Walhi Tuntut Jepang Hentikan Pendanaan Proyek Gas Fosil

Reading time: 3 menit
Walhi menuntut Jepang untuk menghentikan pendanaan proyek gas fosil. Foto: Walhi
Walhi menuntut Jepang untuk menghentikan pendanaan proyek gas fosil. Foto: Walhi

Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengecam Jepang dan lembaga kredit ekspornya, yakni Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Mereka menuntut Jepang untuk menghentikan pendanaan publik negara tersebut untuk proyek gas fosil. Sebab, hal itu dapat berdampak pada lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia.

“Ada pola kerusakan yang jelas dalam proyek-proyek gas dan LNG yang JBIC biayai. Hal ini merupakan bencana bagi perubahan iklim. Terlebih lagi bagi mata pencaharian, kesehatan, dan keamanan masyarakat lokal, keanekaragaman hayati, dan hak asasi manusia,” terang Kepala Divisi Kampanye Walhi, Fanny Tri Jambore lewat keterangan tertulisnya, Kamis (25/4).

Berbagai kelompok garis depan di Indonesia, Filipina, Thailand, Bangladesh, Amerika Serikat, Mozambik, Kanada, dan Australia juga melakukan aksi protes tersebut. Hal ini merupakan upaya untuk menarik perhatian para pemimpin negara G7 terhadap ketidakadilan, akibat dukungan Jepang pada proyek-proyek gas dan LNG.

BACA JUGA: Energi Baru Terbarukan Kalah Saing dengan Energi Fosil

Walhi dan sejumlah kelompok lainnya juga menuntut Jepang mengakhiri kerugian yang masyarakat alami. Salah satunya dengan menghentikan pendanaan untuk bahan bakar fosil.

Bagi Walhi, Jepang telah menggunakan dana publik untuk mendukung imperium gas, sambil berusaha menyamarkan LNG sebagai alternatif yang lebih bersih daripada batubara. Namun, kenyataannya tidak demikian. Gas bisa sama buruknya dengan batubara bagi iklim.

Misalnya, di Indonesia, ada sejumlah proyek-proyek gas dan LNG yang JBIC danai. Seperti PLTGU Jawa-1 di Jawa Barat, LNG Donggi-Senoro di Sulawesi Tengah, dan LNG Tangguh di Papua Barat. Proyek tersebut telah menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati.

“Bahkan, merusak Wilayah Kelola Rakyat, menghancurkan mata pencaharian, menimbulkan dampak kesehatan jangka panjang. Lalu, menggusur secara paksa masyarakat adat dan komunitas lokal,” tambah Fanny.

Walhi menuntut Jepang untuk menghentikan pendanaan proyek gas fosil. Foto: Walhi

Walhi menuntut Jepang untuk menghentikan pendanaan proyek gas fosil. Foto: Walhi

Proyek JBIC dapat Menimbulkan Kerugian

Sementara itu, proyek-proyek JBIC berpotensi menimbulkan kerugian jangka panjang, setelah terjadi ledakan dan sejumlah kecelakaan kebocoran gas di AS. Kejadian itu menyebabkan masalah kesehatan yang parah. Misalnya, asma, penyakit jantung, dan kanker di masyarakat lokal.

Proyek-proyek JBIC juga memberi ancaman kenaikan harga listrik yang lebih tinggi. Selanjutnya, akan menurunkan kualitas hidup di negara-negara berkembang, termasuk Bangladesh.

Menurut laporan Oil Change International dan Friends of the Earth Amerika Serikat, Jepang memiliki komitmen bersama negara-negara G7 lainnya, untuk mengakhiri pendanaan publik internasional bagi proyek bahan bakar fosil. Namun, nyatanya, Jepang telah menyediakan dana rata-rata tahunan sebesar $6,9 miliar untuk pendanaan bahan bakar fosil. Hanya $2,3 miliar untuk energi bersih antara tahun 2020 dan 2022.

BACA JUGA: Indonesia Masih Akan Terjebak Emisi Karbon hingga 40 Tahun ke Depan

Jepang juga merupakan pendukung utama proyek-proyek hulu bahan bakar fosil, dengan menyediakan dana sebesar $2,5 miliar per tahun.

“Di seluruh dunia, kami bersama-sama mendesak JBIC dan Perdana Menteri Jepang Kishida untuk berhenti mendanai gas fosil dan berkontribusi pada transisi energi yang penuh, adil, cepat, serta memiliki perspektif feminis menuju energi terbarukan,” jelas Fanny.

JBIC Penyandang Dana Gas Fosil Terbesar

Sebuah petisi bersama juga telah disampaikan kepada pemerintah Jepang dan JBIC, untuk meminta mereka menghentikan pendanaan terhadap proyek-proyek gas dan LNG di seluruh dunia. Menurut Walhi, pasca Perjanjian Paris, JBIC justru menjadi penyandang dana gas fosil terbesar di Asia Tenggara. Total pinjaman yang mereka berikan sebesar USD 3,3 miliar.

Selain proyek-proyek di Indonesia, portofolio LNG JBIC di Asia Tenggara yang meliputi Terminal Impor LNG di Filipina dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas yang dipasok oleh terminal impor LNG Map Ta Phut di Thailand, telah menyebabkan penurunan tajam hasil ikan. Kemudian, adanya pembatasan wilayah perburuan dan penangkapan ikan tradisional.

JBIC juga mendukung proyek-proyek di Australia, Kanada, dan Mozambik yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada keselamatan masyarakat dan hak-hak masyarakat adat.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top