Isi dan Guna Ulang Solusi Tepat Kurangi Plastik

Reading time: 2 menit
Konsumen membeli produk dengan refill. Cara ini efektif mengurangi sampah plastik. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) menilai guna ulang (reuse) yang di dalamnya ada aktivitas isi ulang (refill) menjadi solusi tepat mengurangi plastik. Cara ini bisa menekan laju plastik di hulu.

Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik Tiza Mafira menilai, reuse merupakan salah satu solusi yang paling tepat dalam memerangi pengurangan plastik di Indonesia ini.

“Guna ulang itu tidak hanya digunakan dua kali, tapi dipakai dicuci berulang kali. Sesimpel itu, beda dengan daur ulang yang sekali pakai dicacah didaur ulang. Jadi prosesnya itu ada proses kimia industrial,” kata Tiza dalam konferensi pers jelang Pawai Bebas Plastik 2023, Kamis (27/7).

Data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) serta Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, sampah plastik di Indonesia jumlahnya mencapai 64 juta ton per tahun. Pemerintah pun menargetkan penanganan sampah plastik hingga 70 persen pada tahun 2025.

Sejalan dengan itu, lahir Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Aturan tersebut mewajibkan produsen melakukan reduce, reuse, recycle (3R) untuk membatasi lima jenis plastik hingga akhir tahun 2029.

Berdasarkan pendekatan ini, pemerintah tidak hanya mendorong produsen dalam meredesain kemasannya, tetapi juga memberikan alternatif lain yaitu konsep reuse.

Tiza menegaskan, dalam mengimplementasikan guna ulang perlu infrastruktur atau fasilitas pendukung yang kuat. Misalnya penyediaan kran air minum di fasilitas umum dan mesin isi ulang produk pangan olahan di supermarket.

Sebab, ketika masyarakat telah terfasilitasi tentu akan mudah dalam memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan sistem guna ulang.

Guna Ulang Perlu Fasilitas Kuat

Menurut Tiza, untuk mendorong inisiatif masyarakat membawa wadah sekali pakai perlu fasilitas yang memadai.

“Pendekatan ini bisa sangat efektif jika dilengkapi oleh infrastruktur pendukung yang kuat. Seperti transportasi, penjemput dan sistem guna ulangnya pun harus siap di mana-mana,” lanjut Tiza.

Sejumlah produsen khususnya dalam sektor manufaktur telah mencoba sistem guna ulang ini dalam bisnis mereka. Misalnya penyediaan isi ulang produk pangan olahan dalam bentuk mesin isi ulang yang kini telah beroperasi di beberapa supermarket.

Baru-baru ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun menerbitkan aturan sistem isi ulang untuk produk kosmetik dan personal care.

Direktur Ekskutif GIDKP Tiza Mafira dalam konferensi pers Pawai Bebas Plastik 2023 di Jakarta, Kamis (27/7). Foto: Greenpeace

Benahi Tata Kelola dan Kebijakan

Pengkampanye Polusi dan Urban Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Abdul Ghofar mengatakan, masalah sampah plastik sangat erat kaitannya dengan tata kelola dari berbagai aspek.

“Masalah sampah plastik berkaitan dengan tata kelola aspek perencanaan, kebijakan, evaluasi yang kurang berjalan maksimal. Pemerintah baik level nasional dan daerah perlu melakukan perbaikan dari segi tata kelolanya,” ungkap Ghofar.

Oleh sebab itu, aturan bebas plastik perlu selaras antara masalah, solusi, dan tata kelola hingga aturan-aturan sehingga tidak menambah masalah baru. Sebab, saat ini sebagian besar aturan hanya fokus pada penanganan di hilir. Padahal lanjut Gofar, perlu perbaikan tata kelola pengurangan di hulu.

Tata kelola ini perlu berjalan ambius dan progresif untuk mengurangi sampah. Pengelolaan tersebut harus dengan perencanaan matang, implementasi terkontrol, pengendalian program, dan anggaran yang memadai.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top