Riset: 6 Kota Besar di Indonesia Didominasi Sampah Kemasan

Reading time: 3 menit
Sampah kemasan plastik kecil masih mendominasi pembuangan akhir sampah. Foto: Dini Jembar Wardani
Sampah kemasan plastik kecil masih mendominasi pembuangan akhir sampah. Foto: Dini Jembar Wardani

Jakarta (Greeners) – Litbang Kompas dan Net Zero Waste Management Consortium (NZWMC) merilis laporan riset permasalahan sampah plastik di Indonesia. Riset tersebut dilakukan di enam kota besar pada 2022. Hasil riset membuktikan kemasan plastik kecil masih mendominasi pembuangan akhir sampah.

Laporan riset bertajuk “Potret Sampah 6 Kota: Medan, Samarinda, Makassar, Denpasar, Surabaya dan DKI Jakarta” memberi penekanan khusus pada kemasan plastik kecil yang sulit diolah. Kemudian, kurang bernilai ekonomis dan mudah tercecer. Misalnya, kemasan saset, plastik kresek, bungkus mie instan, dan air mineral kemasan gelas.

Auudit investigasi sampah plastik mencakup pengumpulan, pemilahan, dan identifikasi sampah. Riset dilakukan di 17 sampel Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di setiap kota.

BACA JUGA: Sampah Produk Pascakonsumsi Harus Punya Solusi

“Hasilnya teridentifikasi 1.930.495 buah sampah plastik yang terbagi dalam 635 varian sampah produk konsumen dari berbagai merek,” kata Lead Research NZWMC, Ahmad Safrudin dalam sambutannya di National Workshop dan Public Expose Riset Potret Sampah 6 Kota, Rabu (22/11).

Safrudin menambahkan, serpihan kemasan produk berbagai brand, termasuk sampah botol dan cup minuman dalam kemasan masih mendominasi timbulan sampah. Khususmya, di berbagai site dan rantai jalur sampah, termasuk di TPA pada enam kota besar.

Menurutnya, hal tersebut mengindikasikan Extended Producer Responsibility (EPR) atau tanggung jawab produsen atas keseluruhan daur produk setiap produknya belum efektif. Kemudian, up sizing atau kebijakan packaging oleh produsen untuk beralih ke kemasan dengan ukuran yang lebih optimum pun belum banyak dilakukan.

Sampah kemasan plastik kecil masih mendominasi pembuangan akhir sampah. Foto: Dini Jembar Wardani

Sampah kemasan plastik kecil masih mendominasi pembuangan akhir sampah. Foto: Dini Jembar Wardani

Hasil Temuan Sejalan dengan Survei Persepsi Publik

Peneliti Litbang Kompas, Nila Kirana menyampaikan, temuan lapangan tersebut sejalan dengan survei persepsi publik di enam kota atas persoalan sampah.

“Dari survei Litbang Kompas di enam kota, sampah dari kemasan produk makanan, produk minuman, produk kecantikan dan kebersihan, serta produk kesehatan merupakan sampah kemasan yang dominan. Hal itu menurut persepsi masyarakat” kata Nila.

Jajak pendapat juga mendapati 77,5% responden yang tidak pernah mengumpulkan kemasan dan mengembalikannya ke produsen. Kemudian, sebesar 75,7% responden yang tidak pernah mengumpulkan produk yang sampahnya dikumpulkan oleh produsen.

“Hasil jajak pendapat di enam kota ini sedikit banyaknya memberi gambaran apa yang ada di pikiran masyarakat. Apa yang mungkin telah berkembang menjadi persepsi masyarakat, mindset masyarakat, bahkan ada di antaranya yang telah menjadi kebiasaan yang nyaris mempengaruhi kultur masyarakat dalam mengelola dan memperlakukan sampah,” ujar Nila.

Pengamatan Membuktikan Pengelolaan Sampah Belum Efektif

Sementara itu, Safrudin menjelaskan audit investigasi sampah di enam kota, berhasil menghadirkan potret faktual pengelolaan sampah di tengah masyarakat. Berdasarkan dari pengamatan ini, terbukti bahwa pengelolaan sampah pada enam kota di Indonesia belum berjalan efektif.

“Pengamatan selama audit sampah di enam kota menunjukkan belum ada praktik pengurangan sampah melalui pengumpulan dan pembuangan terpilah. Hal ini dengan berorientasi pemanfaatan sampah seoptimal mungkin. Semua masih berlaku sebagaimana adanya (business as usual),” ucap Safrudin.

BACA JUGA: Mikroplastik Ancam Perairan di Kota Mataram

Dia juga mengkritisi pemerintah kabupaten maupun kota. Khususnya yang tidak menyiapkan sistem dan infrastruktur program pengurangan sampah dengan penempatan dan pengumpulan terpilah.

“Inisiatif warga baik pribadi maupun komunal di level RT atau RW pupus ketika menyaksikan bahwa petugas sampah kembali menyatukannya (di gerobak sampah, di TPS, di truk, di TPA) atas sampah hasil pilahan mereka,” tambah Safrudin.

Selain itu, Safrudin mengungkap, peran bank sampah di keenam kota tersebut masih belum signifikan. Sebab, bank sampah masih berorientasi pada sampah bernilai tinggi. Hal itu tidak berbeda dengan pelapak atau pemulung yang sebatas melakukannya dengan motif ekonomi.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top