Pembangunan Belum Berpihak Pada Konservasi

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Pada tanggal 8 Agustus 2015 lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar membuka acara rangkaian peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2015 di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten.

Peringatan HKAN yang diperingati setiap tanggal 10 Agustus ini dikemas melalui Jambore Konservasi Alam Nasional yang berlangsung pada 8-10 Agustus 2015 dan mengusung tema “Keberlanjutan Konservasi Alam”. Sayangnya, prinsip konservasi yang ditunjukkan dalam agenda pembangunan pemerintah saat ini dinilai masih belum memiliki prinsip-prinsip pembangunan yang berpihak pada konservasi.

Pakar konservasi yang juga Ketua Pusat Riset untuk Perubahan Iklim Universitas Indonesia, Jatna Supriatna saat dihubungi oleh Greeners mengatakan, bahwa saat ini banyak diantara para pembuat kebijakan masih menganggap bahwa konservasi sebagai penghambat pembangunan. Menurutnya, seharusnya para pembuat kebijakan dapat mengembalikan dasar tujuan pembangunan, yaitu untuk menyejahterakan rakyat.

“Jadi, ya upaya konservasi juga harus berujung pada kesejahteraan masyarakat,” jelas Jatna, Jakarta, Selasa (11/08).

Saat ini, kata Jatna, permasalahan klasik terkait konservasi Sumber Daya Alam membutuhkan implementasi yang lebih meluas dibandingkan hanya bicara tentang harimau atau gajah saja. Karena, katanya lagi, ada begitu banyak keanekaragaman sumber daya alam yang juga harus dilindungi.

“Mereka (biodiversitas) itu aset yang sangat banyak dan penting bagi Indonesia. Sekarang, apa yang akan mereka (pemerintah) lakukan untuk menyelamatkan biodiversity ini jika pembangunan yang dilakukan tidak berpihak pada konservasi sumber daya alam? Karena, sering kali pembangunan di suatu lokasi yang tujuannya menyejahterakan masyarakat justru malah menyengsarakan masyarakat di lokasi lainnya,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Greenpeace Indonesia, Longgena Ginting berpendapat bahwa jika dilihat secara visi dari nawacita Presiden Joko Widodo, terlihat ada beberapa arah pembangunan yang berpihak pada konservasi lingkungan. Namun untuk tahun ini, menurut Longgena, seharusnya masyarakat sudah bisa melihat beberapa implementasi yang cukup nyata terkait visi dari nawacita presiden tersebut.

“Saat ini yang masih jauh dari harapan bisa kita lihat di sektor energi, berkaca dari rencana pembangunan pembangkit listrik 35.000 watt yang 60 persennya itu masih menggunakan energi kotor atau batubara. Di sini kita melihat di sektor energi masih harus dibenahi lagi,” tambahnya.

Menurut Longgena, pembangunan energi sekarang banyak yang mengorbankan sektor pangan. Ia menyontohkan kasus Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Batang yang mengorbankan banyak lahan pangan untuk pembangunan energi.

“Ini tidak bisa seperti itu karena seharusnya kebijakan kedaulatan energi berjalan seiringan dengan kebijakan kedaulatan pangan. Apalagi kepentingan energi ini lebih banyak untuk kepentingan industri dan malah merugikan masyarakat,” tutupnya.

Sebagai informasi, saat ini pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengaku akan mengevaluasi dan memeriksa semua izin yang terkait dengan hutan dengan membentuk Tim Evaluasi Perizinan Kehutanan pada Mei lalu. Hutan yang dibebani konsesi tetapi tidak produktif akan menerima konsekuensi berupa sanksi.

Penulis: Danny Kosasih

Top