KLHK Lakukan Verifikasi Terhadap 302 Lokasi Pertambangan Tanpa Izin

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Ribuan lokasi pertambangan tanpa izin (PETI) yang tersebar di Indonesia ditemukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Temuan ini melibatkan sekitar 2 juta penambang. Dalam kurun waktu September hingga Oktober 2015 lalu, KLHK juga telah melakukan verifikasi lapangan terhadap 302 lokasi PETI di Tanah Air.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK MR Karliansyah menyatakan, menurut data yang dimiliki KLHK, dari 302 lokasi PETI yang terverifikasi, jenis tambang yang ditemukan antara lain tambang emas 22%, sirtu 13%, pasir kuarsa 9%, batu, tanah dan timah yang masing-masing 8%, pasir dan pasir urug masing-masing 7%, batu gamping 6%, granit dan batu kuarsa masing-masing 3%, serta lainnya 6%.

Sementara dari peralatan tambang, PETI yang menggunakan peralatan mekanik terdapat 57% serta penggunaan alat manual sebanyak 43%. Lalu dari metode penambangannya, yang bersifat terbuka itu ada 76%, dalam atau bawah tanah 15%, dan bawah air 9%. Status tambang yang masih dominan aktif 84% dan tidak aktif 16%.

“Lalu juga dari tingkat kesejahteraan itu meningkat 77%, tetap 21%, dan menurun 2%. Sedangkan dari sisi ketenagakerjaan, terdapat anak-anak di 36 lokasi, lansia dan perempuan di 53 lokasi. Ada juga kecelakaan kerja yang menimbulkan korban jiwa di 23 lokasi dan mengalami cacat di 11 lokasi. Sementara itu, jarak tambang dengan permukiman sendiri 53% nya berjarak kurang dari 0,5 km,” tuturnya, Jakarta, Selasa (15/12).

Sementara itu, status lahan yang menjadi wilayah PETI berupa hutan konservasi seluas 2%, hutan lindung 9%, hutan produksi 6%, tanah negara lainnya 31% dan hak milik 52%.

Karli melanjutkan, sebanyak 41% masyarakat memulai penambangan rata-rata sebelum tahun 2010 dan periode 2010 hingga 2015 meningkat menjadi 59%. Status penambang yang berupa penduduk setempat juga ada 62% dan pendatang sebanyak 38%. Pada 84 lokasi ditemukan juga seringkali terjadi konflik sosial.

PETI sendiri adalah salah satu kegiatan yang memanfaatkan lahan akses terbuka yang memiliki akses secara terbuka bagi pihak lain untuk memanfaatkan secara ilegal, sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

“Akses terbuka ini terjadi karena pengawasan yang tidak memadai atau bahkan adanya pembiaran dari berbagai pihak,” tambahnya.

Kementerian LHK, lanjutnya lagi, juga telah membangun basis data dan Sistem Informasi Lahan Akses Terbuka (SILAT). Dengan cara ini, pemerintah daerah (pemda) atau stakeholder lainnya dapat memberikan input mengenai lokasi pertambangan tanpa izin (PETI) atau kejadian pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan.

Sebagai informasi, KLHK mengaku tengah menyiapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan. RAN diberlakukan di wilayah Jawa, Kalimantan dan Papua, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku, serta Sumatera. Aksi ini dilakukan akibat makin maraknya pertambangan tanpa izin (PETI) di Tanah Air.

Penulis: Danny Kosasih

Top