Memperingati Hari Bumi, LIPI Optimalkan Riset Ekosistem Laut

Reading time: 2 menit
hari bumi
Kepala Pusat Penelitian Osenografi LIPI Dirhamsyah. Foto: greeners.co/Dewi Purningsih

Jakarta (Greeners) – Pada momentum Hari Bumi yang tahun ini bertemakan “Protect Our Species” (Lindungi Spesies Kita), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Oseanografi menjadikan kesehatan terumbu karang dan ekosistem laut sebagai fokus program riset. Hal ini bertujuan untuk memberikan landasan pengelolaan laut Indonesia secara berkelanjutan yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan bangsa.

“LIPI melakukan pemantauan terbesar di Indonesia terhadap terumbu karang dan ekosistem terkait yang akan dilakukan setidaknya di 40 lokasi di perairan Indonesia. Tahun ini ada 17 lokasi yang akan dipantau. Dari hasil pemantauan berkala tersebut telah dikembangkan indeks kesehatan karang dan dalam waktu dekat juga akan dikembangkan indeks kesehatan untuk mangrove dan lamun,” ujar Kepala Pusat Penelitian Osenografi LIPI Dirhamsyah saat diskusi publik di Kapal Riset Baruna Jaya VIII di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Senin (22/04/2019).

BACA JUGA: Menteri Susi: Saatnya Bersama-sama Jaga Laut Indonesia 

Dirhamsyah mengatakan secara rata-rata, sesuai penelitian yang sudah dilakukan pada tahun 2018, indeks kesehatan terumbu karang berada pada skala 5. Ini artinya terumbu karang berada dalam kondisi sedang dengan potensi pemulihan tinggi tetapi biomassa ikan karang rendah.

Selain itu, berdasarkan data yang sudah diteliti untuk terumbu karang, mangrove, dan lamun pada tahun 2018 di 13 lokasi dengan luas 7,2 hektar atau setara dengan total luas 2% perairan Indonesia didapatkan bahwa keadaan terumbu karang yang tidak baik kurang dari 25%, keadaan cukup baik kurang dari 50%, kondisi baik kurang dari 75%, dan sangat baik lebih dari 75%.

Lalu, mangrove yang masih dalam kondisi baik lebih dari 75%, dalam keadaan cukup baik kurang 75% dan dalam keadaan buruk kurang 50%. Sedangkan untuk lamun, dalam keadaan baik lebih dari 60%, cukup kurang 59,9%, dan buruk kurang dari 29,9%.

BACA JUGA: Pengobatan Kanker, LIPI Manfaatkan Potensi Biodiversitas Laut Indonesia 

LIPI juga melakukan penelitian pada beberapa spesies laut yang dikategorikan terancam punah, yakni hiu dan manta, ikan capungan Banggai (Pterapogon kauderni), ikan napoleon wrasse (Cheilinus undulatus), dan teripang. Untuk jenis-jenis biota laut ini LIPI membuat surat rekomendasi untuk penangkapan kuota.

“Beberapa waktu lalu kita sudah membuat surat rekomendasi kuota tangkap hiu lanjaman yang menyatakan penangkapan hiu lanjaman minimal berukuran 2 meter dan berat 50kg. Hal yang sama juga kami lakukan untuk spesies biota laut sisanya. Keterancaman punah mereka diakibatkan eksploitasi berlebihan untuk perdagangan,” ujar Dirhamsyah.

Ancaman Sampah Plastik

Dirhamsyah mengatakan bahwa keterancaman biota laut ini juga disebabkan oleh polusi sampah plastik yang sudah menjadi perhatian dunia. Indonesia sebagai pencemar sampah plastik di laut ke dua terbesar di dunia juga turut andil dalam melakukan pemulihan.

“LIPI telah melakukan pengkajian untuk membuktikan klaim “Indonesia sebagai pencemar sampah plastik terbesar kedua di dunia” yang dinyatakan oleh Jenna Jambeck. Kami telah melakukan penelitian di 18 lokasi yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa ada 468.511 hingga 594.558 ton sampah plastik per tahun yang bocor ke laut. Daerah yang menjadi dominan untuk menyumbang sampah ke laut ini berasal dari Padang, Makassar, Manado, Belitung, dan Ambon,” jelas Dirham.

Dengan data ini, Dirham meminta kepada semua pemangku kepentingan untuk bersama-sama mengurus secara baik permasalahan sampah ini terutama sampah yang berada di daratan. Karena, berbicara konservasi atau perlindungan biota harus dikerjakan bersama-sama.

“Harusnya kita benar-benar bergerak mengurus konservasi, PR (pekerjaan rumah) kita banyak sekali. Masalah sampah ini sangat menganggu konservasi, semua lini harus peduli isu sampah plastik. Menurut saya kuncinya ada di daratan, kalau sampah ini terkelola dengan baik di darat tidak akan masuk ke laut. Sampah laut yang kita teliti ini kebanyakan dari darat semua asalnya. Harus ada komitmen dan penegakan hukum yang harus jalan beriringan. Bumi akan baik-baik saja kalau kedua hal itu jalan,” katanya.

Penulis: Dewi Purningsih

Top