Perburuan Liar dan Perdagangan Gading Tingkatkan Kasus Kematian Gajah

Reading time: < 1 menit
Ilustrasi: freeimages.com

Jakarta (Greeners) – Kasus kematian gajah tanpa gading sering kali terjadi. Bukan hanya pada gajah liar, gajah patroli di Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) bernama Yongki pun turut menjadi korban dan mati mengenaskan.

Elisabeth Purastuti dari Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) mengatakan bahwa kasus kematian gajah lebih banyak disebabkan oleh perburuan liar dan perdagangan gading yang cukup tinggi. Belum lagi habitat gajah sumatera yang 85 persennya berada di luar kawasan konservasi sehingga konflik antara manusia dan gajah pun tak terhindarkan.

“Rentang tahun 2014 hingga 2015, jumlah kematian gajah yang teridentifikasi di lapangan paling tidak ada 78 individu,” jelas Elisabeth saat menyampaikan paparannya dalam seminar “Konservasi Gajah Indonesia: Cegah Dari Kepunahannya” sebagai bagian dari acara Hello Nature 2015 di Jakarta, Sabtu (14/11).

Lebih lanjut Elisabeth menerangkan bahwa dari sekian banyak kasus kematian gajah yang teridentifikasi, kasus perburuan dan pembunuhan gajah yang diproses hingga ke pengadilan masih sangat sedikit. Belum lagi vonis bagi pelaku perburuan juga sangat minim sehingga tidak memberikan efek jera bagi pelaku.

Apabila kondisi penurunan populasi gajah terus menurun dan didiamkan, maka kepunahan gajah di Indonesia akan berlangsung sangat cepat dan Indonesia akan kehilangan mamalia berukuran besar ini.

Sebagai informasi, di Indonesia, ada dua sub spesies dari gajah asia, yaitu gajah sumatera dengan populasi 1.724 individu (FKGI, 2014) dan gajah kerdil borneo atau gajah kalimantan dengan populasi 20 sampai 80 individu (WWF dan BKSDA, 2008). Saat ini, kondisi gajah sumatera dalam kondisi kritis dimana populasinya terus menurun dan pada tahun 2011 sempat dikategorikan sebagai critically endangered atau terancam punah dalam daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature).

Penulis: Danny Kosasih

Top