Konsep Smart City Masih Terkendala Sumber Daya Manusia

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Upaya dalam membangun Kota Cerdas atau Smart City sudah semakin terlihat seperti di Surabaya dan Bandung. Di Bandung, konsep kota cerdas diterapkan dengan memberikan layanan akses internet di taman-taman kota, mencanangkan kartu pintar tarif transportasi umum, dan mendirikan comment centre atau pusat penyampaian pendapat.

Pelaksana Tugas Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Imam S. Ernawi, mengatakan, konsep smart city juga terjadi di Surabaya yang berhasil membuat masyarakatnya berpartisipasi dalam mewujudkan kota cerdas. Di kota ini tercipta kesetaraan antara warga, pemerintah, swasta, dan akademisi yang akhirnya mampu menciptakan kota yang lestari.

“Konsep smart city ini kan didefiniskan lebih dari sekadar menciptakan ruangan hijau yang lebih baik, akses komunikasi yang lebih cepat, dan transportasi yang hemat energi. Namun lebih dari itu, smart city adalah kota yang cerdas secara ekonomi, lingkungan, pemerintahan, pola hidup, cerdas mobilitas kotanya, dan juga cerdas masyarakatnya,” jelas Imam kepada Greeners, Jakarta, Rabu (08/04).

Imam mengaku optimis bahwa penerapan kota cerdas tidak hanya terpaku pada faktor kepala daerah. Pasalnya, ada sekitar 112 kabupaten/kota yang sedang mengembangkan program kota hijau (green city). Menurutnya, baik Smart City, Green City, Eco City, dan lainnya hanyalah sebuah atribut untuk penyederhanaan perwujudan kota yang berkelanjutan dengan partisipasi semua pihak.

“Atribut kota cerdas atau smart city bisa diwujudkan dengan partispasi multi stakeholders, masyarakat yang cerdas dengan kesetaraan dan pendidikan yang baik, serta rencana strategis yang berkesinambungan dan terintegrasi,” katanya menjelaskan.

Senada dengan Imam, penggiat properti hijau dan pakar tata kota, Nirwono Joga menjelaskan bahwa tanpa adanya teknologi dan sumber energi yang memadai tentu akan sulit membangun sebuah kota dengan konsep kota cerdas. Oleh karena itu, konsep smart city baru bisa dikembangkan hanya di kota-kota besar di pulau Jawa ketimbang di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, bahkan Papua.

Pria yang juga dosen arsitektur di Universitas Trisakti ini, mengatakan, di Jakarta sendiri penerapan konsep kota cerdas masih terkendala oleh kapasitas, kualitas, dan kreatifitas yang minim dari sumber daya manusia di Pemerintah Provinsi.

“Yang menjadi masalah adalah bagaimana mental dari aparat pemerintah daerah, kreatif atau tidak, sehingga mereka mampu menerapkan konsep Smart City. Selama ini yang saya lihat masih dalam pemahaman pimpinan, dalam hal ini Pak Gubernur DKI Jakarta. Nah, teman-teman di bawahnya ini masih belum bisa menjabarkan apa yang diinginkan oleh Pak Gubernur ini,” terangnya.

Lebih jauh Joga memberi contoh tentang penerapan taman online maupun sistem pemakaian yang terintegrasi melalui sebuah situs internet (website). Menurut Joga, jika para petugas di Pemda DKI Jakarta ingin kreatif, bisa saja membuat sebuah taman yang terhubung secara online dan dapat dimanfaatkan untuk bermain maupun belajar atau berdiskusi bagi anak-anak muda yang juga kreatif. Ia menyayangkan, begitu banyaknya taman di Jakarta namun tidak ada yang terkelola dengan baik dan kreatif.

“Sama halnya dengan pemakaman. Kita kan tidak tahu kapan anggota keluarga atau teman kita akan meninggal. Kalau meninggalnya tengah malam, kan tidak mungkin mencara tanah pemakaman. Nah, dengan adanya sistem terintegrasi tadi, masyarakat tinggal mencari di mana ada lahan pemakaman yang cocok hanya dengan membuka ponsel pintar mereka,” pungkasnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top