KLHK Sebut Memelihara Satwa Liar Harus Berizin

Reading time: 2 menit
Satwa Liar
Monyet Perak (Mico argentatus). Foto: shutterstock.com

Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengimbau masyarakat untuk tidak memelihara, memburu, mengonsumsi, dan memperdagangkan satwa liar tanpa izin. Pemeliharaan satwa liar juga berpotensi meningkatkan persebaran penyakit zoonosis ke masyarakat.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK, Indra Exsploitasia menuturkan, satwa liar semestinya dibiarkan hidup di habitatnya dan menjalankan fungsinya sebagai bagian dari keseimbangan ekosistem. “Memelihara satwa liar harus mengantongi izin,” tulis Indra dalam keterangan resmi KLHK, Selasa, (22/04/2020).

Selain melanggar hukum, Indra mengatakan memelihara satwa liar yang dilindungi tanpa izin dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan pemiliknya. Meski sudah dirawat sejak lama, satwa tersebut masih memiliki sifat liar dan buas terhadap manusia dalam situasi tertentu. Satwa juga berpotensi menjadi media penyebar penyakit.

Baca juga: Sampah Medis Meningkat Selama Wabah Korona

“Meski lebih besar potensi satwa menularkan kepada manusia, ada kemungkinan manusia juga dapat menularkan penyakit ke satwa,” ucapnya.

Indra menilai kepemilikan satwa liar yang dilindungi oleh figur publik dan dijadikan bahan konten media sosial bisa menjadi pemicu bagi masyarakat untuk memelihara satwa liar dilindungi. “Banyak pihak yang mengkhawatirkan terjadinya perburuan liar untuk mendapatkan satwa liar dilindungi dan potensi penyebaran penyakit Covid-19 dari manusia ke satwa liar yang dipelihara oleh selebritas,” ujar Indra.

Satwa Liar

Induk monyet rhesus dan anaknya. Foto: shutterstock.com

Pemerintah kemudian mengajak semua lapisan masyarakat terutama para figur publik agar mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya mengenai pemeliharaan satwa liar.

Ketentuan pemeliharaan satwa liar mengacu kepada Surat Edaran Direktur Jenderal KSDAE Nomor: SE.4/KSDAE/KKH/KSA/4/2020 tanggal 9 April 2020. Di dalamnya memuat agar manusia yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan satwa, perlu memerhatikan protokol kesehatan sesuai standar Kementerian Kesehatan. Pemeliharaan satwa juga diminta agar mengikuti aturan kesehatan sesuai standar World Animal Health Organization (WAHO/OIE).

“Ini untuk mengantisipasi agar tidak terjadi penularan Covid-19 dari manusia ke hewan. Contoh sudah ditemukan kasus di Bronx Zoo New York, seekor Harimau Benggala telah dinyatakan positif Covid-19 yang ditularkan oleh petugas kebun binatang tersebut,” kata Indra.

Baca juga: 50 Tahun Hari Bumi: Krisis Iklim Ancam Masa Depan Bumi

Sementara itu, Wildlife Trafficking Specialist dari Wildlife Conservation Society (WCS), Dwi Adhiasto, mengatakan terdapat dua aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan satwa liar. Dari sisi aturan, kata Dwi, memelihara satwa liar memang diperbolehkan.

Legitimasi tersebut diatur dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL). Sedangkan dari potensi penularan penyakit zoonosis yang berasal dari hewan, menurutnya satwa liar banyak yang memiliki zoonosis.

“Jadi berbicara aturan dan ancaman zoonosis dari satwa liar tidak akan pernah nyambung. Satwa liar harus hidup di alam, (saat) berinteraksi dengan manusia tidak cocok dari sisi perilaku satwa dan ancaman zoonosis. Selain itu juga berpengaruh kepada eksploitasi satwa dan ekosistem,” ujar Dwi.

Ia mengatakan, di alam, satwa liar mengembangkan bentuk-bentuk imunitas yang diperlukan untuk bertahan. Ketika hewan tersebut dipelihara dan dirawat oleh manusia, secara alamiah mereka akan kehilangan fungsi-fungsi liarnya.

Penulis: Dewi Purningsih

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top