Tantangan Besar Konservasi Hiu dan Pari di Indonesia

Reading time: 3 menit
Konservasi Hiu dan Pari
Hiu Kodok (Squatinidae) atau dikenal juga Indonesian Angelshark. Foto : Shutterstock

Populasi ikan hiu dan pari di seluruh dunia turun drastis sebanyak 70 persen selama 50 tahun terakhir. Hal ini menjadi tantangan terhadap aspek konservasi hiu dan pari ketika Indonesia menjadi negara dengan penangkapan terbesar di dunia, mencapai 12,31 persen atau 88.790 ton per tahun.

Jakarta (Greeners) – Terbatasnya informasi ilmiah tentang sumber daya hiu dan pari di Indonesia sendiri masih menjadi tantangan besar dalam aspek konservasi hiu dan pari. Sementara penyusunan kebijakan konservasi terkait hal tersebut harus memiliki basis kajian ilmiah yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut data Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) jumlah keanekaragaman hayati hiu dan pari di dunia berjumlah sekitar 531 jenis, di mana Indonesia memiliki kurang lebih 118 jenis di dalamnya. Spesies hiu endemik khusus yang spesifik ada di Indonesia, salah satunya adalah  Squalus Hemipinnis, yang berada di wilayah selatan Bali, Lombok dan laut Jawa. 

Di Selat Makassar, juga terdapat spesies hiu Apristurus Sibogae. Selain itu terdapat spesies hiu endemik lainnya seperti Squatina Legnota, Atelomvcterus Baliensis, dan Mustelus Widodoi, yang juga berada disekitar wilayah Laut Jawa, Bali dan Lombok atau di sekitaran Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 572.

BACA JUGA : Hiu Berjalan, Hiu Endemik Halmahera penghuni Segitiga Terumbu Karang

Arah Riset dan Strategi Pengelolaan Hiu dan Pari

Untuk menjawab tantangan serta upaya melindungi sumber daya hiu dan pari, bisa dilihat pada empat klasifikasi. Pertama, status Red List International Union for the Conservation of Nature (IUCN), dengan komposisi rentan 30-50 persen, terancam 50-70 persen, sangat terancam 80-90 persen, punah di alam dan punah.

Klasifikasi kedua yakni CITES, yang digolongkan ke dalam Appendik I, II, dan III. Selanjutnya yakni sumber daya yang dilindungi berdasarkan Permen KP ataupun Kepmen KP, seperti Permen KP No.59/PERMEN-KP/2014 dan Kepmen KP No.76/KEPMEN-KP/2020.

Dan yang terakhir yakni berdasarkan Rencana Aksi Nasional (RAN)/ National Plan of Action (NPOA) tahun 2021 – 2025. Beberapa spesies hiu dan pari yang mendapat perlindungan penuh adalah Pari Gergaji, Pari Sentani, Hiu Sentani,  Hiu Paus, Hiu Tutul, Hiu Bodoh, serta Pari Manta. Bagi pihak-pihak yang menangkap, membunuh, memelihara, menyimpan dan memperdagangkan, dapat dikenakan sanksi penjara selama 6 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.

Simposium Virtual Hiu & Pari Indonesia Ke-3. Foto : panitia simposium

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)  yang didukung oleh Yayasan World Wild Life Fund for Nature (WWF) Indonesia menyelenggarakan Simposium guna mengumpulkan masukan ilmiah bagi kebijakan konservasi hiu dan pari di Indonesia.

CEO Yayasan WWF Indonesia, Dicky P. Simorangkir mengatakan tantangan terberat dalam konservasi jenis ini adalah data yang sulit diperoleh, data tersebut sangat penting untuk menyusun rencana aksi konservasi yang efektif.

BACA JUGA : Hiu Lanjaman, Sang Hiu Sutra Yang Harus Kita Jaga

“Lewat simposium hiu dan pari ini kami harap dapat mengumpulkan banyak informasi mengenai populasi dan perilaku spesies ini dari seluruh pelosok Indonesia. Laut kita sangat luas, kita perlu kolaborasi dari semua pihak, mulai dari nelayan, petugas penyuluh perikanan, mahasiswa, sampai pengelola wisata selam bersama hiu,” urainya.

Kebijakan Pemerintah Dalam Strategi Pengelolaan Sumber Daya Hiu dan Pari 

Sementara itu, dalam paparan berjudul Arah Kebijakan Riset Hiu dan Pari di Indonesia, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), menerangkan sebagai puncak rantai makanan,  hiu rentan akan kepunahan karena memiliki kapasitas reproduksi yang rendah, frekuensi melahirkan yang minim, pertumbuhan lambat serta umur yang panjang. 

Penangkapan yang tidak lestari, penurunan populasi, kerusakan habitat perubahan lingkungan seperti sampah laut dan pariwisata yang tidak bertanggung jawab menjadi penyebab faktor ancaman terhadap punahnya hiu dan pari.

“Semakin banyak kita mendatangkan wisatawan di suatu daerah, maka ancaman terhadap populasi komponen ekosistem yang ada di daerah tersebut semakin tinggi peluang untuk rusaknya,” tegas Sjarief pada acara daring ‘Penguatan Kolaborasi dan Sinergi dalam Pengelolaan Hiu dan Pari’, Kamis (8/4/ 2021).

BRSDM telah menentukan arah riset dan strategi pengelolaan sumber daya hiu dan pari tahun 2021 – 2025, yakni melalui pelatihan identifikasi spesies ikan hiu dan pari yang yang lebih tepat dan akurat; pendaratan hasil tangkapan hiu harus utuh guna mempermudah identifikasi dan pencatatan ikan hiu Apendiks II CITES; penyediaan alternatif pekerjaan lainnya bagi nelayan penangkap hiu dan pari, seperti usaha budidaya perikanan, usaha pengolahan ikan, dan usaha ekonomi kreatif.

Penulis : Dewi Purningsih

Top