Pemulihan Gambut dan Mangrove Indonesia Perlu Dunia Contoh

Reading time: 3 menit
Komitmen Indonesia memulihkan gambut dan mangrove harus menjadi contoh dunia untuk menekan dampak perubahan iklim. Foto: Pantau Gambut

Jakarta (Greeners) – Indonesia harus memberi contoh dan mendorong negara-negara dunia melalui Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (EDM-CSWG) memulihkan gambut dan mangrove. Keberhasilan Indonesia dalam pemulihan keduanya jadi bukti konkret aksi nyata menekan dampak perubahan iklim.

Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo menyatakan, isu pemulihan gambut dan mangrove sebelumnya mencuat dalam perhelatan COP26 di Glasgow, Skotlandia. Komitmennya adalah menjaga batas pemanasan global tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius melalui penghilangan energi batu bara dan pengurangan energi fosil.

Selain itu, upaya pengurangan emisi gas rumah kaca juga melalui pemulihan gambut dan mangrove, terutama di negara-negara Asia Tenggara yang telah lama melakukannya.

Pada COP25 tahun 2019 di Madrid, juga telah membahas isu penting peluang peningkatan emisi yang berasal dari negara-negara yang masih memiliki gambut tersebut. Ini tak lain karena gambut merupakan penyimpan karbon. Ketika ditekan lajunya, pelepasan emisinya akan berkurang di udara.

Akhirnya dilakukan berbagai cara untuk menekan laju pelepasan emisi itu. Pertama adalah kebakaran dan kedua dengan penghilangan faktor yang bisa mengurangi emisi itu melalui hutan, termasuk di dalamnya hutan mangrove.

“Itu artinya yang namanya gambut harus dimanajemen dengan baik sehingga proses pelepasan yang tidak diinginkan bisa ditekan,” katanya kepada Greeners di Jakarta, Kamis (3/3).

Perluas Pemulihan Gambut dan Mangrove Indonesia

Bambang berharap, pemulihan lahan gambut dan mangrove sebagai bentuk upaya pengurangan emisi dapat Indonesia perluas. Bentuknya dengan memperluas areal maupun menjadi gerakan yang semakin masif.

“Merestorasi tak sekadar memulihkan lahan gambut yang telah rusak. Tapi lebih dari itu, yaitu mereduksi emisi yang ada di atmosfer dengan melakukan kegiatan penanaman mangrove,“ imbuhnya.

Bambang juga mengingatkan agar pemerintah Indonesia secara aktif memastikan terkait janji pendanaan terkait pemulihan antisipasi perubahan iklim yang telah Indonesia lakukan.

“Kita telah bertanggung jawab terhadap global climate change sehingga peran mereka sangat penting. Kalau satu sama lain dalam G20 saling mendukung pasti akan luar biasa,” ucapnya.

Gambut dan Mangrove Flagship Indonesia untuk Dunia

Sementara itu Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Relianto mengatakan, pemulihan gambut dan mangrove akan menjadi flagship Indonesia untuk dunia.

“Sehingga kita didorong untuk me-leading by example kepada negara-negara yang juga sebenarnya telah mempunyai peat land (lahan gambut) tapi manajemennya belum seintens di Indonesia,” katanya dalam Live Podcast bertajuk “EDM-CSWG dan Y20 untuk Sukses Presidensi G20 Indonesia”, Rabu (2/3).

Manajemen gambut di Indonesia menjadi perhatian khusus mengingat kebakaran lahan gambut di Indonesia menjadi isu utama. Pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG) pada tahun 2016 dan sekarang menjadi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) membuktikan komitmen kuat pemerintah Indonesia. “Kita sudah memulihkan 3,6 juta hektare secara hidrologis dan hasilnya adalah tingkat kebakaran hutan menurun,” imbuhnya.

Sigit menegaskan, keberadaan gambut sangat mempengaruhi perubahan iklim. Pasalnya, gambut itu sendiri dapat menyimpan karbon hingga 30 %. Meski hanya 3 % dari seluruh permukaan bumi, jika terjadi kebakaran maka sebanyak 30 % karbon terlepas ke atmosfer.

Demikian pula dengan pemulihan mangrove. Mangrove merupakan salah satu vegetasi yang mengandung karbon tinggi. Pemulihan mangrove sekitar 600.000 hektare telah membuktikan komitmen Indonesia terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca.

Dorong Perlindungan Lingkungan Lewat G20

Sebelumnya, Menteri LHK, Siti Nurbaya menyatakan EDM-CSWG merupakan agenda strategis bagi Indonesia dalam Forum G20 untuk menunjukan kepada dunia. Salah satu agenda pentingnya terkait kekuatan dalam pengelolaan lingkungan dan pengendalian iklim yang berkelanjutan.

“Indonesia memandang sangat penting juga untuk memastikan bahwa komitmen-komitmen tersebut dipenuhi melalui kebijakan dan aksi-aksi nyata. Leading by examples oleh seluruh negara G20 dan akan akan menjadi contoh bagi negara-negara lain,” kata Menteri Siti.

Negara-negara yang tergabung dalam G20 menguasai sekitar 80 % perekonomian dunia. Selain itu menghasilkan sekitar 80 % emisi gas rumah kaca global. Serta menghasilkan sebagian besar marine plastic litter. Namun, ia memastikan pada saat yang sama juga merupakan kekuatan untuk menjawab dan mengatasi tantangan tersebut.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top