Pemanasan Global Picu Penemuan Pulau Baru

Reading time: 2 menit
Temuan baru menunjukkan kemunculan pulau baru dampak dari pemanasan global. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Dampak pemanasan global terus mempengaruhi kehidupan di planet bumi. Mencairnya lapisan es di Antartika telah mengungkap temuan baru, terkait dugaan kemunculan pulau baru. Pulau baru itu terindentifikasi oleh Satelit NASA ICESat-2. Unnamed Island sebagai pulau “baru” itu berada di dekat Glencer-Conger Ice Shelf dan Bowman Island di Kutub Selatan.

Bentuk pulau tersebut tetaplah sama meskipun es di sekitarnya telah mencair, bergeser dan menghilang. Melalui pengamatan satelit, diperkirakan ketinggian pulau ini antara 30-35 meter di atas permukaan laut.

Koordinator Bidang Penelitian dan Pengembangan Klimatologi dan Kualitas Udara, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Donaldi Sukma Permana menyatakan, penemuan pulau baru tersebut bukan kali pertama terjadi.

Sebelumnya, turut ada temuan Pulau Sif di Kutub Selatan. Pulau ini teridentifikasi di balik lapisan es Kutub Selatan yang mencair di dekat gletser Thwaites dan Teluk Pulau Pine di Antartika.

Ia menyatakan konfirmasi temuan pulau baru tersebut masih dalam penelitian dan perlu pengamatan lebih intensif. Ini terkait dengan struktur untuk memastikan pulau tersebut.

“Untuk memastikan apabila bedrock atau dasar batuan pulau tersebut di bawah permukaan laut maka es yang ada di atas pulau tersebut hanya seperti “ice cream” di atas “cone”. Es itu suatu saat akan terlepas dan mengapung menjadi iceberg kemudian mencair pada akhirnya,” katanya kepada Greeners baru-baru ini.

Mencairnya Es Imbas Pemanasan Global

Lebih jauh, ia menyebut penemuan pulau baru bisa terus terjadi seiring dengan mencairnya gletser di Kutub Utara dan Selatan imbas pemanasan global. “Ini akan terus terjadi pada beberapa tahun mendatang sejalan dengan mencairnya gletser dan sea ice di Kutub Selatan dan Utara sebagai dampak dari pemanasan global baik suhu udara maupun suhu muka laut,” papar dia.

Sementara itu pemanasan global juga berdampak di Indonesia. Justru pencairan gletser di Puncak Jaya, Papua lebih terasa karena ketinggian Puncak Jaya lebih rendah daripada gunung-gunung lain dengan gletser tropis. Dengan begitu perkiraannya gletser di Puncak Jaya akan cepat hilang.

Gletser di Puncak Jaya mencair dan ada perkiraan akan hilang tidak lama lagi. Adapun dua gletser besar yang tersisa di Puncak Jaya terus mencair sejak pengamatan tahun 2002 hingga 2018. “Hilangnya salju abadi Papua diperkirakan antara tahun 2024-2026. Kontribusi pencairan es ini yaitu terhadap kenaikan tinggi muka laut,” imbuhnya.

Ketebalan Es di Puncak Jaya Terus Berkurang

Berdasarkan data BMKG, pada Juni 2010, ketebalan es di sana mencapai 31,49 meter. Tebal es kemudian berkurang 5,26 meter dari tahun 2010-2015 dengan rata-rata 1,05 meter per tahun.
Tebal es berkurang 5,7 meter dari November 2015-November 2016 (tahun El Nino kuat). Per Februari 2021 susut es di Puncak Jaya Wijaya telah mencapai 23,46 meter.

Pengamat lingkungan dari Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa menilai, mencairnya gletser di Puncak Jaya akan berimplikasi terhadap ekosistem yang ada. Misalnya, penambangan dan pengurangan volume air sebagai sumber kehidupan ekosistem di daerah Puncak Jaya.

Catatan The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyebut, bahwa perubahan iklim imbas pemanasan global berdampak pada seluruh ekosistem di daratan (pegunungan hingga daratan sebelum pantai) maupun lautan.

“Ini akan berimplikasi pada perilaku alam seiring hilangnya salju di sana. Mulai dari perilaku flora dan fauna dan jika sampai proses jangka panjang maka juga bisa memicu kepunahan,” tandasnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top