Spesies Baru dari Kelompok Anggrek Hantu Dipublikasikan

Reading time: 3 menit
anggrek hantu
Anggrek hantu (Gastrodia bambu). Foto: dok. Destario Metusala

Jakarta (Greeners) – Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dari Balai Konservasi Tumbuhan (BKT) Kebun Raya Purwodadi, Destario Metusala bersama dengan peneliti biologi konservasi Universitas Indonesia, Jatna Supriatna mempublikasikan spesies baru anggrek dari Indonesia pada Jurnal Ilmiah Internasional Phytotaxa. Spesies baru anggrek tersebut berasal dari kelompok anggrek holomikotropik atau kerap disebut anggrek hantu dan diberi nama ilmiah Gastrodia bambu.

“Spesies anggrek baru ini berasal dari Pulau Jawa dan dipublikasikan pada pertengahan Agustus 2017,” terang Destario seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Senin (04/09).

BACA JUGA: Kebun Raya Bogor Luncurkan Perangko Seri Anggrek 34 Provinsi

Penelitian spesies baru ini, katanya, sejalan dengan prioritas riset BKT Kebun Raya Purwodadi LIPI maupun Indigenous Studies di Universitas Indonesia untuk mendukung penelitian dan konservasi keanekaragaman hayati, khususnya spesies endemik di Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan kolaborasi dan sinergi riset antara BKT Kebun Raya Purwodadi LIPI dengan Universitas Indonesia dalam bidang konservasi biodiversitas akan semakin meningkat ke depannya.

Dalam keterangan resmi tersebut dijelaskan bahwa Gastrodia bambu memerlukan kondisi ekologi yang sangat spesifik. Tumbuhan ini sensitif terhadap perubahan lingkungan karena spesies anggrek jenis ini sangat peka terhadap kekeringan, intensitas cahaya berlebih, dan juga perubahan pada media tumbuhnya. “Anggrek ini menyukai habitat yang gelap, lembab, dan selalu berdekatan dengan rumpun bambu lebat yang sudah tua. Karena itulah mengapa spesies ini memiliki kesan angker,” katanya.

anggrek hantu

Anggrek hantu (Gastrodia bambu). Foto: dok. Destario Metusala

Aroma ikan busuk

Gastrodia bambu memiliki bunga berbentuk lonceng dengan ukuran panjang 1,7-2 cm dan lebar 1,4-1,6 cm. Bunga didominasi warna coklat gelap dengan bagian bibir bunga berbentuk mata tombak memanjang bercorak jingga. Pada satu perbungaan dapat menghasilkan hingga 8 kuntum bunga yang mekar secara bergantian. Bunga menghasilkan aroma ikan busuk untuk mengundang serangga polinator. Perbungaan muncul dari tanah berseresah di bawah rumpun-rumpun bambu tua pada ketinggian 800 – 900 m dpl.

Kelompok anggrek hantu sendiri merupakan tumbuhan yang tidak berklorofil sehingga tidak dapat berfotosintesis, namun tidak bersifat parasit. Oleh karena itu, seluruh daur hidupnya menggantungkan suplai nutrisi organik melalui simbiosis dengan jamur mikoriza.

Anggrek kelompok holomikotropik ini umumnya hanya muncul pada satu periode pendek (2-4 minggu) dalam satu tahun. Perbungaannya secara tiba-tiba akan muncul dari permukaan tanah/seresah, kemudian setelah 1-2 minggu perbungaan akan layu busuk dan lenyap. Kombinasi warna bunga genus Gastrodia pun tidak pernah mencolok, umumnya berkisar pada putih, kekuningan, hingga kecoklatan.

BACA JUGA: Dua Abad Kebun Raya Bogor, Ini Kontribusinya Bagi Lingkungan

Gangguan pada habitat anggrek tersebut salah satunya akibat pembukaan rumpun bambu. Jika bambu dibabat, diduga akan berdampak terhadap perubahan kelembaban, intensitas cahaya dan juga sifat biologi pada media tumbuhnya, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan populasi anggrek ini. Adanya perubahan iklim global mampu menyebabkan perubahan intensitas curah hujan tahunan, diperkirakan juga sangat memengaruhi periode perbungaan dan pertumbuhan populasi anggrek holomikotropik ini.

Tidak seperti tumbuhan anggrek pada umumnya. Hingga saat ini, spesies Gastrodia bambu dan kebanyakan anggrek holomikotropik lainnya, masih belum dapat dibudidayakan maupun ditumbuhkan di luar habitat aslinya. Hal tersebut menjadi misteri sekaligus tantangan utama dalam upaya konservasinya. Penelitian terkait kemampuan adaptasi spesies ini dalam menghadapi perubahan iklim masih terus dilakukan melalui analisis anatomi dan fisiologi.

Untuk pemilihan nama Gastrodia bambu pada anggrek ini berasal dari habitatnya yang spesifik di sekitar rumpun-rumpun bambu. Dari habitatnya tersebut, nama pun muncul dari Bahasa Indonesia, yakni “Bambu”. Sehingga, nama lengkap spesies baru itu pun menjadi Gastrodia bambu. Berdasarkan catatan rekaman populasinya, spesies ini merupakan anggrek endemik yang hanya ada di Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat dan Yogyakarta. Populasinya pun terbatas dan menghadapi tekanan degradasi habitat yang tinggi.

Penulis: Danny Kosasih

Top