Kucuran Insentif Mitigasi Iklim Senilai Rp 260 Miliar Harus Transparan

Reading time: 2 menit
Insentif mitigasi perubahan iklim di Kaltim harus dikelola secara transparan. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) telah menerima insentif atas pengurangan emisi karbon sektor kehutanan senilai Rp 260 miliar.

Jumlah ini akan pemerintah pusat salurkan pada Pemprov Kaltim dengan skema pendanaan Rp 110 miliar (melalui skema APBD) dan Rp 150 miliar (kepada 441 desa melalui lembaga yang ditunjuk).

Kucuran dana ini berasal dari program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) – Carbon Fund yang menyasar penerima manfaat hingga tingkat tapak.

Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan dan Lahan Gambut, Plus (REDD+) dengan skema pembayaran berbasis kinerja atau result based payment (RBP) ini harapannya transparan dan tepat sasaran.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) telah menerima pendanaan program ini senilai US$ 20,9 juta atau sekitar Rp 303 miliar. Adapun potensi pendanaannya senilai US$ 110 juta atau Rp 1,7 triliun.

Tak Sekadar Proyek

Juru Kampanye Auriga Hilman Afif mengingatkan, pentingnya program mitigasi perubahan iklim maka pemerintah tak boleh luput untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai urgensi dari program tersebut. Dalam hal ini termasuk menjelaskan sumber pendanaan, alokasi anggaran dan benefit kegiatan dan program.

“Sehingga program REDD+ dengan skema RBP, tidak hanya dipahami sebagai proyek semata. Namun juga harus kita pahami betul secara substansial,” katanya kepada Greeners, Kamis (2/3).

Ia juga menyebut, pentingnya evaluasi melalui pelaporan aktif untuk mengetahui perkembangan dari kegiatan ini. Tak hanya transparansi, Hilman menekankan pentingnya aspek partisipasi masyarakat dan akuntabilitas.

Masyarakat tingkat tapak harus mendapat insentif dari setiap upaya mitigasi iklim yang mereka lakukan. Foto: Shutterstock

Keterlibatan Partisipasi Aktif 

Dalam menentukan jenis kegiatan misalnya, pemerintah juga perlu melibatkan masyarakat yang menjadi beneficiaries secara aktif.

“Penentuan jenis kegiatan menjadi penting untuk mendapat persetujuan dari masyarakat agar mereka mengetahui secara persis bagaimana tata-cara pelaksanaan program dan manfaatnya,” ujar dia.

Hilman menyatakan, pentingnya kejelasan indikator dalam aksi reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi lahan.

“Di titik ini pun perlu kolaborasi penuh. Tak terbatas hanya dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal. Namun juga dari akademisi dan stakeholder lainnya,” ujar dia.

Pengawasan Penyaluran Insentif Iklim

Pakar karhutla dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo juga berpandangan senada. Menurutnya, pendanaan ini sangat penting sebagai bentuk komitmen pengurangan laju deforestasi dan emisi karbon dari sektor hutan.

“Saya berharap semoga dana yang akan didistribusikan tersebut benar-benar sampai pada tujuan dan pada yang berhak mendapatkannya,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan, pentingnya pengawasan super ketat terhadap penyaluran dana ini. “Ini juga untuk memastikan dana tepat sasaran juga kegiatan di lapangan sesuai dengan kesepakatan,” tandasnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top