Kadar Dioksin Telur Ayam Kampung Salah Satu Desa di Karawang Tinggi

Reading time: 3 menit
Telur yang mengandung dioksin berbahaya bagi kesehatan manusia. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Telur ayam kampung lepas liar di salah satu desa di Karawang, Jawa Barat tercemar racun berbahaya. Salah satunya mengandung dioksin dengan kadar yang sangat tinggi. Hal ini terungkap dari hasil penelitian terbaru Nexus 3 dan Arnika Association yang mereka lakukan di tahun 2021.

Tim peneliti menemukan produksi kapur di sebuah desa di Kawarang menggunakan bahan bakar dari sampah plastik dan ban bekas.

Lalu para peneliti dari Nexus3 dan Arnika mengumpulkan dan menganalisis sejumlah sampel yang terdiri dari abu pembakaran sampah, dan sampel tanah. Selain itu juga telur dari ayam kampung di sekitar lokasi tungku pembakaran kapur.

Hasilnya, tim temukan zat beracun dalam sampel abu, tanah, dan telur dari sebuah desa di Karawang imbas pembakaran sampah plastik dan ban bekas sebagai bahan bakar produksi kapur.

Kontaminasi polutan organik persisten yang sengaja ditambahkan ke dalam plastik atau zat yang dihasilkan selama pembakaran sampah plastik seperti dioksin merugikan lingkungan dan kesehatan manusia.

Direktur Program dari Arnika – Program Racun dan Limbah, Jindrich Petrlik mengatakan, telur yang ayam kampung hasilkan menjadi indikasi yang baik dalam penelitian ini.

Ayam kampung yang tumbuh di sekitar kawasan produksi kapur kerap kali makan di atas tanah yang rentan akan paparan zat beracun. Sementara kawasan produksi kapur bersebelahan dengan rumah warga.

Peneliti memaparkan hasil risetnya dalam media briefing LSM Nexus 3 dan Arnika Menyerukan Perjanjian Plastik Global. Foto: Greeners/Ramadani Wahyu

Kontaminasi Dioksin di Telur Ayam Kampung Tinggi

Berdasarkan studi tersebut, tingkat kontaminasi dioksin pada telur ayam kampung dari Karawang termasuk yang tertinggi. Nilainya lebih tinggi daripada pengukuran serupa di Asia dan dunia.

“Konsentrasi dioksin dalam dua kumpulan sampel telur ayam kampung yang tim kumpulkan di Karawang melebihi standar Uni Eropa, hingga melebihi 71 dan 43 kali lipat,” katanya dalam media briefing LSM Nexus 3 dan Arnika Menyerukan Perjanjian Plastik Global di Jakarta, Kamis (8/12).

Ia menyatakan, konsentrasi tingkat dioksin telur ayam kampung paling tinggi dari Asia hanya ditemukan di Bien Hoa dan Tropodo.

Bien Hoa merupakan bekas Pangkalan Angkatan Darat AS di Vietnam yang terkontaminasi oleh Agen Oranye. Sementara cemaran dioksin dari Desa Tropodo di Jawa Timur berasal dari limbah plastik sebagai bahan bakar di fasilitas produksi tahu.

Penyebab utama penggunaan plastik sebagai bahan bakar karena mudah ditemukan dan harganya yang relatif lebih murah daripada kayu. Hal ini terlihat jelas dalam kasus di Tropodo.

“Sebelumnya mereka memakai kayu. Tapi karena banyak plastik dari dumping plastik ilegal yang diimpor ke sana dan harganya murah maka mereka konversi ke plastik,” papar Jindrich.

Ia menambahkan, selain dampak lingkungan, cemaran ini memberi dampak jangka panjang bagi kesehatan manusia di kemudian hari.

Tim peneliti berfoto bersama usai konferensi pers. Foto: Greeners/Ramadani Wahyu

Bahaya Sampah Plastik

Terkait plastik lanjutnya, hampir semuanya berbahan dasar minyak bumi. Lalu ada tambahan zat aditif dan senyawa kimia lain. Komposisi ini mempersulit proses daur ulang. Sehingga selama 20 tahun terakhir hanya 9 % sampah plastik yang telah didaur ulang secara global. Di Indonesia, tingkat daur ulang hanya sebesar 11 %.

Sayangnya, daur ulang juga bukanlah solusi alternatif mengingat bahan-bahan kimia dari plastik justru akan terakumulasi dan tersebar lebih luas. “Kalau plastik ini didaur ulang maka bahan kimia yang mengandung bahan beracun di dalamnya akan terakumulasi dan tersebar,” imbuhnya.

Sementara itu alternatif “mendaur ulang” plastik yakni melalui pemulihan energi atau pembakaran. Pembakaran terbuka dan insinerasi sampah plastik adalah praktik yang tersebar luas, terutama di daerah yang layanan pengelolaan sampahnya belum memadai.

Penasihat Senior dari Nexus 3 Foundation, Yuyun Ismawati ikut menghadiri pertemuan negosiasi pertama untuk merumuskan mengembangkan Perjanjian Plastik ini. Terkait kondisi ini ia menyebut, pada dasarnya plastik adalah senyawa karbon dengan tambahan bahan-bahan kimia.

Bahan-bahan kimia tersebut akan terikat hingga akhir masa pakai produk plastik. “Bahan-bahan kimia ini berbahaya dan bersifat persisten. Oleh karena itu, mandat untuk mengembangkan Perjanjian Plastik harus mencakup seluruh siklus hidup plastik,” tegasnya.

Pada pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee (INC1) dari Perjanjian Plastik di Punta del Este, Uruguay, banyak delegasi menyoroti pentingnya mengatasi dampak kesehatan dan bahan kimia beracun dalam plastik.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top