Survei: 52 Persen Generasi Muda Peka Isu Lingkungan dan Krisis Iklim

Reading time: 2 menit
Anak muda peduli lingkungan
Kepedulian generasi muda terhadap lingkungan, modal atasi krisis iklim. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Kepekaan generasi muda terkait isu krisis iklim dan lingkungan menempati urutan kedua setelah korupsi. Hal itu tergambar dari hasil survei terbaru Indikator Politik Indonesia dan Yayasan Indonesia Cerah. Sebanyak 52 % responden khawatir akan kerusakan lingkungan. Sisanya 30 % khawatir, 13 % sedikit khawatir dan hanya 4 % yang sama sekali tidak khawatir.

Hal ini menggambarkan, mayoritas responden yang merupakan anak muda ini punya kepekaan dan perhatian terhadap kerusakan lingkungan dan krisis iklim.

Survei pada 9-16 September 2021 ini melibatkan 4.020 responden dari seluruh Indonesia dengan rentang usia 17-35 tahun yang mewakili sekitar 80 juta pemilih dalam pemilu di tahun 2024 mendatang. Survei menggunakan metode simple random sampling.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, survei ini untuk mencari tahu seberapa besar persoalan krisis iklim telah menjadi perhatian seluruh bagi pemilih muda dan bagaimana pandangan mereka terhadap kebijakan iklim di Indonesia.

“Usia 17-26 tahun lebih banyak mengetahui istilah perubahan iklim dibanding usia 27 – 35 tahun. Kelompok usia 17-26 tahun telah mengetahui istilah perubahan iklim adalah perubahan besar pada alam bencana alam, kerusakan lingkungan, ulah manusia dan teori konspirasi,” katanya dalam rilis survei nasional: Persepsi Pemilih Pemula dan Muda (Gen Z dan Milenial) Atas Permasalahan Iklim di Indonesia, di Jakarta, Rabu (27/10).

Responden Perempuan Lebih Peka Krisis Iklim

Kemudian dalam survei kepekaan (awareness) itu, mayoritas responden menyampaikan pandangan berdasarkan demografi dan pilihan partainya. Kepekaan terhadap isu perubahan iklim pada responden perempuan lebih tinggi daripada responden laki-laki pada rentang usia 17-26 tahun.

“Kelompok usia 17-26 tahun mengatakan bahwa perubahan iklim saat ini merupakan masalah yang serius. Mereka cenderung setuju bahwa perubahan iklim menyebabkan kerugian serius,” ungkap Burhanuddin.

Kelompok usia ini juga berpendapat, semua orang bertanggung jawab untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Selanjutnya, responden perempuan lebih condong khawatir terhadap krisis iklim. Responden perempuan dalam kategori milenial ini memiliki latar belakang pendidikan SLTA dan universitas serta kalangan profesional. Mereka berdomisili di perkotaan dan mendominasi semua pemilih lintas partai di tahun 2019.

Burhanuddin menambahkan, mayoritas responden gen z dan milenial telah memandang krisis iklim sebagai akibat ulah manusia dan perlu segera diatasi (61%). Hanya 3% dari responden pemilih muda di Indonesia yang termasuk dalam kelompok menganggap krisis iklim bukan ulah manusia dan tidak perlu dikhawatirkan. Hampir tidak ditemukan responden yang termasuk dalam kelompok penyangkal perubahan iklim (1%).

“Terdapat dukungan yang tinggi dari pemilih muda Gen Z dan milenial lintas partai politik kepada Pemerintah Republik Indonesia. Mereka meminta perlu segera beralih dari pembangkit energi tenaga fosil serta berinvestasi pada pengembangan energi baru terbarukan (EBT) seperti pembangkit energi tenaga surya dan angin,” paparnya.

Ia berharap, penyebarluasan hasil survei krisis iklim ini melandasi kebijakan lingkungan di Tanah Air. Sebab hasil survei menggambarkan persepsi pemilih (kaum muda). Bahkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan serta rekomendasi kebijakan dan pembentukan narasi kampanye dalam pengarusutamaan isu lingkungan di agenda politik nasional.

Penulis : Ihya Afayat

 

 

Top