Indonesia Peringkat Kedua Dunia Potensi Surya di Lahan Bekas Tambang

Reading time: 3 menit
Indonesia peringkat kedua dunia potensi surya di lahan bekas tambang. Foto: Freepik
Indonesia peringkat kedua dunia potensi surya di lahan bekas tambang. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Indonesia menempati peringkat kedua dunia dalam potensi pengembangan energi surya di atas lahan bekas tambang batu bara, dengan estimasi kapasitas mencapai 59,45 gigawatt (GW). Namun hingga kini, Indonesia baru mengumumkan rencana pengembangan energi surya 600 megawatt (MW) di atas lahan bekas tambang. Jumlah tersebut sangat kecil jika dibandingkan potensinya.

Fakta ini terungkap dalam laporan terbaru Global Energy Monitor (GEM) berjudul β€œBright Side of the Mine: Solar’s Opportunity to Reclaim Coal’s Footprint”. Laporan ini mengidentifikasi total 446 tambang batu bara seluas 5.820 kilometer persegi (kmΒ²).

Luas lahan tersebut mencakup lahan bekas tambang sejak 2020, serta lahan tambang yang diperkirakan akan ditinggalkan pada 2030 akibat habisnya cadangan. Seluruh lahan ini memiliki potensi besar sebagai lokasi pengembangan energi surya. Secara global, potensinya setara hampir 300 GW, atau sekitar 15% dari total kapasitas energi surya dunia saat ini. Salah satu potensi terbesar terdapat di Indonesia.

β€œWarisan batu bara tertulis di tanah, tetapi warisan itu tidak harus menentukan masa depan. Transisi tambang batu bara ke surya sedang berlangsung. Potensi ini siap dimanfaatkan di negara-negara produsen batu bara utama seperti Australia, Amerika Serikat, Indonesia, dan India,” kata Manajer Proyek Energy Transition Tracker di Global Energy Monitor, Cheng Cheng Wu dalam keterangan tertulisnya.

BACA JUGA: Jokowi: Perusahaan Harus Pulihkan Lahan Bekas Tambang

Di Indonesia, hasil analisis GEM menemukan lahan tambang seluas 1.190 kmΒ². Lahan tersebut mencakup 26 tambang batu bara yang akan tutup pada 2030. Di sisi lain, proyeksi alih fungsi lahan ini untuk pengembangan energi surya dapat menghasilkan kapasitas hingga 59,45 GW. Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur merupakan dua daerah yang memiliki lahan tambang cukup besar. Kegiatan pertambangan di wilayah tersebut akan berakhir dalam lima tahun ke depan.

Pemanfaatan Lahan Bekas untuk Potensi Surya

Pemanfaatan lahan bekas tambang untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dapat membantu Indonesia mencapai target netral karbon pada 2060. Namun, hingga kini, upaya ini masih minim, di mana baru ada pengumuman rencana pembangunan PLTS 600 MW di lahan bekas tambang.

Sebagai contoh, PT Bukit Asam Tbk telah mengumumkan rencana pembangunan PLTS di tiga lokasi bekas tambang di Sumatera Barat berkapasitas 200 MW, Sumatera Selatan 200 MW, dan Kalimantan Timur 30 MW. Meskipun telah diumumkan sejak 2021 dan dikonfirmasi kembali pada 2023, proyek ini belum terdapat kemajuan yang signifikan.

Konversi lahan tambang menjadi PLTS menawarkan peluang langka untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan sekaligus pemulihan lingkungan. Lahan bekas tambang tak hanya menjadi lahan kosong yang dapat dimanfaatkan kembali, tetapi biasanya juga berlokasi dekat dengan jaringan listrik dan tenaga kerja dengan keahlian yang dibutuhkan.

BACA JUGA: Lahan Bekas Tambang di Belitung Menjadi Kawasan Wisata Mangrove

Meski demikian, transformasi ini membutuhkan berbagai perbaikan kebijakan dari pemerintah. Rincinya, perlunya kerangka kebijakan yang memprioritaskan pengembangan energi terbarukan di lahan tambang. Kemudian, perlu juga strategi investasi yang mengakui nilai penggabungan antara reklamasi dan energi terbarukan. Selain itu, juga penempatan pekerjaan lokal dan suara masyarakat sebagai pusat proses pembangunan.

β€œKami telah melihat apa yang terjadi di komunitas batu bara saat perusahaan bangkrut, yakni adanya pemecatan pekerja dan meninggalkan kerusakan. Namun, lahan bekas tambang juga menyimpan potensi besar untuk masa depan energi terbarukan dan ini sudah mulai terjadi. Kita hanya perlu campuran insentif yang tepat untuk mendorong pengembangan tenaga surya di daerah-daerah tambang,” kata Direktur Asosiasi di Global Energy Monitor, Ryan Driskell Tate.

Transisi Energi Berdampak pada Ekonomi

Lebih jauh, transformasi lahan tambang bukan sekedar upaya transisi energi. Langkah ini juga berdampak pada ekonomi yang mampu menciptakan 259.700 pekerjaan permanen dan 317.500 pekerjaan konstruksi dan sementara. Ini melebihi total tenaga kerja yang bakal hilang dari sektor batu bara secara global hingga 2035.

Cheng menambahkan bahwa penggunaan kembali tambang untuk pengembangan tenaga surya menawarkan peluang langka untuk menyatukan pemulihan lahan. Strategi ini juga bisa menciptakan lapangan kerja lokal, dan penggunaan energi bersih dalam satu strategi.

“Dengan pilihan yang tepat, lahan yang sama yang menggerakkan era industri dapat membantu menggerakkan solusi iklim yang kini sangat kita butuhkan,” tambah Cheng.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top