Tanpa Hujan, Kemarau Ekstrem Bisa Perburuk Polusi Udara

Reading time: 2 menit
Polusi udara bakal memburuk jika hujan tak kunjung turun. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Kualitas udara Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) belakangan kerap berkategori tidak sehat. Jika hujan tak kunjung turun selama musim kemarau, polusi udara makin memburuk. BMKG memperkirakan, hujan berkontribusi 30 % mencuci polutan di udara.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan puncak kemarau yang disertai El Nino hingga September 2023. El Nino memicu berkurangnya curah hujan, bahkan bisa memicu kemarau ekstrem.

Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan, suhu rata-rata global pada Juli 2023 meraih rekor tertingginya. WMO menyebut menjadi Juli 2023 menjadi bulan terpanas sepanjang sejarah manusia. Suhu permukaan bumi dan lautan pun melonjak tajam.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, tingginya konsentrasi PM2.5 dipengaruhi dari sisi kondisi musim kemarau. Misalnya di wilayah DKI Jakarta yang telah memasuki musim tersebut.

“Tingginya konsentrasi  PM2.5 juga dipengaruhi dari sisi kondisi musim. Berkurangnya curah hujan ini mengakibatkan pencucian pada polutan juga proses itu menjadi minim dan kurang, sehingga memengaruhi turunnya kualitas udara,” kata Dwikorita baru-baru ini.

Beberapa waktu lalu, DKI Jakarta kembali menduduki peringkat pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Rata-rata hariannya pun mencapai 164 poin. Air Quality Index United States (AQI US) menilai, kualitas tersebut tidak sehat dan berada di zona merah.

Polusi Udara Menurun Saat Peralihan Cuaca

Founder Bicara Udara, Novita Natalia mengatakan, polusi udara yang meningkat ini dipengaruhi oleh arah angin. Setiap waktu, kondisi polusi berbeda-beda. Misalnya, pada skala harian, polusi akan menurun pada sore hari. Kemudian secara besarnya, polusi akan mereda ketika peralihan musim hujan.

“Polusi udara itu akan turun itu biasanya di sore hari. Tapi kalau mau melihat misalnya isi secara makronya itu biasanya akan terjadi Oktober hingga Desember. Ketika sudah peralihan ke musim hujan yang ditandai anginnya semakin banyak,” ungkap Novita kepada Greeners baru-baru ini.

Berdasarkan data BMKG pada bulan Juli ini juga menunjukkan kualitas udara masuk dalam kategori tidak sehat. Hal tersebut sering terjadi pada lepas malam menuju pagi hari.

Sebab, lapisan udara yang dingin turun ke permukaan bumi saat dini hari memengaruhi peningkatan konsentrasi. Kemudian membawa polutan dari seluruh lapisan udara.

Juli Bulan Terpanas

Seorang perempuan menyeka keringatnya saat cuaca panas. Ilustrasi: shutterstock

Ancam Kesehatan Masyarakat

Walaupun partikel polusi tidak terlihat, jika terus manusia hirup akan membahayakan kesehatan, bahkan kematian.

Akademisi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Budi Haryanto berpendapat, polusi udara yang semakin pekat ini adalah masalah serius bagi kesehatan masyarakat. Sebab, jika manusia hirup secara terus-menerus akan masuk ke dalam paru-paru.

“Polusi udara ini jelas telah, sedang, dan akan berlanjut menyebabkan berbagai penyakit jangka pendek dan jangka panjang pada masyarakat di wilayah terpolusi,” lanjut Budi.

Potensi penyakit jangka pendek yang akan terjadi yaitu iritasi pada mata, hidung, kulit, tenggorokan, dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Kemudian, untuk penyakit jangka panjang mencakup radang paru-paru, bronkitis, hingga bisa mengganggu sistem syaraf pusat.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top