‘PR’ Indonesia Rehabilitasi Gambut dan Mangrove Hingga Tahun 2024

Reading time: 3 menit
Rehabilitasi gambut dan mangrove Indonesia dukung pencapaian penurunan emisi karbon dari sektor FoLU. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Ekosistem mangrove dan gambut berperan penting dalam pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. Saat ini Indonesia masih punya pekerjaan rumah (PR) merehabilitasi gambut seluas 600.000 hektare (ha) hingga tahun 2024.

Tahun 2021, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) sudah merehabilitasi hampir 33.000 ha lahan gambut. Selain itu, jika pemerintah juga harus memastikan kesesuaian penghitungan pemulihannya dalam kerangka forest and other land uses (FoLU Net Sink). Penghitungan ini harus sejalan dengan yang Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim atau Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) lakukan.

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sigit Reliantoro mengatakan, FoLU berkontribusi sebesar 70 persen untuk mencapai target NDC.

Hanya saja, lanjutnya terdapat perbedaan metode menghitung emisi karbon antara negara tropis dan sub tropis. “Misalnya di negara sub tropis, karbon yang dirilis dari kenaikan muka air tanah bisa dimasukkan (dalam metode penghitungan). Sedangkan di kita hal itu tidak berlaku,” katanya dalam Media Briefing Strategi Restorasi Gambut dan Percepatan Revitalisasi Mangrove Tahun 2022, Selasa (19/7).

Metode penghitungan untuk negara tropis, sambungnya menggunakan penurunan muka air tanah. Kendati demikian, Indonesia saat ini tengah mengantisipasi kerusakan lahan tersebut dan membuat jurnal-jurnal ilmiah pendukung sesuai syarat dari IPCC.

Mencegah Kerusakan Gambut untuk Folu Net Sink

Ia menyatakan, salah satu keberhasilan FoLU Net Sink yaitu dengan memastikan mencegah kerusakan gambut untuk FoLU Net Sink. Gambut sebagai bagian dari lahan hutan berkontribusi paling besar terhadap kebakaran hutan dan lahan.

“Gambut yang tidak segera ditangani akibatnya akan sangat luar biasa. Bahkan kebakaran di lahan gambut risikonya lebih rumit lebih komplek penanganannya daripada lahan mineral,” ungkapnya.

Saat ini status gambut di Indonesia, rusak sangat berat 206.935 hektare (ha) atau 0,85 persen, rusak berat 1.053.886 ha (4,35 persen), rusak sedang 3.086.654 ha (12,74 persen), rusak ringan 15.859.960 ha (65,45 persen) dan tidak rusak 4.024.285 ha (16,61 persen).

Sementara berdasarkan Indeks Kualitas Ekosistem Gambut (IKEG) di 19 provinsi pada tahun 2020 ada 9 provinsi yang memenuhi target. Di antaranya Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat.

Provinsi yang tidak memenuhi target ada 10 provinsi yaitu Aceh, Bengkulu, Kepulauan Riau, Lampung, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah.

Sementara itu provinsi yang mengalami peningkatan nilai IKEG dari tahun 2019 sebanyak 9 provinsi yaitu Riau, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat dan Papua Barat.

Sedangkan provinsi yang mengalami penurunan nilai IKEG dari tahun 2019 sebanyak 10 provinsi yaitu Aceh, Bengkulu, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Lampung, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Sulawesi Tengah dan Papua.

Saat ini pemulihan ekosistem gambut di lahan masyarakat yaitu 49.874,7 ha dan 3.666.685 ha di areal konsesi.

Narasumber dalam acara media briefing BRGM di Jakarta, Selasa (19/7). Foto: Greeners/Ramadani Wahyu

Pemulihan Libatkan Masyarakat Desa

Sigit menyatakan, pemulihan ekosistem gambut di lahan masyarakat melalui kegiatan Desa Mandiri Peduli Gambut. Langkahnya dengan memastikan prinsip mengembalikan air dan vegetasi serta peningkatan kehidupan masyarakat.

Ia memastikan pentingnya keberlanjutan dari pemulihan ekosistem gambut misalnya dengan terus membasahi gambut dengan membuat sekat kanal. “Sementara kalau di konsensi, kita tengah mengumpulkan korelasi manfaat konsesi dengan menjaga tinggi air muka air. Indikasinya bisa terlihat dari sudah tidak adanya penurunan produktivitas, tidak ada kebakaran hutan,” paparnya.

Kedeputian I Bidang Investasi, Energi dan Infrastruktur Triyoko menekankan, pentingnya strategi komunikasi dan edukasi pada masyarakat untuk turut serta menjaga keberlanjutan gambut.

Deputi bidang perencanaan dan evaluasi BRGM Satyawan Pudyatmoko menyatakan, percepatan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 ha hingga tahun 2024.

Percepatan rehabilitas mangrove merupakan tugas baru BRGM. Pada tahun 2021 lalu, BRGM telah merehabilitasi seluas 33.000 ha lahan. Ia menyatakan pentingnya pendanaan pemerintah untuk memacu keberlanjutan percepatan rehabilitasi mangrove ini. Selama ini pendanaan utama bersumber dari APBN.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top