Pertegas Aturan Wisata Petualangan Agar Tak Rusak Alam

Reading time: 3 menit
Sampah masih menjadi persoalan serius di sektor pariwisata. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Indonesia memiliki ratusan gunung, 127 di antaranya gunung api aktif. Setiap gunung memiliki karakteristik tersendiri dan menjadi daya pikat wisata petualangan salah satunya pendakian gunung.

Namun destinasi wisata petualangan kerap kali tercoreng karena aktivitas tidak bertanggung jawab pelaku wisata. Tumpukan sampah dan rusaknya habitat alam menjadi salah satu dampak dari perilaku wisata tidak bertanggung jawab.

Seiring turunnya kasus pandemi Covid-19, sektor pariwisata mulai menampakkan geliatnya. Sebagai antisipasi untuk memastikan keberlanjutan wisata petualangan perlu memastikan zero waste mountain.

Aktivis Lingkungan Galih Donikara mengatakan, selama ini sikap pelaku wisata petualangan masih sepenuhnya belum berpihak ke alam. Mereka, sambungnya masih menjadikan alam sebagai objek, bukan subjek yang harusnya mereka lindungi.

“Masih banyak kalau orang begitu membeli tiket pendakian itu seolah-olah membeli gunung. Mereka bebas melakukan apapun, karena sudah dapat hasil. Bukan lagi kesadaran bahwa gunung itu justru akan bersih bila kita tidak datang ke sana,” katanya kepada Greeners, Selasa (5/7).

Selama ini, tanggung jawab kebersihan gunung harusnya diemban semua elemen. Misalnya para pendaki yang harusnya sadar tak membuang sampah di gunung. Pengelola dan petugas pos pendakian gunung harus tegas menjaga agar sampah tak masuk gunung. Dan terakhir, regulasi pemerintah juga harus tegas melarang hal ini.

Mengacu tiga elemen tersebut, Galih menekankan elemen kunci terletak pada pengelola dan pos penjaga pendaki gunung. Mereka, sambung Galih merupakan orang paling utama dalam memegang kunci boleh tidaknya para pendaki masuk ke gunung.

“Pengelola pendakian gunungnya belum tegas dan konsisten dalam mencegah sampah masuk ke dalam,” imbuhnya.

Pertegas Aturan Wisata Petualangan

Lebih jauh ia menyebut pentingnya membentuk satuan kongres pelaksanaan. Dengan begitu penerapan peraturan khusus pendaki gunung bisa dilaksanakan secara optimal.

“Misalnya melalui sosialisasi di media sosial dan di pintu masuk pendakian. Apa saja yang tidak boleh dibawa, seperti benda-benda yang berpotensi menjadi sampah. Jadi tidak ada toleransi untuk pendaki yang tidak memenuhi syarat,” ungkapnya.

Selain itu, petugas pengelola juga hendaknya menyiapkan solusi untuk pendaki. Misalnya penyiapan perbekalan yang minim menghasilkan sampah. Lalu pembuatan menu perbekalan yang sesuai dengan kebutuhan. Dengan adanya fasilitas ini, turut mengedukasi para pendaki gunung.

Galih menyebut, aturan tersebut hendaknya terimplementasi di semua gunung, baik yang Taman Nasional, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), maupun masyarakat kelola.

Pelayanan terpadu tersebut, harus mempunyai standar yang sama. “Kalau tidak maka para pendaki ini tidak akan belajar. Pendaki tidak akan kapok dan cenderung memilih gunung manakah yang bisa didaki dengan aturan yang lebih longgar,” tegasnya.

Galih menyoroti pentingnya aspek pengelolaan terpadu wisata petualangan. Para pengelola pendakian gunung misalnya, harus kompak memutuskan semua gunung zero waste mountain, bebas dari sampah.

“Kalau gerakan itu menjadi gerakan bersama maka bisa menjadi pola atur dan pola tindak yang sama,” imbuhnya.

Pariwisata Berkelanjutan Harus Memperhatikan Kualitas

Koordinator Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Tidar Hatsaputra mengungkapkan, berdasarkan Travel and Tourism Competitiveness Indeks (TTCI) tahun 2019, posisi Indonesia cenderung paling rendah dibanding negara-negara tetangga di Asia Tenggara.

Misalnya, dalam hal environmental sustainability dengan perolehan skor 135, health and hygiene dengan skor 102. Selanjutnya, service infrastructure dengan skor 98 dan safety and security dengan skor 80.

Menurut Tidar, Indonesia sudah sebaiknya mulai mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan dengan memerhatikan kualitas bukan sekadar kuantitas target jumlah wisatawan. Sebab, poin inilah yang memengaruhi industri pariwisata bertahan secara berkelanjutan ke depan.

“Sebab semakin berkualitas, semakin banyak aktivitas dan para turis akan betah,” katanya.

Skor TTCI tahun 2019 merupakan tugas besar yang harus berbagai pihak selesaikan antara para pelaku pariwisata, wisatawan, pihak swasta dan kementerian terkait.

Pandemi Covid-19 menjadi momen sekaligus titik balik pariwisata di Indonesia untuk bisa berbenah lebih baik. “Kita ingin pariwisata yang berkualitas, resilience terhadap daya kritis, serta sustainable ke depan,” tandasnya.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Indonesia International Outdoor Festival 2022

Top