Pertimbangan HAM dalam Putusan Gugatan Pencemaran Udara Jakarta

Reading time: 3 menit
Pencemaran Udara Jakarta
Foto : Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Andri G.Wibisana berharap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan tuntutan yang diajukan 32 warga ibu kota terhadap tujuh lembaga negara terkait pencemaran udara Jakarta.

Dia menilai, dalam gugatan ini bukan hanya mengenai pelanggaran kewajiban oleh pemerintah, namun terdapat satu hal penting yang masuk di dalamnya yaitu HAM.

“Gugatan ini substansinya bagus sekali, sayang kalau hakim mengabaikan. Terlepas hasilnya seperti apa, gugatan ini memaksa hakim untuk dapat melihat lebih jauh lagi. Bukan hanya tentang kewajiban berdasarkan peraturan PP No.41/1999 beserta turunannya, tetapi lebih penting lagi yakni dalil yang diajukan tentang pelanggaran hak atas lingkungan hidup sebagai hak asasi manusia,” tutur Andri dalam Media Briefing Koalisi Ibukota, Kamis (06/05/2021).

Dia menambahkan, Majelis Hakim dalam gugatan ini seharusnya juga bisa mempertimbangkan pendapat keahlian dari saksi-saksi yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum Penggugat. Terlebih, dalam perjalanannya, tim advokasi menghadirkan beberapa saksi ahli seperti ahli neurologi dari AS, ahli kesehatan publik, ahli pengendalian pencemaran udara, ahli hukum administrasi negara, komisioner Komnas HAM, hingga menyampaikan Amicus Curiae dari Pelapor Khusus PBB, David R.Boyd.

“Semoga hakim mau melihat hal substantifnya. Karena sudah ada David Boyd dan saksi-saksi lain. Kalau hakim lebih fokus dengan melihat syarat prosedural gugatan CLS, tentu saya akan kesal kalau seperti itu. Semoga tidak,” imbuh Andri.

Sudah ada aturan yang jelas terkait Pencemaran Udara Jakarta

Lebih lanjut, Andri menilai bahwa pemerintah sebenarnya sudah mengetahui mengenai kewajiban dalam penanganan masalah lingkungan, khususnya pencemaran udara Jakarta. Dia menyebut, hal itu sudah jelas tertulis mulai dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri sampai Peraturan Gubernur.

“Dalam memutuskan gugatan ini, menurut saya, caranya cukup simpel. Ada kewajiban yang ditulis dalam undang-undang. Mulai dari PP, Permen LH sampai Pergub. Nah itu semua sudah dilaksanakan dengan benar atau tidak?” tukas Andri.

Salah satu penggugat, Inaya Wahid, mengaku sangat berharap jika gugatan ini akan dikabulkan oleh Majelis Hakim. Dia menginginkan, ada langkah nyata yang jelas, terukur, dan berbasiskan sains, yang dilakukan oleh pemerintah untuk segera mengatasi polusi udara Jakarta.

“Yang pasti jangka pendeknya, saya ingin para hakim mengabulkan gugatan kami untuk seluruhnya. Karena saya yakin bukan hanya kami yang menghirup langsung udara di sini dan merasakan betapa nggak enaknya udara Jakarta. Tapi, saya yakin para Hakim juga merasakan betapa tidak nyaman dan tidak enaknya udara di Jakarta,” ungkap Inaya.

Lebih dari itu, kata Inaya, para penggugat berharap jika nanti Majelis Hakim mengabulkan gugatan ini, perubahan kebijakan yang harus segera dibuat oleh pemerintah dalam mengendalikan pencemaran udara Jakarta, bukan hanya sebagai kebijakan politis yang berlaku di periode pemerintah saat ini.

Penanganan Pencemaran Udara Jakarta Libatkan Partisipasi Warga

“Ketika pemerintahan saat ini berganti, jangan sampai kemudian berubah lagi kebijakannya. Harapan kami, pemerintah juga mau melibatkan masyarakat secara luas untuk menyusun kebijakan. Seperti pemerintah China yang menggandeng masyarakat untuk mengampanyekan problem-problem yang bisa muncul dari PM2.5. Jadi, publik juga sadar bahwa hak mereka dan sedang dipenuhi oleh pemerintah,” paparnya.

Mewakili tim advokasi gugatan, Ayu Eza Tiara optimistis bahwa Majelis Hakim akan memenangkan gugatan. Alasannya, dalam proses persidangan yang sudah berlangsung hampir 2 tahun ini, para kuasa hukum Tergugat beberapa kali menghadirkan saksi-saksi yang tidak kompeten. Bahkan, ada salah satu saksi ahli yang dihadirkan oleh salah satu kuasa hukum tujuh lembaga negara itu sempat menyampaikan bahwa pemerintah lalai dalam melakukan pemenuhan hak udara bersih dan sehat.

“Saksi ahli dari tergugat justru secara jelas menyampaikan bahwa pemerintah lalai melakukan pemenuhan hak-hak atas udara bersih dan sehat. Ini jadi poin penting bahwa ahli dari tergugat saja pro dengan kami. Jadi, saya rasa tidak ada alasan lagi dari tim hukum Tergugat untuk mengaku bahwa pemerintah sudah melakukan hal yang sebaik mungkin. Bahkan, yang diklaim sudah sebaik mungkin itu malah disebut saksi ahli masih tidak efektif dan tidak maksimal,” jelas Ayu.

Sidang putusan Gugatan Warga Negara atas Pencemaran Udara Jakarta dijadwalkan digelar di Ruang Sidang Prof.Dr.H M Hatta Ali SH MH Pengadilan Negeri Jakarta pada 20 Mei mendatang.

Penulis: Dewi Purningsih

 

BACA JUGA : Lumut Kerak: Biosource dan Bioindikator Pencemaran Udara

BACA JUGA : Polusi Udara Dapat Memicu Resiko Diabetes

 

Top