Wildlife Crime Menjadi Salah Satu Masalah Paling Berat di Indonesia

Reading time: 3 menit
Ilustrasi: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Bulan Februari tahun ini, telah terjadi dua kali pembunuhan terhadap gajah di Sumatera. Tepatnya pada 25 Februari 2016, ditemukan bangkai gajah dengan kondisi kepala terpisah dari badan dan gigi serta gadingnya hilang di Rawabundar, area Seksi II Way Kanan Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Sepekan sebelumnya, pada 19 Februari, seekor gajah berusia 10 tahun tewas di Gampong Bergang, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh dengan dugaan keracunan.

Hingga saat ini, perburuan satwa liar ilegal masih menjadi salah satu ancaman yang paling besar bagi keberlanjutan kehidupan satwa ini di alam. Selain itu, faktor lain penyebab semakin hilangnya populasi hewan bertubuh besar ini adalah laju deforestrasi yang merenggut habitat hidup satwa liar. Selama kurun waktu dua dekade saja (1990-2010), Pulau Sumatra kehilangan 7,54 juta hektar hutan primer dan 2,31 juta hektar dalam kondisi terdegradasi.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, saat dihubungi oleh Greeners mengatakan bahwa permasalahan terkait satwa liar atau wildlife merupakan salah satu masalah yang paling berat dari akumulasi berbagai permasalahan lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia.

Menurutnya, ada banyak faktor kenapa permasalahan satwa liar ini tidak kunjung usai. Seperti masalah alokasi lahan, tata hutan, illegal logging, tambang ilegal, hingga perburuan liar.

“Yang paling menonjol dalam urusan wildlife adalah pencurian dan perdagangan ilegal. Kita sudah ikuti dari media, betapa intensifnya kasus-kasus perdagangan satwa liar dilindungi ini. Kebanyakan kasus kematian gajah juga karena faktor perdagangan ilegal yang diambil gadingnya,” kata Siti saat dimintai keterangan terkait peringtan Hari Satwa Liar Internasional, Jakarta, Kamis (03/03) kemarin.

Dalam hal perdagangan ilegal, menurut data yang dimiliki oleh KLHK, kasus ini bahkan menjadi kasus paling krusial dengan nilai perdagangan nomor dua tertinggi setelah narkotika. Oleh karena itu, di Indonesia, pemerintah terus melakukan upaya-upaya penyelamatan dan konservasi bagi satwa-satwa liar dilindungi.

“Kita terus melakukan upaya untuk meningkatkan sampai dengan rata-rata lima persen per tahun dari jenis-jenis satwa yang dilindungi. Sebagai informasi bahwa pada tahun 2015 sampai dengan 2016, ditemukan dalam catatan kami itu delapan ekor badak yang berhasil melahirkan. Nah, kalau gajah, rasanya angka itu lebih besar lagi,” jelasnya.

Mengutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners, M. Jeri Imansyah dari Conservation Specialist of TFCA fo Sumatera memaparkan, permasalahan umum yang banyak terjadi pada gajah liar antara lain hilangnya habitat akibat konversi hutan alam untuk hutan tanaman industri, perburuan liar, perambahan, pembakaran hutan, dan penebangan liar.

Habitat alami gajah terdesak akibat konsesi perambahan hutan untuk perusahaan yang berujung meningkatkan konflik gajah dengan manusia yang tinggal di sekitar hutan. Sejak awal 2014 hingga Maret 2015, tercatat korban sebanyak dua orang meninggal dan satu luka-luka dari konflik yang terjadi di Tebo, Jambi tersebut.

“Dari sisi gajah, tingkat kematian gajah di Tebo, tercatat 12 ekor gajah Sumatera yang mati dengan indikasi utama akibat konflik dan juga perburuan,” tutur Jeri.

Sebagai informasi, tepat tanggal 3 Maret 2016, dunia memperingati Hari Satwa Liar. Untuk tema tahun ini adalah “Masa Depan Satwa Liar Ada di Tangan Kita, Masa Depan Gajah Ada di Tangan Kita”. Tema ini merujuk pada nasib gajah yang dibunuh hanya karena gading atau gigi saja. Catatan Perserikatan Bangsa-Bangsa selama 2010-2012, sekitar 100 ribu gajah dibunuh di seluruh dunia hanya demi gading. Maka tahun ini, seperti yang tertera jelas dalam laman www.wildlifeday.org adalah seruan untuk menyuarakan nasib satwa liar, khususnya gajah.

Di dunia internasional, The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) memasukkan gajah sumatra dalam daftar merah yang berarti Critically Endangered atau kritis pada tahun 2015. Status ini muncul lantaran populasi mamalia bergading hanya tersisa 680 individu (Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, 2007).

Saat ini, gajah liar sumatra masih bisa ditemukan di wilayah Seulawah-Ulu Masen, bagian utara Ekosistem Leuser, Taman Nasional Tesso Nilo, Taman Nasional Bukit Tigapuluh, bagian selatan Kerinci Seblat, Taman Nasional Way Kambas dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Tapi, keberadaan mereka bisa jadi hanya cerita jika tidak ada langkah cepat untuk penyelamatan.

Penulis: Danny Kosasih

Top