Mitigasi Lahan Bantu Indonesia Kurangi Deforestasi Hingga 75 Persen

Reading time: 3 menit
Mitigasi berbasis lahan, mampu membawa Indonesia tekan deforestasi. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Laju deforestasi di Indonesia pada tahun 2014 hingga 2019 semakin menurun. Indonesia secara signifikan berhasil mengurangi deforestasi sekitar 75 % dari 0,46 million hectare (Mha) pada tahun 2018-2019 menjadi 0,12 Mha pada tahun  2019-2020. Turunnya angka deforestasi merupakan hasil  upaya Indonesia salah satunya mitigasi berbasis lahan.

Indonesia berada pada urutan ketiga sebagai negara pemilik hutan tropis terbesar di Dunia. Wilayah hutan yang luas tersebut tersebar pada berbagai pulau, yakni Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Dengan penurunan tingkat deforestasi, hal ini menjadi langkah nyata Indonesia dalam memerangi krisis iklim dengan serius. Beberapa program telah pemerintah luncurkan untuk mempercepat rehabilitasi lahan. Salah satunya adalah social forestry atau pengelolaan sumber daya hutan dengan melibatkan masyarakat setempat dalam meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan kelestarian hutan.

Center for Standardization of Sustainable Forest Management Instruments, MoE, I Wayan Susi Dharmawan mengungkapkan, berdasarkan sudut pandang ekosistem di Indonesia, masih ada jaminan keberlanjutan yang baik untuk mengatasi mitigasi perubahan iklim.

“Dalam hal ini, Indonesia dapat menggunakan sumber daya alamnya secara berkelanjutan untuk generasi mendatang,” ungkap I Wayan pada Workshop Unlocking Possibilities in Achieving NDC from Energy and Land-use Mitigation, di Jakarta, Kamis (28/10).

Implementasi Mitigasi Lahan

Dalam mewujudkan dan menjaga kondisi tersebut, perlu melakukan beberapa upaya. Tidak hanya pemerintah, berbagai lembaga juga mengupayakan untuk menemukan berbagai referensi dan juga rekomendasi. Seperti Sustainability dan Resilience.co (su-re.co) yang melakukan tiga proyek penelitian, salah satunya adalah mitigasi lahan di Indonesia.

Proyek penelitian tersebut mereka sebut dengan Land-use based Mitigation for Resilient Climate Pathways (Landmarc) yang akan berlangsung pada tahun 2020-2024. Landmarc merupakan mitigasi berbasis lahan untuk jalur iklim tangguh pada studi kasus Indonesia yang berfokus pada kompos dan biogas.

Berlangsung sejak September 2020, pada penelitian ini su-re.co memiliki banyak sekali kolaborasi dengan pemangku kepentingan nasional dan juga regional. Salah satu tim peneliti su-re.co, Siti Indriani menjelaskan, mereka melakukan penelitian mulai dari penginderaan jarak jauh, pemodelan simulasi, dan penilaian risiko iklim, beserta juga manfaat tambahan dan ukurannya.

“Kami melakukan penilaian kualitatif seperti pengumpulan narasi, resiko, manfaat dan juga untuk menilai praktik pengurangan emisi atau penghilangan karbon. Kemudian kami juga melakukan penginderaan jarak jauh atau pemetaan lahan tanah untuk mengecek tutupan lahan lainnya,” jelas Indri.

Dalam lingkup Land-based Mitigation Technology (LMT), su-re.co mengidentifikasi beberapa implementasi sebagai solusi untuk mengurangi emisi karbon di sektor kehutanan, lahan gambut, pertanian dan limbah.

Beberapa tindakan mitigasi pada lahan sektor gambut Indonesia memiliki program 3R, yaitu rewetting, revegetation dan revitalization. Pada sektor agroforestry su-re.co mengumpulkan narasi tentang pertanian kopi dan juga coklat dalam meningkatkan kadar karbon di tanah dan kami menilai penerapan biogas dan juga kompos.

Kemampuan menekan deforestasi bantu halau krisis iklim. Foto: Shutterstock

Butuh Kolaborasi Berbagai Pihak

Dalam penerapan berbagai hal tersebut, I Wayan memaparkan harapannya terkait rencana mitigasi iklim dan rencana adaptasi yang perlu terimplementasi. Menurutnya, harus ada keterlibatan semua pihak mitra pemerintahan, sektor swasta, komunitas, mitra pembangunan, akademisi dan praktisi.

Kolaborasi tersebut akan menentukan keberhasilan dalam menerapkan mitigasi perubahan iklim dan adopsi dari tingkat nasional ke tingkat situs.

“Proses komunikasi dan konsultasi harus dilakukan secara intensif dengan semua pihak dari tingkat nasional ke tingkat situs,” katanya.

Lebih lanjut, ia juga menyebut terkait strategi ekonomi hijau dan mekanisme insentifnya. Hal tersebut merupakan kunci penting dalam menerapkan program mitigasi perubahan iklim dan adopsi aksinya di masa depan.

Penulis : Zahra Shafira

Top