Pola Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab Harus Mulai Diperhatikan

Reading time: 2 menit
pola konsumsi
Ilustrasi: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Permasalahan lingkungan yang terus muncul hingga saat ini, tidak terlepas dari pola produksi dan konsumsi yang tidak bertanggung jawab. Untuk itu diperlukan komitmen perubahan pada produsen dan konsumen melalui pemanfaatan sumberdaya secara efisien.

Ditemui di sela pelaksaanaan acara Resource Efficient and Cleaner Production (RECP) Expo dan Forum 2017, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Hubungan Antar Lembaga, Pusat dan Daerah Ilyas Assaad mengatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya secara efisien merupakan implementasi dari Sustainable Consumption and Production (SCP) atau pola konsumsi dan produksi bertanggung jawab.

SCP ini, katanya, adalah upaya perwujudan perubahan secara terpadu dan sistematis dari pola sebelumnya yang tidak ramah lingkungan dan tidak berkelanjutan oleh semua pemangku kepentingan secara global. Diharapkan SCP dapat memberikan multimanfaat penting, berupa perubahan pola konsumsi masyarakat yang bertanggung jawab, efisien dan ramah lingkungan.

“Apalagi, kapasitas industri barang dan jasa serta inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang ramah lingkungan terus bertumbuh setiap saat,” terang Ilyas kepada Greeners, Jakarta, Jumat (28/04).

BACA JUGA: Pemerintah Mulai Merinci Implementasi NDC Indonesia

Pemerintah, terusnya, saat ini tengah menyiapkan kebijakan, program dan instrumen dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, disamping pengembangan dan penyediaan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Penerapan SCP ini memerlukan praktik dan inovasi iptek terkait pemanfaatan sumberdaya secara efisien, pencegahan dan pengurangan pencemaran ke lingkungan serta meminimalkan risiko dampak kesehatan bagi konsumen dan masyarakat.

Oleh karenanya, masyarakat, industri bahkan sektor pemerintahan perlu mengubah pola konsumsi dan produksinya karena kondisi dan ketersediaan sumber daya alam (SDA) yang semakin terbatas. Komitmen konsumsi dan produksi berkelanjutan juga ditetapkan agar produk dan pola konsumsi mampu berwawasan lingkungan.

Menurut Ilyas, komitmen ini selaras dengan tujuan ke-12 pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goal’s (SDG’S). Ia mengatakan, tujuan pembangunan poin 12 terkait produksi dan konsumsi berkelanjutan ialah menyangkut efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, mengurangi dampak negatifnya dan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

“Kita siap kawal tujuan pembangunan berkelanjutan itu, apalagi mandat ke 12 SDG’S ini juga menjadi harapan dunia ke depan. Sebab saat ini pemanfaatan sumber daya alam masih boros,” tuturnya.

BACA JUGA: Pengelolaan Limbah dan Sampah, Teknologi Ramah Lingkungan Sangat Diperlukan

Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Noer Adi Wardojo, menambahkan, konsep keterpaduan ekonomi dan lingkungan sebenarnya sudah mulai digalakkan KLHK sejak tahun 2002. Dalam konsep itu pembangunan ekonomi wajib mempertimbangkan aspek berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Saat ini, lanjut Adi, KLHK sedang mengkaji mekanisme insentif dan disinsentif bagi perusahaan yang melakukan dan tidak melakukan efisiensi dalam proses produksi dan menghasilkan produk ramah lingkungan. Skema insentif yang dimaksud bisa berupa penghargaan seperti green industry dan Proper. Praktik baik lainnya juga akan diukur dan tingkatkan misalnya ketika menghasilkan produk ramah lingkungan yang tentunya bisa diberi ekolabel.

“Terkait skema insentif entah berbentuk insentif moneter atau yang lain itu masih dikaji. Peraturan pemerintahnya pun masih digodok,” tutupnya.

Penulis: Danny Kosasih

Top