek Energi Terbarukan Tahun 2019 Akan Lebih Suram 

Fabby mengatakan sepanjang tahun 2015-2018, kapasitas pembangkit energi terbarukan tumbuh rata-rata dibawah 250 MW per tahun, lebih rendah dari pertambahan pada periode 2010-2014. Kondisi ini akan membuat pemerintah lebih berat mengejar target 23% bauran energi terbarukan pada 2025 untuk memenuhi amanat PP No. 79/2014 dan Perpres No. 22/2017.

“Untuk itu pemerintah perlu menyusun strategi, rencana dan target tahunan untuk mencapai target bauran energi terbarukan sesuai amanat Undang-undang Energi, Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan RUEN,” ujar Fabby.

Inkonsistensi dalam kebijakan dan regulasi yang terkait energi terbarukan dalam dua tahun terakhir telah meningkatkan risiko bagi investor dan pengembang energi terbarukan. Persoalan ini yang membuat investor asing pindah ke negara lain yang regulasinya dinilai lebih jelas bagi investor.

“Salah satu penghambat industri energi terbarukan adalah inkonsistensi regulasi. Dalam satu hingga dua tahun terakhir ini sudah 3 kali ganti Permen ESDM terkait dengan energi terbarukan. Sementara pihak asing mau investasi sudah menyiapkan aturan yang sebelumnya terus sudah ganti lagi ketentuannya. Jadi pemerintah harusnya berpikir makro, bahwa kunci suksesnya itu bukan saja regulasi tapi adanya uang dan investor,” kata Fauzi Imron selaku anggota IMEF sekaligus perwakilan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) bidang Energi Baru dan Terbarukan.

BACA JUGA: Potensi Energi Terbarukan Melimpah, Pemanfaatannya Belum Maksimal 

Fauzi mengatakan pembangunan listrik dari energi terbarukan oleh swasta sangat bergantung pada kesediaan dan kemauan PT PLN sebagai pemegang wilayah usaha dan pemilik jaringan listrik.

“Tapi mereka gagal meningkatkan pertumbuhan pembangunan energi terbarukan. Apakah kita mau bergantung terus dengan PT PLN kalau seperti ini?” kata Fauzi.

Penulis: Dewi Purningsih

Top