Kesenjangan Anggaran Ribuan Triliun, Sendat Implementasi SDGs

Reading time: 3 menit
Implementasi SDGs tersendat anggaran.
Kesenjangan Anggaran Ribuan Triliun, Sendat Implementasi SDGs. Foto: Shutterstock.

Laporan “The Sustainable Development Goals and Covid-19” mencatat Indonesia berada pada urutan ke-101 dari 166 negara dalam hal pengimplementasian SDGs. Skor ini membaik ketimbang tahun lalu. Namun, masih perlu usaha keras dalam mencapai target implementasi SDGs, apalagi di tengah pandemi Covid-19.

Jakarta (Greeners) – Presiden Indonesian Business Council for Sustainable Development (IBCSD) , Shinta Widjaja Kamdani, merinci permasalahan dalam implementasi agenda pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDGs) oleh berbagai perusahaan di Indonesia. Navigator Research, lanjut Shinta, menyebut 91 persen perusahaan mendukung pembangunan berkelanjutan. Perusahaan ini juga mengklaim menyokong dasar lingkungan yang lebih kuat. Hanya saja, pada kenyataannya cuma 27 persen perusahaan yang mampu mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dengan produk buatannya.

“Selama ini bisa dihitung dengan jari perusahaan yang mengedepankan SDGs. Banyak perusahaan yang masih mengedepankan dan melihat isu profit. Jadi, bisa dibilang kendalanya itu ada di budaya dan keuangan untuk implementasi SDGs ini,” kata Shinta dalam webinar Sustainability Day Unilever Indonesia Foundation, Senin (23/11/2020).

Data Bappenas: Investasi SDGs Butuhkan Sepuluh Ribu Triliun Rupiah

Shinta lalu mengutip data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Menurut Bappenas, lanjut Shinta, investasi untuk 17 tujuan SDGs membutuhkan biaya sekitar Rp10.397 triliun pada 2030. Sedangkan, kesenjangan biayanya mencapai Rp2.867 triliun.

“Kesenjangan pembiayan ini pada sektor infrastruktur, perubahan iklim, keanekaragaman hayati, ketahanan pangan, pendidikan, dan kesehatan,” ujar Shinta.

Menanggapi hal itu, Dr. Moh. Rudy Salahuddin, selaku Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia mengatakan, menghadapi berbagai tantangan di bidang ekonomi, pemerintah telah menyiapkan berbagai program pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Salah satunya adalah program untuk mengurangi kesenjangan dan meningkatkan pemerataan ekonomi. 

Covid-19 Pengaruhi Kegiatan Sosial Ekonomi Masyarakat Berpendapatan Rendah

Selain itu, lanjut Rudy, terjadinya pandemi Covid-19 berdampak terhadap kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Khususnya masyarakat berpendapatan rendah yang rentan mengalami kemiskinan. Dia mengatakan, pemerintah melaksanakan Kebijakan dan Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) guna mempercepat pemulihan bagi masyarakat.

“Kami percaya, kolaborasi bersama sektor swasta mampu membantu kami melibatkan masyarakat Bottom of the Pyramid melalui penguatan rantai nilai industri dari hulu ke hilir, sehingga kita dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan mendorong pemulihan mengatasi dampak sosial ekonomi akibat pandemi secara lebih cepat,” ujarnya.

Kesenjangan anggaran sendat implementasi SDGs.

Pandemi Covid-19 berdampak terhadap kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Khususnya masyarakat berpendapatan rendah yang rentan mengalami kemiskinan. Foto: Shutterstock.

Peran Pihak Swasta dalam Upaya Implementasi SDGs

Bicara mengenai peranan swasta dalam kolaborasi lintas sektor, Ira Noviarti selaku Direktur PT Unilever Indonesia, Tbk. menuturkan Unilever yang hampir 87 tahun berada di Indonesia berkomitmen untuk memainkan peranannya dalam membantu pencapaian SDGs di Indonesia melalui penerapan bisnis yang mengutamakan prinsip-prinsip keberlanjutan.

“Prinsip tersebut kami terapkan di seluruh rantai nilai kami, mulai dari memastikan pasokan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, hingga pasca penggunaan produk oleh konsumen kami,” ujarnya.

Unilever menunjukkan komitmen berkelanjutan mereka secara global dengan meluncurkan strategi Unilever Sustainable Living Plan (USLP) pada 2010. Program ini memiliki tiga tujuan utama:

(1) meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan lebih dari satu miliar orang;

(2) mengurangi jejak lingkungan yang dihasilkan dari pembuatan dan penggunaan produk Unilever hingga separuhnya; dan

(3) meningkatkan penghidupan jutaan orang sejalan dengan pertumbuhan bisnisnya.

Baca juga: RAN Desak Perusahaan Global Berhenti Beli Minyak Sawit dari Produsen Bermasalah

Swasta Perlu Terobosan dalam Pengembangan Produk dan Kemasan

Selain dalam bentuk program, prinsip keberlanjutan juga Unilever Indonesia terapkan melalui berbagai terobosan dalam pengembangan produk dan kemasannya. Salah satunya melalui komitmen terbaru dari divisi Home Care Unilever yaitu ‘Clean Future’. Langkah ini adalah upaya menciptakan masa depan yang lebih bersih dan lestari . Clean Future berniat menggantikan 100 persen karbon yang berasal dari bahan bakar fosil dalam pembuatan, produksi, dan pengemasan rangkaian produk pembersih dan detergennya dengan karbon terbarukan atau karbon daur ulang.

“Dengan skala kami yang besar, di mana konsumen kami tersebar di seluruh penjuru Indonesia, kami sadar bahwa kami memiliki kesempatan besar untuk membantu menciptakan masa depan yang lebih baik. Kami yakin bahwa jika semua pihak turut berkolaborasi melakukan aksi nyata mulai dari lingkup terkecil yaitu keluarga, masa depan yang berkelanjutan dapat kita capai bersama dengan lebih cepat. Untuk itu, mari berbagi peran untuk ciptakan Indonesia yang berkelanjutan, untuk Indonesia yang sehat, hijau, sejahtera,” tutup Ira.

Untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 September 2020, penjualan bersih Unilever Indonesia mencapai Rp32,4 triliun terdiri dari penjualan HPC dan F&R masing-masing sebesar Rp22,7 triliun dan Rp9,7 triliun.  Sedangkan laba bersih Perseroan mencapai Rp5,4 triliun.

Penulis: Dewi Purningsih

Editor: Ixora Devi

Top