Masa ‘Hiatus’ Pemanasan Global Sudah Berakhir

Reading time: 2 menit
pemanasan global
Ilustrasi. Foto: pixabay

LONDON, 2 Oktober 2017 – Sudah resmi. Dunia menghangat berdasarkan prediksi. Masa yang paling banyak diperdebatkan, ‘masa jeda’ perubahan iklim sudah resmi berakhir. Dan, siapa yang bertanggung jawab terhadap mendinginnya planet meski kadar karbon dioksida semakin meningkat di atmosfer?

Salahkan Lautan Pasifik. Lautan Pasifik memasuki fase tidak-begitu-panas lagi, sebagai bagian dari siklus alami jangka panjang, namun kini sudah hampir mencapai akhir. Hal ini menjelaskan adanya penurunan nyata pada laju perubahan iklim. Keputusan ini dibuat oleh Met Office di Inggris, yang menyimpan data suhu tertua di dunia, sekaligus pionir ilmu cuaca.

“Setelah periode pada awal tahun 2000an ketika kenaikan suhu global berarti ada perlambatan, nilai pada tahun 2015 dan 2016 memecahkan rekor dan telah melampaui 1°C di atas level pra-industri,” jelas Profesor Stephen Belcher, kepala ilmuwan di Met Office. “Data dari Met Office menunjukkan bahwa laju perubahan iklim jangka panjang kini telah kembali kepada level pada pertengahan kedua di abad 20.”

Masa hiatus pada perubahan iklim yang terjadi antara tahun 1999 dan 2014 merupakan fenomena yang digembor-gemborkan oleh para ilmuwan penyangkal perubahan iklim sebagai bukti bahwa pemanasan global tidak ada atau bahkan sudah berhenti. Tetapi, hal tersebut juga memberikan teka-teki baru bagi pada ilmuwan iklim, ahli kelautan, ahli gunung es, dan prediksi cuaca: bagaimana suhu atmosferik tidak berjalan sesuai dengan ekspetasi?

Hal yang selanjutnya terjadi memberikan para akademisi sebuah kasus studi bagaimana ilmu pengetahuan dilakukan bahwa para peneliti di seluruh dunia melihat persoalan dari berbagai cara dan memberikan lusinan jawaban yang masih belum pasti.

Rekor pemanasan global

Rekor pertama, untuk pertengahan kedua pada abad 20, dunia menghangat secara tetap dan konsisten sesuai dengan prediksi berdasarkan efek rumah kaca. Artinya, karbon dioksida yang dilepaskan ke dalam atmosfer melalui pembakaran bahan bakar fosil sejak Revolusi Industri telah menangkap radiasi infra merah dan menghangatkan planet.

Namun, untuk dekade pertama dan setengah dari abad ini, laju pemanasan melambat. Beberapa peneliti berargumen bahwa efek tersebut hanya temporer, sementara yang lain mempertimbangkan bukti yang ada dan membayangkan apakah bisa dikatakan ada pelambatan sama sekali bahwa bukti tersebut, antara ilusi atau hanya melihat pelambatan pada jangka pendek. Peneliti lainnya berargumen bahwa sekalipun rata-rata laju kenaikan suhu telah menurun, jumlah panas ekstrim telah meningkat atau kenaikan jumlah erupsi volkanik mungkin menutupi radiasi matahari dan menurunkan suhu.

Peran lautan

Meski demikian, grup lainnya mengesankan bahwa lautan telah memegang peran yang tidak terduga atau penurunan yang terjadi tidak membuat perubahan sama sekali, dengan kata lain pemanasan akan terjadi seperti biasa.

Selama tiga tahun, rekor suhu global telah dipecahkan, setiap tahun bertambah panas dari tahun sebelumnya dan pada tahun 2016, suhu rata-rata global bertahan pada 1°C di atas rata-rata tahun industri jangka panjang.

Bagian dari penjelasan adalah suhu global meningkat akibat fenomena alami di Lautan Pasifik, yaitu El Niño. Namun, selama satu dekade atau awal abad, bagian lautan Pasifik lainnya mulai terungkap: Pacific Decadal Oscillation, yang menghembuskan hangat dan dingin beradasarkan pola putaran. Dan saat ini, jelas para ilmuwan Met Office, telah meredam laju pemanasan global.

Tahun ini akan mustahil untuk memecahkan seluruh rekor. Namun, para kepala ilmuwan di Met Office mengatakan, laju pemanasan telah meningkat. Dunia akan menjadi lebih panas.

“Akhir dari pelambatan pemanasan global diakibatkan oleh adanya perputaran suhu permukaan air laut di Pasifik, jelas Adam Scaife, yang memimpin prediksi bulanan-hingga-dekaden di Met Office. “Hal ini disebabkan adanya perubahan pada Pacific Decadal Oscillation yang memasuki fase positif, memanaskan daerah tropis, pantai barat Amerika Utara dan global secara keseluruhan.” – Climate News Network

Top