Kajian Amdal PT TWBI untuk Teluk Benoa Sudah 60 Persen

Reading time: 2 menit
Citra satelit kawasan Teluk Benoa, Bali. Sumber: google earth

Jakarta (Greeners) – PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) mengaku telah merampungkan Kajian Lingkungan Hidup terkait proyek reklamasi Teluk Benoa, Bali setidaknya hingga 60 persen dan masih terus berjalan. Direktur PT TWBI Jasin Yabanto menyatakan PT TWBI masih akan menerima masukan dari masyarakat dan tim pakar serta melakukan sidang lanjutan sekitar dua atau tiga kali sebelum kajian lingkungan hidupnya benar-benar rampung.

“Kalau kerangka acuan kan sudah di setujui oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sekarang kami masih harus menyelesaikan penelitian dan kajian sesuai dengan kerangka acuan yang telah disetujui tersebut. Kalau sudah selesai di kerangka acuan berarti sudah 60 persen ya, sekarang kita tinggal melengkapi keharusan-keharusan lainnya,” tutur Jasin saat dihubungi oleh Greeners, Jakarta, Rabu (13/01).

Selain itu, Jasin juga menyatakan kalau pihaknya menanggapi bentuk penolakan warga atas pengerjaan proyek reklamasi ini dengan membagi dalam dua jenis bentuk penolakan antara penolakan yang logis dan tidak logis. Untuk penolakan logis, menurutnya masih bisa dicari solusinya. Namun untuk penolakan yang tidak logis, menurutnya tentu akan sulit untuk sama-sama mencari jalan keluarnya.

“Tidak logis itu seperti katanya Bali tenggelam, itu kan konyol. Atau katanya kita akan merusak mangrove, padahal kita enggak merusak mangrove atau akan terjadi banjir di Denpasar sana. Kita tidak sampai ke sana ya,” tambahnya.

Di sisi lain, Direktur Jenderal Planalogi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) San Afri Awang mengakui bahwa proyek reklamasi Teluk Benoa yang mendapat banyak pertentangan dari masyarakat ini memiliki banyak permasalahan. Apalagi, saat ini terdapat dua kelompok masyarakat yang saling bertentangan. KLHK, menurutnya, hanya bertugas sebagai komisi penilai Kajian dampak lingkungannya.

“Komisi penilai Amdal (adalah) pusat karena memang ada tanah yang diambil di Lombok Timur dan Lombok Barat Nusa Tenggara Barat (NTB) itu direklamasi ke Bali. Kalau Amdal tanah dari NTB sudah selesai, tapi yang Teluk Benoa baru kerangka acuannya saja yang sudah selesai. Bali itu persoalan sosial budaya yang paling penting. Jadi, kalau (persoalan) itu tidak diselesaikan ya repot. Harus diselesaikan,” ujarnya.

Sedangkan, menurut I Wayan “Gendo” Suardana, koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI), proses kajian lingkungan yang dilakukan oleh PT TWBI berlangsung sangat tertutup. Bahkan masyarakat hingga saat ini tidak mengetahui bagaimana perkembangan proses kajian tersebut.

“Masyarakat sebagian besar menolak dan sampai saat ini tidak ada masyarakat terutama pimpinan-pimpinan desa adat atau lembaga-lembaga masyarakat yang diajak mengkaji bersama,” tegasnya.

Selama ini, lanjutnya, yang dilakukan oleh PT TWBI kecenderungannya hanyalah klaim semata. Oleh karena itu, masyarakat semakin banyak yang bergabung dalam aksi penolakan. Bahkan, isu penolakan reklamasi Teluk Benoa malah menjadi topik utama dalam debat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) lalu, baik di Denpasar maupun di Badung.

“Yang menariknya adalah jawaban semua kandidat menjawab menolak reklamasi Teluk Benoa. Bahkan kandidat yang track recordnya selama ini pro reklamasi pun, menjawab menolak reklamasi. Artinya kan nalar publik menyatakan reklamasi buruk dan harus ditolak. Apalagi, salah satu organisasi massa besar di Bali yaitu Baladika Bali telah menyatakan sikap menolak reklamasi dan telah memasang baliho-baliho mereka,” pungkasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top