Penegakan Hukum Sumber Daya Alam Minim Dampak

Reading time: 2 menit
Redaktur Eksekutif Tempo.co, Anton Apriyanto, Akademisi IPB, Edvin Aldrian, Kepala Pusdiklat Mahkamah Agung, Bambang Heri Mulyono, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK), Rasio Ridho Sani, Ketua Tim Kajian Litbang KPK, Dedi Hartono, dan Koordinator Kampanye Walhi, Edo Rakhman, dalam acara Catatan Akhir Tahun Penegakan Sektor Hutan dan Lahan.
Redaktur Eksekutif Tempo.co, Anton Apriyanto, Akademisi IPB, Edvin Aldrian, Kepala Pusdiklat Mahkamah Agung, Bambang Heri Mulyono, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK), Rasio Ridho Sani, Ketua Tim Kajian Litbang KPK, Dedi Hartono, dan Koordinator Kampanye Walhi, Edo Rakhman, dalam acara Catatan Akhir Tahun Penegakan Sektor Hutan dan Lahan, di Jakarta Selatan, Selasa, 3 Desember 2019. Foto: www.greeners.co/Devi Anggar Oktaviani

Jakarta (Greeners) – Kinerja penegak hukum di sektor sumber daya alam dinilai masih jauh dari harapan. Perspektif penegakan hukum juga masih dipandang sebatas penindakan, meskipun wilayahnya mencakup pencegahan dan pengawasan. Ketua Tim Deputi Pencegahan, Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, Dedi Hartono, mengatakan meski jumlah penegakan hukum bertambah, dampaknya masih minim. “Penegakan hukum belum diselenggarakan dengan strategi yang komprehensif hingga berdampak pada pemulihan kerusakan lingkungan,” kata Dedi, di Jakarta Selatan, kemarin.

Menurut Dedi pengawasan juga tidak optimal akibat terjadinya asimetri informasi. Sebab, berbagai informasi belum transparan, akurat, dan terintegrasi. Padahal penegakan hukum di sektor hutan dan lahan bukan hanya tugas Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK), melainkan juga melibatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Pertanian.

Baca juga: Penegakan Hukum Lingkungan, Pemahaman Aparat Penegak Hukum Masih Rendah

Koordinator Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Edo Rakhman, mengatakan penegakan hukum akan menjadi tantangan dalam memperbaiki tata kelola hutan di Indonesia. Ia menyetujui kerja penegakan hukum baru memberikan efek kejut, belum efek jera pada para perusak lingkungan. “Karena untuk melihat korporasi jera terhadap tindakannya agak sulit. Kita mau menentukan indikatornya seperti apa. Apakah setelah terbukti melakukan pembakaran kemudian diberikan sanksi, tapi tahun depan lahan terbakar lagi. Saya kira penting ketegasan untuk memberikan sanksi terhadap korporasi yang seperti ini,” ucap Edo.

Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) KLHK, menyegel tiga lokasi lahan terbakar di Kalimantan Barat.

Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) KLHK, menyegel tiga lokasi lahan terbakar di areal konsesi PT. MSL Kabupaten Mempawah, PT. TAS dan PT. SPAS di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Selasa, 13 Agustus 2019. Foto: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK), Rasio Ridho Sani, mengatakan semua kementerian memiliki kewenangan penegakan hukum. “Kita punya tujuh atau delapan undang-undang yang berkaitan dengan sektor kehutanan, lingkungan  hidup, dan lahan. Bahkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Karena kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan merupakan predicate crime (tindak pidana asal) dari TPPU,” kata Rasio.

BACA JUGA : Gakkum KLHK Tindak Pengedar Ribuan Kayu Ilegal di Samarinda

Menurut Rasio, penegakan hukum penting untuk mengatasi persoalan kerugian negara dan bencana ekologis. “Yang sedang kami dorong sekarang adalah penindakan multi door yakni, penyidikan satu kasus tidak hanya oleh satu penyidik dari kementerian, tapi dilakukan dengan berbagai macam undang-undang,” ucap Rasio.

Ia menuturkan pada kasus pertambangan, misalnya, pelaku tidak hanya disidik dengan Undang-Undang Pertambangan, tetapi juga dengan Undang-Undang Lingkungan. Sebab biasanya pertambangan ilegal tidak memiliki izin lingkungan dan hutan. “Kalau semua (pelaku) dikenakan undang-undang ini harusnya ada efek jera,” kata dia.

Penulis: Devi Anggar Oktaviani

Top