Sampah Medis Meningkat Selama Wabah Korona

Reading time: 3 menit
Sampah Masker
Sampah Masker. Foto: shutterstock.com

Jakarta (Greeners) – Pandemi COVID-19 mendorong langkah-langkah preventif seperti penggunaan masker dan Alat Pelindung Diri (APD) semakin tinggi. Kebutuhan tersebut juga diikuti dengan bertambahnya jumlah sampah medis di fasilitas pelayanan kesehatan. Sampah masker yang termasuk limbah infeksius juga tidak hanya ditemukan di rumah sakit, melainkan di jalan hingga bantaran sungai.

Pegiat lingkungan Suparno Jumar dari Komunitas Ciliwung memaparkan, di masa pandemi sampah masker mendominasi limbah yang ia temukan di bantaran Sungai Ciliwung. Masker sekali pakai tersebut ditemukan secara berturut-turut, mulai dari 21 Maret 2020 hingga sekarang. Selain di sungai, masker juga banyak ditemukan di tepi jalan raya.

“Kami menemukan banyak sekali masker-masker di tepi jalan raya dari kondisinya yang masih bagus hingga buruk. Ini menjadi permasalahan baru sampah B3 dan berpotensi menjadi mata rantai penyebaran baru virus,” ujar Suparno dalam webinar Refleksi Hari Bumi di Masa Pandemi, Selasa, (21/04/2020).

Baca juga: 50 Tahun Hari Bumi: Krisis Iklim Ancam Masa Depan Bumi

Suparno mengatakan hal tersebut menandakan banyak masyarakat yang belum mengetahui cara membuang masker dengan benar. Melalui Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pedoman membuang sampah masker yakni dengan cara digunting terlebih dahulu baru dibuang.

Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Bahan Beracun dan Limbah Berbahaya Non-Racun KLHK, Sinta Saptarina Soemiarno menyebut berdasarkan Peta Jalan Limbah B3 Fasyankes 2018, jumlah timbulan sampah medis dari rumah sakit kelas A sampai D dan non kelas yang berjumlah 2.867 rumah sakit, mencapai 294.70 ton per hari. “Pada saat pandemi ini jumlah tersebut mengalami kenaikan 30 persen,” kata Sinta.

Jumlah tersebut, kata dia, masih termasuk sedikit jika dibandingkan dengan Tiongkok. Lebih dari 20 kota di sana diketahui menghasilkan limbah medis enam kali lebih banyak selama pandemi berlangsung. Menurut laporan media South China Morning Post, limbah medis di Tiongkok memberikan gambaran serupa mengenai potensi masalah lingkungan yang akan dihadapi Indonesia seiring meningkatnya temuan kasus positif COVID-19.

Fasilitas Pengolah Limbah

Data Kesiapan Fasilitas Pengolahan Limbah Infeksius di Indonesia. Foto: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia (Indonesian Environmental Scientists Association/IESA) mencatat, rata-rata pasien menyumbang 14,3 kilogram limbah medis per hari. Dengan asumsi 5.000 pasien COVID-19 yang dirawat, maka penambahan limbah B3 dapat mencapai 71,5 ton per hari. Jumlah itu belum termasuk limbah dari pasien lain di luar penderita virus korona. Sedangkan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan menyebut, volume limbah medis dari 2.820 rumah sakit dan 9.884 puskesmas di seluruh Indonesia mencapai 290 ton per hari.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan limbah infeksius dari penggunaan masker sehari-hari maupun dari rumah sakit sangat rentan menimbulkan penularan virus. Dalam memutus mata rantai tersebut, kata dia, pemerintah mengeluarkan surat edaran yang mengatur pengelolaan limbah infeksius dalam penanganan Covid-19 ini.

Baca juga: Presiden Jokowi Evaluasi Pelaksanaan PSBB

“Kami berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) untuk mendata limbah B3 dan limbah infeksius di seluruh Indonesia. Termasuk bagaimana rumah sakit mengelola limbah medis terutama limbah infeksius Covid-19,” ujar Vivien.

Menurutnya, fasilitas insenerator yang dimiliki rumah sakit rujukan untuk menangani limbah infeksius pasien Covid-19 juga masih terbatas. Pemerintah kemudian menetapkan rumah sakit non-rujukan yang memiliki insenerator berizin untuk mengolah limbah tersebut.

“Kami berkoordinasi dengan pemda untuk memberikan jalan keluar. Di Sumatera ada pabrik semen yang membantu melakukan pemusnahan limbah medis. Hal ini dilakukan karena darurat,” ucap Vivien.

Penulis: Dewi Purningsih

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top