AZWI: Capres Cawapres Belum Prioritaskan Tata Kelola Sampah

Reading time: 3 menit
Ilustrasi tata kelola sampah. Foto: Freepik
Ilustrasi tata kelola sampah. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Alianzi Zero Waste Indonesia (AZWI) memandang bahwa visi misi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), belum memprioritaskan akar masalah tata kelola sampah di Indonesia. Penyelesaian masalah ini harus komprehensif, tidak terbatas pada pembangunan infrastruktur dan tidak hanya berfokus di hilir.

Menurut AZWI, berdasarkan visi dan misi pasangan calon (paslon), tata kelola sampah selama ini belum jadi isu arus utama dalam membangun kebijakan pemerintah. Perhatian para paslon masih tertuju pada isu lingkungan hidup lainnya, seperti energi, tata kelola sumber daya alam, dan perubahan iklim.

Padahal, dampak dari buruknya tata kelola sampah telah dirasakan semua pihak dan beririsan dengan isu lingkungan hidup lainnya. Misalnya, pembuangan sampah tercampur di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) secara open dumping menjadi penyebab kebakaran TPA di Indonesia.

Meskipun sudah ada kemajuan tata kelola sampah di Indonesia melalui penerbitan dan implementasi beberapa peraturan, namun hal ini masih belum mampu untuk mengatasi akar permasalahan dalam tata kelola sampah. Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2023, jumlah sampah terkelola saat ini hanya 66,74%. Sisanya masih tidak terkelola sebesar 33,26%.

BACA JUGA: TPA Penuh Cerminan Tata Kelola Sampah Belum Efektif

“Sejak penetapan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, pengelolaan sampah perlu dilihat sebagai isu lingkungan. Di mana pengelolaan sampah harus mendorong penghematan sumber daya alam, pengurangan emisi karbon dan polusi bahan beracun,” kata Direktur Eksekutif Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB), David Sutasurya melalui siaran pers, Jumat (19/1).

Oleh sebab itu, lanjut David, perbaikan sistem pengelolaan sampah nasional harus dimulai dengan menetapkan isu lingkungan sebagai prioritas utama pembangunan. Menurut David, sebuah kebijakan prioritas harus terwujud nyata. Misalnya, dalam skala prioritas anggaran dan konsistensi penegakan hukum.

AZWI pun berharap agar kebijakan terkait tata kelola sampah menjadi isu multisektor. Terutama, yang berkaitan dengan perubahan iklim, konservasi sumberdaya alam, penggunaan lahan, tata kota, dan kesehatan masyarakat.

Ilustrasi tata kelola sampah. Foto: Freepik

Ilustrasi tata kelola sampah. Foto: Freepik

Sampah Pangan Belum Menjadi Prioritas

Sementara itu, pengurangan emisi karbon juga berkaitan pada upaya pengurangan timbulan sampah pangan. Namun, saat ini sampah pangan belum menjadi prioritas bagi pemerintah. Padahal, sampah pangan adalah salah satu jenis sampah organik yang menyumbang angka terbesar.

Menurut data SIPSN, sampah makanan yang masuk dalam rantai pangan menempati urutan pertama dengan total 43.3% pada tahun 2023. Ini menunjukkan perlu mitigasi berbentuk kebijakan dan program pengurangan food loss dan food waste pada rantai produksi, distribusi, dan konsumsi.

BACA JUGA: Pengelola Kawasan Perlu Tegas Kelola Sampah Tiap Tahun Baru

“Penyebab kebakaran TPA adalah ledakan timbulan gas metana akibat kemarau panjang dan sistem open dumping. Sumber gas metana di TPA sebagian besar berasal dari timbulan sampah organik, salah satunya sampah pangan,” ujar Direktur Yayasan Gita Pertiwi Surakarta, Titik Eka Sasanti.

Titik menambahkan, perlu upaya mitigasi. Hal itu dalam bentuk kebijakan dan program pengurangan food loss dan food waste pada rantai produksi, distribusi, dan konsumsi. Menurutnya, untuk memperpanjang umur TPA, sampah organik sebaiknya tidak dikirim ke TPA, melainkan perlu pengelolaan di dekat sumber atau di kawasan.

Dorong Sistem Guna Ulang

Seorang calon presiden harus memiliki pandangan bahwa negara perlu merancang sistem yang tidak hanya menitikberatkan pada tanggung jawab produsen dalam mengurangi sampah. Melainkan, juga mendorong transisi menuju sistem guna ulang alih-alih mengandalkan daur ulang saja.

“Kami harap calon presiden menunjukkan pemahaman bahwa ekonomi sirkuler bukan hanya daur ulang saja. Sebab, kalau yang daur ulang adalah produk sekali pakai, itu akan tetap menimbulkan masalah polusi dan emisi,” ungkap Direktur Eksekutif Dietplastik Indonesia, Tiza Mafira.

Menurutnya, kehadiran negara justru untuk memberikan fasilitas dan sistem guna ulang yang komprehensif. Kemudian, pelarangan berbagai jenis plastik sekali pakai secara nasional, harus menjadi prioritas kebijakan bagi pemimpin negara.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top