Studi Bioekonomi Udang: Awal dari Perikanan Berkelanjutan

Reading time: 2 menit
perikanan
Studi Bioekonomi Udang: Awal dari Perikanan Berkelanjutan. Foto: KKP

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas melakukan kajian bioekonomi dengan menyorot pengelolaan udang di Laut Arafura (Wilayah Pengelolaan Perikanan atau WPP 718); untuk mencapai perikanan berkelanjutan pada Seminar ‘Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan: Studi Bioekonomi Udang di Laut Arafura’, yang berlangsung di Jakarta, Selasa (24/03/2021).

Jakarta (Greeners) – Studi Bioekonomi ini memadukan penyusunan kebijakan berbasis ilmiah dan menerapkannya untuk kebutuhan masyarakat.

Nantinya, kebijakan berlandaskan sains ini akan mendukung perencanaan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan, pelestarian lingkungan serta sumber daya kelautan dan perikanan, pun mendorong perekonomian nasional.

Produksi Udang yang Tinggi Terbentur Illegal Fishing

Untuk menggapai keberhasilan pengelolaan WPP 718 yang berkelanjutan, perlu data yang presisi akan stok sumber daya ikan, kemampuan pelacakan kapal laut, serta pelaksanaan kajian bioekonomi perikanan yang potensial seperti Udang.

Di Laut Arafura, misalnya, Udang mencapai produksi hingga 283,4 ribu ton atau sekitar 11% dari produksi nasional (KKP, 2019).

Namun, praktik untuk membangun perikanan berkelanjutan ini menghadapi tantangan terkait illegal fishing, kelebihan kapasitas tangkap, belum jelasnya tingkat optimal alokasi kapal dan pemanfaatan sumber daya.

Keterlibatan Setiap Lapisan Masyarakat untuk Menerapkan Studi Bioekonomi

Maka dari itu, butuh keterlibatan semua pihak, mulai dari wakil dari akademisi sebagai basis untuk mengambil kebijakan; serta representatif dari bidang kewirausahaan, lembaga swadaya masyarakat, juga masyarakat itu sendiri.

Partisipasi para wikalat ini menjadi penentu bagaimana upaya penangkapan dan produksi perikanan dengan pendekatan bioekonomi.

Artinya, semua berperan untuk mengoptimalkan nilai ekonomi, tetapi tidak menghabiskan sumber daya untuk generasi yang akan datang.

Aktivis Sektor Perikanan Suarakan Penolakan UU Cipta Kerja

Membangun perikanan berkelanjutan menghadapi tantangan terkait illegal fishing, kelebihan kapasitas tangkap, belum jelasnya tingkat optimal alokasi kapal dan pemanfaatan sumber daya. Foto: Shutterstock.

Kebijakan yang Fleksibel

Keberhasilan WPP sebagai ruang untuk membangun perikanan berkelanjutan, akan sangat bergantung pada ketersediaan data. Informasi dari data kemudian akan membantu pembentukan kebijakan yang dapat menyesuaikan karakteristik wilayah.

“Satu kebijakan tidak mungkin bersifat one fit for all. Sehingga kita harapkan kebijakan yang dilaksanakan nanti secara sosial bisa diterima, secara ekonomi menguntungkan, secara teknis bisa dilaksanakan dan secara lingkungan itu mencapai keberlanjutan,” ujar Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian PPN/Bappenas.

Tak hanya itu, sambungnya, perlu juga adanya data center untuk publikasi pengelolaan data, dapat dijangkau oleh semua pemangku kepentingan.

Baca juga: Evoware, Pembungkus Ramah Lingkungan dari Kebaikan Laut

Studi Bioekonomi Menciptakan Perikanan Berkelanjutan

Perikanan berkelanjutan sendiri mencakup beberapa poin, yaitu:

  • pengelolaan ruang laut dan rencana zonasi;
  • manajemen ekosistem kelautan dan pemanfaatan jasa kelautan secara berkelanjutan;
  • meningkatkan produksi, produktivitas, standarisasi, jaminan mutu dan keamanan produk kelautan dan perikanan;
  • meningkatkan fasilitas usaha, pembiayaan, kesejahteraan dan pemberdayaan nelayan, sekaligus perlindungan usaha skala kecil;
  • serta meningkatkan kualitas dan kompetensi SDM, inovasi teknologi dan riset.

Kajian bioekonomi ini masih terus melewati proses penyempurnaan, seiring dengan ketersediaan data yang lebih lengkap dan menyeluruh.

Namun studi ini dapat menjadi acuan awal untuk pengelolaan perikanan udang di Arafura yang berlandaskan kaidah-kaidah ilmiah yang transparan dan akuntabel.

Penulis: Agnes Marpaung.

Top