Terumbu Karang Dunia Rusak Parah

Reading time: 2 menit
terumbu karang dunia
Foto: pixabay.com

LONDON, 24 Maret 2017 – Berdasarkan studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal sains terkemuka, Great Barrier Reef, salah satu keajaiban Lautan Pasifik, mungkin tidak akan sepenuhnya pulih dari dampak perubahan iklim disertai oleh El Nino.

Studi yang lain memperingatkan bahwa peningkatan suhu muka air laut dapat menyebabkan kematian karang dan memperlambat pertumbuhan karang di Maladewa yang terletak di Lautan Hindia.

Terumbu karang sangat sensitif terhadap suhu lautan dan pada tahun-tahun panas dapat melepaskan gas rumah kaca ke atmosfer, namun ini berlangsung secara natural sebelum manusia mulai membakar batubara, minyak dan gas, dan mempercepat proses tersebut. Terumbu karang akan bereaksi terhadap perubahan tersebut melalui pemutihan. Artinya, mereka menolak proses fotosintesis dari algae yang sebenarnya menguntungkan keduanya.

Lautan yang Memanas

Namun, lautan telah menghangat akibat pemanasan global yang terjadi akibat konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Lautan menjadi lebih asam karena reaksi karbon dioksida dengan air.

Kehadiran fenomena udara di bagian Pasifik yang lebih dikenal dengan El Nino, atau ‘The Child’, karena menguat menjelang Natal, mengancam keberlangsungan terumbu karang dunia.

Pada tahun 2015-16, El Nino telah memutihkan terumbu karang secara masif yang hingga kini masih berlangsung, jelas para peneliti asal Australia di dalam jurnal Nature.

“Kami berharap udara akan sedikit mendingin pada dua atau tiga minggu lebih cepat sehingga pemutihan tidak akan separah tahun sebelumnya. Pemutihan yang terjadi 2016 sangatlah parah,” jelas Tery Hughes dari Pusat Penelitian Terumbu Karang di James Cook University, Queensland.

“Ini merupakan pemutihan ketiga yang berdampak pada Great Barrier Reef, sebelumnya terjadi pada tahun 1998 dan 2002. Kini, kami sedang bersiap untuk meneliti potensi keempat.”

“Kami sudah meneliti apakah pemutihan yang terjadi pada tahun 1998 dan 2002 membuat karang-karang itu lebih toleran di tahun 2016. Sayangnya, kami tidak menemukan bukti apapun bahwa pemutihan yang terjadi membuat karang-karang lebih tangguh.”

Para peneliti sudah memperingatkan bahwa apabila tidak ada aksi untuk menahan pemanasan global dengan cara mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil sebagai sumber energi utama, maka pemutihan akan mampu menghancurkan 99 persen terumbu karang dunia.

Terumbu karang merupakan ekosistem terkaya di planet dan mereka menyediakan perlindungan vital bagi manusia yang tinggal di pesisir pantai sekaligus menjadi sumber protein.

“Sangat menyakitkan hati saya untuk melihat begitu banyaknya terumbu karang yang mati di Great Barrier Reef di bagian utara pada tahun 2016,” kata Profesor Hughes. “Dengan naiknya suhu akibat pemanasan global, hanya perkara waktu sebelum kita akan sering mengalami hal tersebut. Kejadian keempat yang terjadi hanya setahun sebelumnya merupakan pukulan terberat bagi terumbu karang.”

Para peneliti asal Inggris melihat kerusakan yang sama diakibatkan oleh El Nino di perairan Maladewa di Lautan Hindia. Hasil ini mereka tuliskan dalam jurnal Scientific Reports. Pertanyaan besar selanjutnya adalah seberapa cepat terumbu karang Lautan Hindia bisa memulihkan diri?

Laju Pertumbuhan Terumbu Karang

“Pemulihan dari gangguan di masa lalu yang terjadi di Maladewa berlangsung selama 10-15 tahun, namun pemutihan yang akan terjadi berikutnya diprediksi akan lebih sering terjadi. Jika ini kasusnya maka akan dapat berdampak kepada pertumbuhan terumbu karang pada jangka waktu panjang dan membatasi perlindungan pantai dan jasa habitat yang disediakan oleh karang-karang ini,” kata Chris Perry, profesor geografi fisik dari Universitas Exeter, Inggris.

“Aspek yang membahayakan kematian terumbu karang ini adalah penurunan pertumbuhan terumbu karang dengan cepat.”

“Penurunan ini berdampak tidak hanya bagi kapasitas terumbu karang untuk bisa mengimbangi kenaikan muka air laut namun juga dapat berakibat kepada hilangnya struktur terumbu karang yang penting untuk mendukung keragaman dan jumlah spesies ikan.” – Climate News Network

Top