Kini Giliran Sungai Krueng Aceh Tercemar Kontaminasi Mikroplastik

Reading time: 3 menit
Kondisi sampah plastik di Sungai Krueng Aceh. Foto: Tim ESN

Jakarta (Greeners) – Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) bersama dengan Perkumpulan Telapak Teritori Aceh menemukan aliran air di Sungai Krueng Aceh terkontaminasi mikropastik. Temuan ini berdasarkan deteksi kesehatan aliran  Sungai Krueng Aceh yang tim lakukan 28-29 Mei lalu.

Tim mengambil sampel dan menguji kualitas air dan kontaminasi mikroplastik dari empat lokasi yang mewakili segmen hulu, segmen tengah dan segmen hilir.

Peneliti Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) Eka Chlara Budiarti menyatakan, kendati Sungai Krueng Aceh tampak tidak terlalu keruh, tapi di dalamnya telah terkandung mikroplastik.

Ini berdasarkan pengamatan dengan menggunakan mikroskop pembesaran 40-400 kali, peneliti menemukan 150 partikel mikroplastik dalam 100 liter air sungai. “Polanya semakin ke arah hilir, jumlah mikroplastik semakin bertambah,” katanya dalam keterangan resminya.

Lebih jauh, ia juga mengungkap bahwa jenis mikroplastik paling banyak mencemari air sungai yaitu jenis fiber atau partikel mikroplastik yang berbentuk benang.

“Jenis fiber ini bersumber dari tekstil atau bahan pakaian polyester yang dicuci kemudian benang-benangnya rontok dan mengalir melalui bilasan air menuju ke sungai,” ungkapnya.

Temuan Mikroplastik Terbanyak di Hilir Sungai Krueng Aceh

Berdasarkan temuan Ecoton, kontaminasi mikroplastik terbanyak mereka temukan di bawah jembatan Beurawe yaitu 150 partikel mikroplastik (PM)/100 liter (L). Selanjutnya di Jembatan Lambaro 90 PM/100 L yang mewakili segmen tengah Sungai Krueng Aceh.

Sementara untuk wilayah hulu di Aceh Besar kandungan mikroplastiknya lebih rendah dibandingkan segmen tengah dan segmen hilir. Adapun di hulu kandungan mikroplastik 36-60 PM/100 L.

“Di hulu kandungan mikroplastiknya lebih rendah dibanding hilir. Kontaminasi terkecil ada di Lambeugak sebesar 36 PM/100 L. Sedangkan wilayah hulu lainnya yaitu di Keumireu sebesar 60 PM/100L” ucap Eka.

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi menyebut, mikroplastik merupakan sampah plastik sekali pakai yang dibuang ke sungai. Sampah itu kemudian akan terfragmentasi (terpecah) menjadi serpihan plastik kecil berukuran di bawah 5 mm.

“Temuan mikroplastik di Krueng Aceh karena banyaknya sampah plastik yang dibuang di badan air sungai. Beragam jenis sampah plastik seperti tas kresek, sachet makanan, styrofoam, popok bayi dan packaging (bungkus) personal care seperti sachet sampo, sabun, detergen cuci dan botol plastik minuman” papar Prigi.

Tim ESN temukan kandungan mikroplastik di Sungai Krueng Aceh. Foto: Tim ESN

Ancam Kesehatan Manusia

Mikroplastik memiliki dampak serius terhadap kesehatan manusia. Mikroplastik masuk dalam kategori senyawa penganggu hormon. Sebab dalam proses pembuatan plastik terdapat banyak bahan kimia sintetis tambahan. Di samping itu, mikroplastik memiliki sifat hidrofob atau mudah mengikat polutan dalam air.

“Mikroplastik yang masuk dalam air akan mengikat polutan di air seperti logam berat, pestisida, detergen dan bakteri patogen,” imbuhnya.

Jika mikroplastik tertelan manusia melalui ikan, kerang dan air maka bahan polutan beracun akan berpindah ke tubuh manusia dan menyebabkan gangguan hormon. Mikroplastik juga menjadi media tumbuh bagi bakteri patogen.

Berdasarkan temuan Ecoton, mikroplastik di Sungai Krueng Aceh berasal dari berbagai sumber. Sejumlah sumber itu yaitu timbulan sampah liar di tepi sungai dan di dalam badan air sungai. Hal itu terjadi karena tidak tersedianya sarana tempat sampah yang memadai.

Kedua, limbah domestik dari kegiatan mandi dan cuci rumah tangga yang tidak terolah. Lebih dari 90 % jenis mikroplastik yang tim temukan adalah jenis fiber atau benang yang berasal dari polyester. Ketiga yaitu dari sumber lain yang berpotensi dari mikroplastik di udara.

Banyak Masyarakat Belum Sadar akan Bahaya Sampah Plastik

Sepanjang perjalanan Tim ESN dari Aceh Selatan melewati Pesisir Barat Pulau Sumatra, tim menemukan bahwa sampah plastik dibuang begitu saja di tepi jalan, kebun sawit dan perairan, sungai hingga di tepi pantai. Prigi menyatakan, masih banyaknya masyarakat sekitar yang belum sadar akan bahaya sampah plastik.

“Masyarakat belum menyadari bahayanya sampah plastik. Sehingga kami melihat banyak sampah plastik tercecer tidak terkelola dan dibakar,” ungkapnya.

Selain itu, Prigi juga mendorong Pemerintah Provinsi Aceh untuk bertanggung jawab atas permasalahan sampah ini, termasuk menyediakan infrastruktur pengolahan sampah.

Di samping itu, perlu dorongan kebijakan zero waste dan penyediaan infrastruktur pengelolaan sampah. Produsen pun wajib bertanggung jawab terhadap sampah dari produknya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top