Bali (Greeners) – Indonesia harus memastikan dapat mengatasi persoalan sampah menjelang konferensi tingkat tinggi G20 mendatang. Apalagi Indonesia mengemban tugas sebagai Presidensi G20. Bali yang menjadi lokasi pertemuan G20 nanti juga harus memastikan bebas sampah.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong mengatakan, untuk itu penting pemasangan jaring penangkap sampah. Hal ini untuk mengantisipasi sampah-sampah kiriman dari luar Bali. Antisipasi tersebut menyusul pelaksanaan Presidensi G20 oleh Indonesia yang berlangsung di Bali.
“Sampah laut itu bergantung musim. Jadi musim dia terbawa dari daerah lain lalu masuk ke sini (pantai di Bali). Makanya upaya itu (pasang penangkap sampah) harus kita lakukan agar tak mengotori pantai kita,” katanya saat Aksi Bersih Mangrove di Bali, Sabtu (29/1).
Maraknya sampah di kawasan pantai di Bali merupakan imbas dari pencemaran sampah dari hulu ke hilir. Alue Dohong mengingatkan, agar masyarakat tak lupa akan pencemaran sampah di bagian hulu yang menyumbang lebih besar dibanding bagian hilir. Ia menyebut, 50 % sumber sampah berasal dari rumah tangga.
“Artinya penanganan hulu tak kalah penting, mulai dari pilah pilih sampah di rumah tangga, pembangunan TPS 3R, TPST agar timbulan sampah minimum,” ungkapnya.
Pantai Bali Dapat Sampah Kiriman
Pada akhir 2021 lalu, sekitar 1.200 ton sampah menerjang 12 titik pantai selatan Bali. Sampah kiriman yang terbawa arus laut berhasil Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung kumpulkan. Dua belas pantai itu yakni Pantai Seseh, Canggu, Cemagi, Berawa, Batu Belig, Petitenget, Seminyak, Legian, Kuta, Kedonganan, Jerman, serta Jimbaran.
Kepala Bidang Pengelolaan Kebersihan dan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung Putu Suantara mengungkapkan, sampah tersebut berhasil mereka kumpulkan lewat pembersihan selama dua minggu.
Ia menyatakan, berbagai sampah yang mereka temukan berasal dari luar Bali. Hal ini terlihat dari temuan baju pramuka dari sekolah di Jember. Sampah tersebut perkiraannya merupakan sampah kiriman dari berbagai lokasi yang bergerak ke Kecamatan Kuta Utara, di Pantai Berawa.
Bali Harus Benahi Komitmen Bebas Sampah
Sementara itu, Founder sekaligus Ketua Malu Dong Buang Sampah Sembarangan, Komang Sudiarta menyatakan, pada bulan-bulan akhir hingga awal tahun sampah yang berasal dari hulu mengalir karena angin sehingga menumpuk ke pantai bagian selatan.
Menurut Komang pemerintah sebaiknya tak sekadar menuduh atau menyalahkan pihak luar Bali terkait pencemaran sampah tersebut. “Kecuali kalau memang dipastikan dulu Bali memang nol sampah, baru bisa menuduh pihak lain,” kata Komang.
Prioritas yang sebaiknya pemerintah lakukan dalam penanganan sampah mengacu pada konsistensi untuk melakukan edukasi, sosialisasi dengan berbagai pendekatan. “Menurut saya pemerintah seharusnya memastikan agar mereka tak membuang sampah di sungai, hadirnya TPS hingga TPS 3R kalau tanpa pendekatan dan edukasi yang tepat ya sama saja,” paparnya.
Ia menjelaskan, masih banyak masyarakat yang masih membuang sampah ke sungai atau ke tebing dengan alasan ketidaktahuan mereka untuk membuangnya. Untuk itulah pemerintah seharusnya melakukan penanganan terhadap sampah di bagian hulu.
Salah satunya, sambung dia dengan membuat pembatas sampah di setiap pembatas wilayah. Pembatas tersebut bisa dari kota atau kabupaten, kecamatan hingga tingkat desa dan dusun. “Ini dilakukan agar air tidak dipakai sebagai transportasi sampah,” ujarnya.
Pemerintah tambahnya, juga harus memberikan sanksi yang tegas bagi masyarakat yang membuang sampah sembarangan. Komang mendorong pentingnya pelibatan dan pengawasan sesama elemen masyarakat, seperti halnya komunitas dan hukum adat.
“Ini dilakukan agar masyarakat semakin jera. Harusnya mereka malu lah buang sampah sembarangan mengingat itu bisa merusak alam,” tandasnya.
Penulis : Ramadani Wahyu