Harimau Sumatra Mati Dibunuh dan Dikuliti di Rokan Hulu Riau

Reading time: 3 menit
Perburuan ilegal mengakibatkan kematian seekor harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) di Rokan Hulu. Foto: BBKSDA Riau
Perburuan ilegal mengakibatkan kematian seekor harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) di Rokan Hulu. Foto: BBKSDA Riau

Jakarta (Greeners) – Sebuah kasus perburuan ilegal yang mengakibatkan kematian seekor harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) terjadi di Desa Tibawan, Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Sebanyak enam orang jadi tersangka dalam kasus ini.

Pada 2 Maret 2025, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menerima laporan mengenai seekor harimau sumatra yang terjerat di lokasi tersebut. Segera, BBKSDA Riau berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan masyarakat setempat untuk memverifikasi laporan serta mengamankan area sekitar.

Setibanya tim BBKSDA pada 3 Maret 2025, harimau yang terjerat itu tidak ada di lokasi. Namun, tim menemukan bukti yang mengarah pada tindakan perburuan ilegal, seperti tali jerat yang terputus.

Berdasarkan penyelidikan oleh BBKSDA Riau bersama Polsek Rokan IV Koto, Koramil Rokan IV Koto, dan Yayasan Arsari, enam orang berhasil mereka amankan. Mereka diduga terlibat dalam pembunuhan, pengangkutan, dan pengulitan harimau sumatra.

Barang bukti yang mereka temukan di lokasi antara lain parang, tali jerat, tulang belulang, kulit, dan daging harimau, handphone, serta satu unit mobil untuk mengangkut bangkai harimau tersebut.

Tim penyelidikan kemudian menangkap tiga tersangka di depan Kantor Koramil Rokan IV Koto. Mereka adalah RZ (32), SN (58), dan LP (30). Dari keterangan mereka, harimau tersebut telah mereka bunuh dan mereka angkut keluar desa menggunakan mobil Toyota Innova hitam.

Penyelidikan lebih lanjut membawa tim gabungan untuk menemukan dua tersangka lainnya, ZT (54) dan EM (38). Kedua tersangka tersebut sedang menguliti harimau di Dusun Kubudiono, Desa Cipang Kiri, sekitar 20 km dari lokasi jerat. Selain itu, pelaku utama berinisial EN (60) juga berhasil tim amankan di Polsek Rokan IV Koto.

Dengan demikian, total tersangka yang telah ditahan dalam kasus ini menjadi enam orang.

Perburuan ilegal mengakibatkan kematian seekor harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) di Rokan Hulu. Foto: BBKSDA Riau

Perburuan ilegal mengakibatkan kematian seekor harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) di Rokan Hulu. Foto: BBKSDA Riau

Peringatan Serius

Kementerian Kehutanan menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas terjadinya peristiwa perburuan ilegal yang mengakibatkan kematian seekor harimau sumatra. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Satyawan Pudyatmoko, menyatakan bahwa kejadian ini menjadi peringatan serius terhadap ancaman yang masih dihadapi oleh spesies langka tersebut.

“Kami menegaskan kembali komitmen kami, Kementerian Kehutanan dalam melindungi keanekaragaman hayati Indonesia,” ujar Satyawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/3).

Satyawan mengecam keras tindakan perburuan ilegal ini. Ia menegaskan bahwa siapa pun yang terbukti terlibat akan diproses hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang mengancam pelaku dengan hukuman pidana.

β€œKejadian ini adalah tragedi bagi konservasi satwa liar Indonesia. Kementerian Kehutanan berkomitmen untuk menindak tegas setiap pelaku perburuan dan perdagangan ilegal harimau sumatra dan satwa liar lainnya. Kemudian, juga terus memperkuat langkah-langkah perlindungan satwa liar melalui patroli intensif, peningkatan kesadaran masyarakat, serta kerja sama dengan berbagai pihak,” katanya.

Merusak Ekosistem

Kematian harimau sumatra dapat merusak ekosistem secara keseluruhan. Sebagai spesies kunci dan predator puncak, harimau berperan penting dalam menjaga keseimbangan rantai makanan. Dalam konteks ini, harimau bisa dianalogikan sebagai pemimpin dalam masyarakat. Jika harimau punah, semua yang ada di bawahnya akan terganggu.

Menurut peneliti dan aktivis lingkungan, Rheza Maulana, harimau memiliki tugas untuk memangsa satwa lain. Satwa ini berperan dalam mencegah terjadinya overpopulasi spesies lain.

β€œManusia sering mengeluh jika ada overpopulasi satwa seperti monyet, ular, atau babi, karena bisa merusak sawah mereka. Padahal, itu sebenarnya adalah tugas harimau untuk memastikan populasi satwa lain tetap seimbang,” ujar Rheza kepada Greeners, Jumat (7/3).

Selain itu, satwa-satwa herbivora cenderung menjauhi wilayah jelajah harimau. Hal ini berdampak pada tumbuhnya vegetasi di daerah tersebut, karena tanpa ada hewan pemakan tumbuhan, pepohonan dapat tumbuh lebih lebat dan rimbun. Seiring dengan tumbuhnya hutan yang lebat, produksi oksigen meningkat dan serapan air pun menjadi lebih baik, sehingga risiko banjir dan longsor dapat berkurang.

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan tantangan besar dalam pelestarian harimau dan satwa liar lainnya. Rheza berharap masyarakat tidak lagi melihat satwa liar sebagai “aji mumpung” yang bisa diburu dan dijual.

“Masalahnya, mengubah pandangan ini sangat sulit, apalagi jika melibatkan orang dewasa yang menjadi pelaku langsung, seperti pemburu, ataupun yang tak langsung, yaitu pembeli,” tambahnya.

Di samping itu, Rheza menambahkan bahwa sering kali muncul bantahan yang menyebutkan bahwa alam tidak aman. Padahal, yang menyebabkan alam tidak aman justru adalah para pemburu dan pembeli satwa liar.

Meski demikian, menurutnya, semua tetap harus berupaya mewujudkan harapan ini. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui sosialisasi dan edukasi, terutama kepada anak-anak yang tinggal di sekitar hutan.

“Dengan mengedukasi mereka sejak dini, mereka dapat tumbuh dengan pemahaman dan kepedulian yang lebih terhadap pelestarian satwa liar dan lingkungan,” imbuh Rheza.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top