KSDAE Pastikan Satwa Komodo Tidak Akan Terganggu Akibat Wisata Alam

Reading time: 2 menit
wisata alam
Ilustrasi. Foto: wikimedia commons

Jakarta (Greeners) – Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dody Wahyu Karyanto menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir populasi komodo akan terganggu akibat adanya pengembangan wisata alam.

Taman Nasional Komodo (TNK) ditetapkan sebagai Cagar Biosfer oleh UNESCO pada tahun 1977, kemudian sebagai Taman Nasional pada tahun 1980. TNK memiliki luas 173.300 Ha yang meliputi wilayah perairan seluas 132.572 hektare (ha) atau sebesar 76% dan wilayah daratan seluas 40.728 Ha atau 24% dari luas keseluruhan TNK.

TNK terdiri dari 146 pulau dengan 8 pulau tervaforit kunjungan wisatawan yaitu Pulau Padar, Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Gili Lawa Daratan, Pulau Gili Lawa Lautan, Pulau Kambing, Pulau Kalong, dan Pink Beach di Pulau Komodo. Pada wilayah daratan, sebagian besar merupakan ekosistem sabana dan habitat komodo.

“Saat ini jumlah komodo lebih dari 1.000 ekor di Pulau Rinca, kalau di Pulau Padar sudah tidak ada. Untuk melindungi komodo tersebut, perusahaan harus mempunyai aktivitas yang dilegalkan, seperti transportasi, kuliner, cinderamata, dan pemanduan,” ujar Dody kepada Greeners, Jakarta, Jumat (10/08/2018) lalu.

BACA JUGA: Perusahaan Pengembang di Kawasan Taman Nasional Komodo Sudah Memiliki Izin 

Dody mengatakan, hal yang dikhawatirkan masyarakat saat ini adalah pengembangan wisata alam di kawasan konservasi akan menganggu keanekaragaman hayati dan seberapa jauh pengembangan wisata alam tersebut bisa menggerakkan ekonomi masyarakat.

“Untuk itu pemerintah sudah mencegah dampak tersebut yaitu dengan zonasi, lalu ditapis dengan cara pengelolaan 25 tahun di tingkat tapak dan munculah areal usaha,” kata Dody.

Areal usaha tersebut ditetapkan dengan memperhatikan berbagai kriteria, antara lain bukan merupakan areal potensi objek dan daya tarik wisata alam seperti danau, pantai, sungai, sumber mata air, air terjun, peninggalan sejarah dan gua; areal bebas dari perambahan hutan; areal bukan merupakan jalur lintas satwa liar besar; dan areal bebas dari potensi bencana banjir, longsor, dan erosi.

“Kriteria tersebut diterapkan dengan mempertimbangkan aspek kebijakan, ekologis, teknis, sosial budaya, dan rencana pengembangan wilayah dan telah dilakukan konsultasi publik. Areal usaha itu tidak begitu saja terjadi ditetapkan di atas meja tetapi berdasarkan survei bahwa areal tersebut bebas dari lintasan atau jelajah satwa, bebas konflik, dan klaim masyarakat,” jelas Dody.

BACA JUGA: Kuota Wisatawan di 23 Gunung di Taman Nasional Akan Dibatasi 

Saat ini ada dua izin pengembangan pariwisata alam di Taman Nasional Komodo. Izin tersebut diberikan kepada PT Segara Komodo Lestari (SKL) di Pulau Rinca dan PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) di Pulau Komodo dan Pulau Padar.

Izin areal usaha kedua perusahaan tersebut disebut berada pada zona pemanfaatan dan sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Zona pemanfaatan sendiri terbagi atas areal usaha dan areal publik dimana izin diberikan di areal usaha sementara areal publik tidak boleh diberikan izin.

“Kekhawatiran itu sebenarnya sudah terjawab melalui proses perizinan. Perizinan itu dimulai dari tahun 2012 dan dikeluarkan tahun 2015, prosesnya sangat panjang. Kemudian, terkait dengan kekhawatiran bahwa di kawasan itu dikuasai oleh pemegang izin tanpa melibatkan masyarakat, hal itu sudah dikunci di izinnya sendiri bahwa harus melibatkan masyarakat,” ujar Dody.

Dalam pengembangan wisata alam di taman nasional, diharuskan ada keterlibatan masyarakat setempat agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Contoh pengembangan ekowisata berbasis masyarakat sebelumnya sudah diterapkan di Tangkahan, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara.

“Dalam hal ini, PT KWE akan bekerjasama dengan masyarakat Desa Komodo dan masyarakat Desa Papagarang dalam penyediaan jasa di bidang pengembangan wisata alam, dan PT SKL akan bekerjasama dengan masyarakat Desa Pasir Panjang dalam penyediaan jasa di bidang pengembangan wisata alam,” kata Dody.

Penulis: Dewi Purningsih

Top