SVLK Belum Diterapkan di Manggarai Barat

Reading time: 2 menit
svlk
Suasana FGD Percepatan Implementasi SVLK di Kabupaten Manggarai Barat, Selasa (20/03/2018). Foto: Burung Indonesia

Labuan Bajo (Greeners) – Meskipun implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu adalah keharusan menurut peraturan perundangan-undangan, namun pelaksanaannya di lapangan masih cukup jauh dari harapan. Minimnya penyadartahuan tentang SVLK membuat banyak daerah belum mengimplementasikan SVLK sebagai instrumen dalam tata kelola kehutanan, khususnya di wilayah timur Indonesia.

Untuk itu, Burung Indonesia bersama Komite Mbeliling atas dukungan Uni Eropa menyelenggarakan kegiatan focus group discussion (FGD) dengan topik percepatan implementasi SVLK. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya untuk mempercepat pelaksanaan SVLK di Kabupaten Manggarai Barat dengan menyebarluaskan informasi dan peningkatan pemahaman bersama tentang SVLK termasuk proses pelaksanaannya.

“FGD ini menjadi titik awal untuk menguatkan industri kayu di Manggarai Barat sebab Manggarai Barat memiliki potensi kayu yang sangat besar. Pemasaran kayu dapat berjalan baik jika memiliki legalitas dan sertifikasi. Hal ini adalah langka awal, sebab sistem ini belum diimplementasikan di Mabar,” kata Bupati Kabupaten Manggarai Barat, Agustinus C Dula, seperti dikutip dalam keterangan resminya, Selasa (20/03/2018).

BACA JUGA: SVLK Tingkatkan Nilai Ekspor Kayu Indonesia Hingga 10,94 Miliar Dolar

Dihubungi melalui telepon, forest programme coordinator Burung Indonesia Asep Ayat mengatakan, tujuan SVLK diantaranya adalah untuk mencegah praktik penebangan kayu secara ilegal, meningkatkan kelestarian hutan sekaligus meningkatkan nilai jual dan pendapatan para petani kayu. Jika sudah tersertifikasi, lanjutnya, akses penjualan produk berbahan dasar kayu seperti mebel akan turut meluas.

“Saat ini implementasi (SVLK) belum sepenuhnya diperkenalkan ke daerah di Indonesia terutama daerah bagian Timur, salah satunya di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Manggarai Barat ini memiliki petani jati yang usaha kayunya belum tertata dengan baik. Terlihat dari harga kayu jati yang dijual per pohon hanya lima ratus ribu rupiah, sedangkan di daerah lain sudah dijual dengan 1 juta hingga 2 juta rupiah per pohon,” kata Asep.

BACA JUGA: FLEGT Indonesia-EU Resmi Berlaku, Standar SVLK Perlu Ditingkatkan

Sementara itu, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rufiie mengatakan, dengan SVLK produk kayu asal Indonesia telah diterima oleh negara-negara di Uni Eropa karena mereka hanya menerima kayu legal. Oleh sebab itu, potensi kayu di Manggarai Barat memiliki kesempatan yang besar juga untuk menjadi komoditi bernilai tinggi jika melalui proses verifikasi ini.

Berdasarkan data yang dipaparkan KLHK dalam FGD, sudah ada lebih dari 22 juta hektar hutan tersertifikasi dan 3.168 industri bersertifikat. Selain itu, data yang dihimpun KLHK sejak Oktober 2017 tercatat sudah ada 250 jumlah sertifikasi hutan Hak dengan luas 716.784 ribu Hektar.

Sebagai informasi, FGD ini merupakan bagian dari upaya penguatan peran serta para pihak nonpemerintah dalam tata kelola kehutanan di Indonesia. Acara ini diinisiasi oleh kemitraan global BirdLife International melalui pendanaan dari dana hibah Uni Eropa dan diselenggarakan di empat negara yakni Indonesia, Malaysia, Filipina dan Papua Nugini.

Penulis: Dewi Purningsih

Top